Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
YULIANA terbangun dari tidurnya mendengar rengekan berulang-ulang Steven, bayinya yang berusia tiga setengah tahun. Bocah montok itu rupanya haus. Karena tak ada air minum di kamar mereka di lantai dua, ibu 38 tahun itu membangunkan suaminya, Along, untuk menemani dia menyeduh susu di lantai tiga rumah mereka di Jalan Sukarno-Hatta, Pekanbaru, Riau.
Belum lagi tangga terakhir selesai dititi, sebuah ledakan menggelegar, menghancurkan dua dari empat rumah-toko (ruko) kopel bernomor 10-A dan 10-B yang mereka tinggali, yang sekaligus menjadi kantor sebuah perusahaan multilevel marketing. "Ruangan mendadak gelap. Saya menjerit-jerit memanggil Steven dan Along, yang terlempar entah ke mana. Lalu saya pingsan," ungkap Yuliana kepada TEMPO di Rumah Sakit Awal Bross, tiga hari setelah peristiwa tersebut.
Peristiwa celaka yang diceritakan Yuliana itu terjadi Selasa dini hari pekan lalu. Setelah ledakan besar yang menghancurkan Hotel JW Marriott di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, pada Agustus 2003, inilah pertama kalinya ledakan bom kembali mengguncang negeri dan merenggut korban tewas. Sungguh "beruntung" Yuliana lolos dari elmaut dalam kejadian di malam jahanam itu.
Tubuh Yuliana tersangkut di besi beton yang menjadi tulang bangunan rumahnya, sebelum akhirnya dapat diselamatkan oleh tim pemadam kebakaran. "Begitu melihat tubuh seorang ibu tersangkut di besi, saya menjerit-jerit ketakutan dan minta pertolongan," ujar Riswan, tetangga korban yang tinggal 90 meter di belakang ruko. Riswan, yang dini hari itu belum lagi terlelap, menghambur ke luar rumah ketika mendengar suara dentuman. "Keras sekali. Saya kira ada perang."
Dentuman itu melempar sang bayi, Steven, ke luar rumah. Ajaibnya, bayi itu selamat. Begitu juga Along, 40 tahun, yang "terdampar" di bawah reruntuhan rumah dan diselamatkan tetangganya. Tapi malang dua pembantu mereka, Ipon Arisandi, 18 tahun, dan Dewi Sriyanti, 20 tahun, yang tidur di lantai satu, tewas dalam kejadian ini.
Ipon, warga Desa Kuntu, Kabupaten Kampar, ditemukan dengan kepala berlumuran darah dan tubuh separuh terbakar. Ia sempat dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Pekanbaru sebelum mengembuskan napas terakhir akibat luka terlalu parah. Sedangkan kondisi Dewi, penduduk Simpang Panam, jauh lebih mengenaskan. Tubuhnya baru ditemukan delapan jam setelah ledakan, tertimbun di bawah reruntuhan, dengan kepala pecah dan tubuh koyak terbakar.
Daya ledak bom ini memang tak bisa dibilang kecil. Kepala Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Suyitno Landung, mengutip hasil sementara penelitian di tempat kejadian perkara, menunjukkan bom itu termasuk jenis C4 (royal department formula XRDX) nitrat. "Yang jelas, pusat ledakan berada di lantai satu," katanya di Jakarta pada Jumat pekan lalu. Sedangkan Kepala Kepolisian Daerah Riau, Brigadir Jenderal Deddy Sutardi Komaruddin, menyatakan belum bisa menyebutkan dari mana bom itu berasal dan siapa yang berada di belakang peristiwa ini sebelum mengetahui hasil penelitian lebih lanjut.
Namun seorang sumber TEMPO di Markas Kepolisian Daerah Riau tak ragu menyamakan bom ini dengan bom di Hotel JW Marriottyang menewaskan sepuluh orang dan melukai lebih dari 150 orang. Bedanya hanya pada efek ledakan yang lebih kecil, karena bom Riau ini cuma meninggalkan bekas lubang sedalam 6 sentimeter dengan diameter sekitar 75 x 15 sentimeter. Sedangkan di Marriott, ledakan membuat lubang menganga sedalam satu meter dengan diameter sekitar dua meter. Selain itu, di Riau, sebuah timer untuk mengontrol waktu meledaknya bom ditemukan 25 meter dari episentrum ledakan.
Tragedi Riau ini mengingatkan orang pada teror bom di malam Natal tahun 2000 yang meluluh-lantakkan empat gereja di Pekanbaru dan Batam serta menewaskan tujuh nyawa dan melukai puluhan orang.
Belum jelas siapa pelaku yang sebenarnya, tapi saat ini sedang berlangsung kasus persidangan Sudikdoyo di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Sudikdoyo adalah tersangka yang disebut-sebut ikut membantu Doktor Azhari, salah satu tersangka pelaku intelektual bom Bali yang belum tertangkap hingga sekarang. Di pengadilan yang sama, sedang berjalan pula persidangan terhadap Muchtar Tanjung alias Datuk Rajo Ameh, tersangka pengeboman di malam Natal tiga tahun silam.
Seorang sumber TEMPO lainnya di Badan Intelijen Negara Wilayah Riau menampik rumor yang menyatakan adanya kemungkinan teror bom oleh kelompok pelaku yang sama, terutama jika melihat lokasi ledakan. "Lokasinya tidak pas. Kalau teror, pasti pelakunya memilih tempat yang ramai, bukan di sebuah ruko," tutur sang sumber.
Apalagi titik pusat ledakan yang berjarak empat meter dari pintu masuk ruko mengesankan bahwa bom ini meledak lebih dulu dari jadwal yang direncanakanalias sebuah kecelakaan. Bukti lain yang menguatkan adalah lubang sedalam enam sentimeter yang terlalu dangkal untuk posisi sebuah bom yang sengaja ditanamkalau memang sengaja untuk menebar teror.
Saksi kunci untuk mengurai kasus ini bukannya tak ada. Sebab, selain tiga orang anggota keluarga Along, ada seorang pria misterius yang menjadi korbansaat melintas dengan sepeda motor Yamaha RX King di subuh berdarah itu. Lelaki yang kemudian dikenali sebagai Irwanto alias Siswanto alias Irboyo, 25 tahun, ini ketika itu diboncengkan oleh seorang lelaki lain yang selamat dari ledakan dan kini belum ditemukan jejaknya.
Apa profesi Irwanto yang kini terbaring di ruang unit perawatan intensif Rumah Sakit Ibnu Sina itu sampai saat ini masih belum begitu jelas. Sebab, penduduk Jalan Sigunggung, Labu Baru, Pekanbaru, yang baru bebas dari kasus pengeroyokan dan perkelahian itu sehari-harinya konon hanya menghabiskan waktu untuk mengail dan menangkap ikan. Ada juga yang mengenalinya sebagai preman Sigunggung.
Namun titik terang mulai terlihat dari pengakuan ibunya, Iluswati, kepada polisi. Sehari sebelum kejadian, menurut pengakuan Iluswati, Irwanto bilang sedang meminjam sepeda motor milik temannya, Iskandar, mahasiswa semester VI Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri Pekanbaru. Keterangan ini klop dengan pengakuan Iskandar yang menyebutkan bahwa motornya memang sering dipinjam Irwanto. "Namun, sebelum kejadian, Irwanto sudah memulangkan motor saya," katanya.
Lantas motor siapa yang melintas cepat menjelang subuh itu? Siapa pula pengendara motor yang dibonceng Irwanto pada saat kejadian itu? Iluswati bersikeras malam itu anaknya nongkrong sampai sekitar pukul 24.00 di perempatan Sigunggung, sebelum seorang lelaki menjemputnya. "Malam itu Irwanto tak pulang ke rumah. Baru pagi harinya sekitar jam 10 saya mendengar ada ledakan bom, dan Irwanto dituduh sebagai pelaku," katanya pasrah.
Pihak kepolisian berharap Irwanto bisa segera melewati masa kritisnya dan bertahan hidup. "Sampai saat ini, sudah 20 orang saksi yang kami periksa, dan bisa bertambah." ujar Deddy Sutardi Komaruddin. Polisi juga belum bisa menanyai Along sekeluarga akibat luka-luka yang mereka derita.
Pengusutan terlihat lebih serius karena sejak Kamis pekan lalu prosesnya juga melibatkan seorang petugas Federal Bureau of Investigation (FBI) bernama Michael Haas. "Dia memang dibawa tim Mabes Polri untuk mem-back-up Polda Riau dalam menyelidiki kasus ini," ujar Deddy.
Anehnya, ketika dikonfirmasi wartawan soal adanya petugas FBI di Riau, Suyitno Landung membantah jika dikatakan bahwa pihak Markas Besar Kepolisian RI yang meminta bantuan biro investigasi federal dari Amerika Serikat itu. "Tidak ada permintaan. Pengusutan ini adalah tanggung jawab kami," ucapnya. Menurut dia, kalaupun ada FBI di Pekanbaru, sifatnya hanya pendampingan belaka, bukan intervensi atas sebuah wewenang.
Intervensi atau bukan, mestinya tak relevan lagi dipersoalkan. Yang lebih utama adalah bagaimana negaradalam hal ini aparat keamananbisa menjamin agar tak ada lagi warga yang ketakutan menyeduh susu untuk bayinya di malam-malam buta karena ancaman bom, seperti dialami Yuliana dan keluarganya.
Akmal N. Basral (Jakarta), Jupernalis Samosir (Pekanbaru), Eduardus K. Dewanto, Martha Warta (Tempo News Room)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo