Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Motor Penggerak Pertumbuhan

12 Desember 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAHUN depan investasi akan menjadi kunci utama buat pemerintah bila ingin menggenjot pertumbuhan ekonomi melebihi tahun ini. Sejumlah investasi raksasa dan infrastruktur penting dituntaskan pada 2012, antara lain pembangkit listrik, jalan tol, dan bandar udara atau pelabuhan.

Pekerjaan rumah terbesar adalah kemampuan dan political will pemerintah mengatasi kendala utama pembangunan infrastruktur seperti pembebasan lahan dan jaminan buat investor. Keinginan pemerintah mengeluarkan lebih banyak dana untuk investasi infrastruktur juga bisa bermanfaat bagi penyerapan tenaga kerja dan pengurangan pengangguran. Tanpa itu semua, pertumbuhan tahun depan tak akan punya gereget.

Tertawan Pembebasan Lahan

Proyek pembangunan pembangkit listrik 10 ribu megawatt tahap kedua terancam molor. Ketidakpastian pembebasan lahan masih menjadi momok investor.


GEMURUH mesin memecah keheningan hutan lindung di kawasan Bedugul, Tabanan, Bali. Dari sumber suara itu, asap putih membubung tinggi ke udara. Berasal dari tiga sumur pengeboran panas bumi PT Bali Energi Limited, kepulan asap itu memberi tanda masih adanya aktivitas di tiga sumur yang menerobos lapisan kerak bumi hingga kedalaman 2.800 meter tersebut. Kendati belum berproduksi, mesin di tiga sumur itu dibiarkan tetap beroperasi.

Sudah 15 tahun tiga sumur yang merupakan bagian dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Bedugul itu menganggur. Konsorsium PT Pertamina Geothermal Energy dan PT Bali Energy Limited merupakan penggarap proyek yang tahap eksplorasinya sudah dimulai sejak 1995 itu. Karena ditentang masyarakat lokal, proyek dengan konsesi lahan 25 hektare dengan jangka waktu pengelolaan 30 tahun itu mati suri. "Padahal listrik yang bisa dihasilkan bisa mencapai 175 megawatt," kata Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Adiatma Sardjito kepada Tempo, pekan lalu.

Karena penolakan masyarakat begitu kuat, pemerintah daerah setempat tak kunjung memberikan izin pembangunan PLTPB itu. Alasannya, takut mencemari obyek wisata Danau Beratan, yang jaraknya hanya satu kilometer dari lokasi proyek. Lagi pula, bagi tokoh agama lokal, hutan tempat lokasi proyek itu merupakan kawasan suci. "Seluruh ekosistem di hutan lindung juga bisa rusak," kata Kepala Dinas Kehutanan Bali  I Gusti Ngurah Wiranatha.

Tak hanya di Bedugul, sejumlah proyek PLTPB juga terhambat karena sebagian besar lokasinya berada di kawasan hutan lindung. Akhir November lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan meneken nota kesepahaman 28 izin eksplorasi energi panas bumi atau geotermal di kawasan hutan lindung. Sebagian besar tersebar di Jawa Barat, yang kandungan energi panas buminya paling besar. "Termasuk izin di Bedugul," kata Jero Wacik.

Pemanfaatan energi panas bumi menjadi prioritas setelah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010. Isinya, Presiden menugasi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) melakukan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi seperti batu bara dan gas. Energi terbarukan yang disasar dalam ketentuan itu adalah panas bumi dan air. Terbitnya perpres itu menjadi tonggak percepatan proyek 10 ribu megawatt tahap kedua. Proyek itu digagas sejak Mei 2009.

Proyek 10 ribu megawatt tahap kedua disiapkan guna mengantisipasi pertumbuhan konsumsi listrik sepuluh tahun mendatang, yang diramalkan mencapai 9,2 persen. Berbeda dengan proyek 10 ribu tahap pertama yang menggunakan batu bara, proyek tahap kedua didominasi energi terbarukan, terutama panas bumi. "Tahap kedua sebagian dikerjakan swasta, sedangkan tahap pertama semua dikerjakan PT PLN," kata Direktur Konstruksi PT PLN Nasri Sebayang kepada Tempo.

Berdaya total 9,963 megawatt, lokasi tahap kedua tersebar di Jawa dan luar Jawa. Belakangan, PLN mengusulkan 12 pembangkit baru termasuk dari energi coal bed methane. "Kami usulkan revisi nama proyek," kata Nasri.

Dari 20 proyek yang dikerjakan PLN, kata Nasri, investasi yang dibutuhkan sekitar US$ 5,9 miliar. Dari jumlah itu, 85 persen berasal dari utang dan 15 persennya kas PLN. Perusahaan pelat merah ini juga mengerjakan semua transmisi dengan investasi US$ 383 juta. Proyek PLN itu, di antaranya, PLTA Asahan 3 Sumatera Utara, PLTA Pump Storage Upper Ci­sokan, Jawa Barat, dan PLTP Hululais, Bengkulu. "Tiga ini sudah tahap konstruksi," katanya.

PLN mengaku tidak mengalami kesulitan dalam pembiayaan. Menurut Nasri, World Bank dan Japan International Cooperation Agency, misalnya, sudah berkomitmen mendanai sebagian proyek. Di antaranya, untuk proyek PLTA Asahan 3 berkapasitas 2 x 87 megawatt, Bank Dunia akan mengucurkan pinjaman US$ 340 juta. JICA akan mengucurkan US$ 700 juta untuk membiayai PLTA Pump Storage Upper Cisokan, yang berkapasitas 4 x 250 megawatt.

Dalam proyek PLN, selain tertarik pada pemanfaatan energi terbarukan, donor berani masuk karena proyek itu dijamin pemerintah. Nasri tidak membantah soal itu. Kendalanya, kata Nasri, lebih pada persoalan izin pembangunan dan lahan dari pemerintah daerah. Proyek Asahan 3, kata Nasri, masih terhambat izin gubernur karena kontraktor belum mengantongi analisis mengenai dampak lingkungan. "Seharusnya pembangkit ini beroperasi pada 2014, kemungkinan mundur setahun," katanya.

Kondisi lebih pelik dihadapi produsen listrik swasta. Dari hampir 70 pembangkit yang digarap, investasi yang dibutuhkan mencapai US$ 10 miliar. Dari jumlah itu, saat ini, tidak sampai sepuluh proyek yang dilirik investor. Misalnya, PLTP Atedei dan Sukaria di Nusa Tenggara Timur, PLTP Rajabasa di Lampung, dan PLTP Muaralaboh di Sumatera Barat.

Menurut Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia Abadi Purnomo, banyak alasan yang dikemukakan investor kenapa mereka belum mau masuk ke proyek swasta. Pertama, kondisi sosial lingkungan seperti yang terjadi di PLTP Bedugul. Investor, kata dia, juga membutuhkan kepastian hukum. Menurut Abadi, dalam Undang-Undang Kehutanan, eksplorasi panas bumi di hutan lindung dilarang karena masuk kategori pertambangan. Kategori pertambangan itu sendiri diatur Undang-Undang Panas Bumi.

Proyek swasta juga menuntut adanya jaminan pemerintah (comfort letter). Produsen swasta, ujar Abadi, juga meminta sejumlah insentif sehingga investor semakin tertarik masuk. Jika sejumlah alasan itu tidak direspons, kata Abadi, ia khawatir banyak proyek yang molor. Sedangkan targetnya semua pembangkit swasta ini mulai beroperasi pada 2014. "Paling separuhnya yang beroperasi," katanya.

Ketidakpastian izin pembangunan dan pengadaan lahan membuat salah satu produsen listrik swasta, PT Pertamina Geothermal Energy, cemas. Dalam kasus PLTP Bedugul, kata Adiatma, pihaknya telanjur dirugikan. PGE sudah mengeluarkan biaya pemeliharaan Rp 1,2 miliar. Bila proyek dihentikan, menurut dia, akan ada tuntutan dari investor asing yang sudah berinvestasi US$ 53,4 juta. Sebelumnya, PGE mengaku sudah membayar ganti rugi ratusan ribu dolar AS karena penghentian PLTP Dieng dan PLTP Karaha Bodas.

Anggota Komisi Energi DPR, Isma Yatun, menilai pemerintah tidak belajar dari molornya proyek 10 ribu megawatt tahap pertama. Apalagi, kata dia, tahap kedua ini melibatkan banyak pemangku kepentingan. Persoalan lahan seharusnya sudah diantisipasi sejak awal. Pemerintah juga tidak hanya menanggung proyek yang digarap PLN, tapi juga yang dikelola swasta. "Masak iya, harus jatuh ke lubang dua kali," katanya.


Sebaran Sumber Energi (megawatt)

  • Tenaga air (PLTA) 1.174
  • Gas (PLTG) 1.440
  • Batu bara (PLTU) 2.616
  • Panas bumi (PLTP) 4.733
  • Jawa 4.337
  • Luar Jawa 5.626

    Revisi Target

  • 2011: Kontrak pembiayaan tahap I
  • 2012: Kontrak pembiayaan tahap II, sebagian konstruksi
  • 2013: Kontrak pembiayaan tahap III, sebagian konstruksi
  • 2014: Kontrak pembiayaan tahap akhir, sebagian berproduksi
  • 2015: Sebagian pembangkit konstruksi, sebagian produksi
  • 2016: Semua pembangkit berpoduksi
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus