Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pembahasan amendemen UUD 1945 di MPR mandek.
Wacana perpanjangan masa jabatan presiden membuat sejumlah fraksi bersikap keras.
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengklaim PPHN masih diperlukan.
GRUP WhatsApp pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat lebih riuh sejak akhir Februari lalu. Sejumlah anggota grup berkirim tautan berita tentang wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Sebagian isinya menolak gagasan penundaan pemilihan umum ataupun perpanjangan masa jabatan presiden melalui amendemen UUD 1945.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua MPR dari Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, misalnya, mengirim berita yang menyatakan partainya menolak penundaan pemilihan umum. Anggota grup lain merespons dengan mengirim tautan berita yang isinya senada. “Sudah terbaca mayoritas sikap partai,” kata Arsul pada Kamis, 3 Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Percakapan di grup WhatsApp pimpinan MPR menghangat setelah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar mengusulkan pemilihan umum ditunda satu-dua tahun pada Rabu, 23 Februari lalu. Setelah itu, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan menyampaikan wacana serupa.
Sjarifuddin Hasan, Wakil Ketua MPR dari Partai Demokrat, mengatakan gagasan menunda pemilu atau menambah masa jabatan presiden tak bisa serta-merta diwujudkan. Penyebabnya, perubahan itu harus dilakukan melalui amendemen Undang-Undang Dasar 1945. Saat ini MPR tengah mengkaji rencana amendemen yang berisi Pokok-Pokok Haluan Negara atau PPHN.
Mantan Menteri Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah itu memperkirakan wacana perpanjangan masa jabatan presiden berdampak pada pembahasan amendemen UUD1945. Ia memastikan Demokrat akan keras menolak amendemen konstitusi karena bisa menjadi pintu masuk untuk mengubah pasal masa jabatan presiden. “Rawan ditunggangi,” ucap Sjarifuddin.
Wakil Ketua MPR dari Partai Keadilan Sejahtera, Hidayat Nur Wahid, menengarai kemungkinan serupa. Ia juga memastikan fraksinya akan menolak wacana tersebut. Penolakan juga disampaikan oleh Wakil Ketua MPR dari Dewan Perwakilan Daerah, Fadel Muhammad. “Sebaiknya tidak ada penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden,” ujarnya.
Usul memasukkan PPHN—pada masa Orde Baru bernama Garis-Garis Besar Haluan Negara—ke konstitusi telah diajukan kepada MPR periode 2014-2019. Pembahasannya tidak rampung dan dilimpahkan kepada MPR periode sekarang. Ketua MPR Bambang Soesatyo sebelumnya menargetkan amendemen rampung sebelum 2024.
Target menyelesaikan kajian MPR soal perlunya memasukkan PPHN pada 2021 juga meleset. Rapat pimpinan MPR pada Desember 2021 memutuskan penundaan pembahasan amendemen hingga kajian kelar. Bukan hanya soal rencana perpanjangan masa jabatan presiden, berbagai fraksi di MPR pun masih berbeda sikap soal PPHN.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, misalnya, mendukung amendemen untuk menguatkan peran MPR dalam menyusun PPHN. Sedangkan partai lain, seperti Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Golkar, menilai PPHN cukup diatur melalui undang-undang tanpa perlu mengubah amendemen. (Baca: Perdebatan Alot Amendemen UUD 1945 soal Pokok-Pokok Haluan Negara)
Namun Bambang Soesatyo agaknya berharap amendemen masih bisa berjalan. Dalam sambutannya di Rapat Pimpinan TNI-Polri di Cilangkap, Jakarta, Selasa, 1 Maret lalu, politikus Golkar itu menegaskan pentingnya PPHN untuk menyokong pembangunan. “Haluan negara bisa membuat pembangunan nasional kembali menemukan roh dan jati diri,” Bambang mengklaim.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah, Jimly Asshiddiqie, tak yakin amendemen UUD 1945 untuk mengakomodasi perpanjangan masa jabatan presiden bisa berjalan. Ia mencontohkan, rencana menghidupkan PPHN saja tak kunjung sukses. “Isu perpanjangan masa jabatan bakal membuat diskusi mandek,” kata Jimly.
BUDIARTI UTAMI PUTRI, RAYMUNDUS RIKANG, HUSSEIN ABRI DONGORAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo