TAK kurang dari 40 pejabat teras di lingkungan Pemda KMS
dimutasikan. Perinciannya begini. Tahap pertama awal Desember 15
Kepala Sub-Direktorat, dinas dan penanggung jawab proyek.
Menyusul pertengahan Januari, 25 pejabat. "Tak berhenti sampai
di sini", ucap Sekwilda KMS drs. Soedjatmono -- yang mewakili
Walikotamadya yang sedang mengikuti raker di Jakarta.
Mengapa besar-besaran? "Karena menyadari pentingnya unsur
manusia dalam suatu organisasi", tukas Soedjatmono. Hingga
menurut Soedjatmono, "takada hubungannya dengan soal senang atau
tidak senang".
Namun tak urung mengundang bisik-bisik pula di kalangan pejabat
teras. Bahwa, masalahnya berkaitan dengan posisi basah dan
kering dari jabatan-jabatan yang dimutasikan itu. Sampai-sampai
muncul ucapan kelakar seorang pejabat teras "mau bayar Rp 1
juta, asal ditempatkan di Dinas Tanah & Rumah". Tentu sang
pejabat menduga betapa basahnya dinas yang dimaksud. Hingga ada
pemeo "gunung pun bisa dibeli".
Tak berarti bahwa cuma dinas itu saja yang dilirik-lirik sembari
dag dig dug, begitu berita mutasi besar-besaran itu bocor ke
telinga mereka. "Sebaiknya mutasi itu tak usah disampaikan dulu"
ujar sumber TEMPO di KMS.
Semula memang begitu. Tapi 3 hari menjelang hari H hari
diumumkannya mutasi -- berita itu sudah ramai dibicarakan.
Padahal, konon hanya 3 pejabat yang paling tahu soal ini.
Yaitu: Walikotamadya, Sekwilda plus Ditsus. Bahkan bagian
personalia kabarnya "cuma mengadministrasikan hasil rumusan 3
pejabat", tutur sumber TEMPO pula.
Telinga Sekwilda
Ketegangan dan kegelisahan pun muncul. Bagi yang di pos kering,
tentu saja mengharapkan memperoleh kesempatan menduduki pos
basah. Sebaliknya yang di pos basah, khawatir diwajibkan
mengucapkan selamat tinggal pada kedudukannya. Sementara itu,
beberapa pejabat yang dianggap berprestasi menurut sumber TEMPO
"sulit mencari penggantinya yang seimbang tanpa menunggu
drop-dropan dari luar".
Bisik-bisik dan kegelisahan itu tampaknya sampai pula ke telinga
Sekwilda. Hingga pernah Sekwilda memperingatkan agar tak
terpancing dan memancing persoalan-persoalan yang tak perlu.
"Jangan gelisah dan membuat gelisah", kata Soedjatmono. Untuk
itu Soedjatmono meminta agar jangan menimbulkan
tafsiran-tafsiran pribadi yang dapat menimbulkan tersebarnya
keresahan di kalangan pegawai.
Belum diketahui pasti, apakah mutasi ini menimbulkan kelesuan di
kalangan pejabat-pejabat itu. Meski sumber TEMPO tadi melihat
"ada bekas Kepala Sub Direktorat sejak mutasi awal Desember lalu
belum kelihatan di posnya yang baru". Walaupun, kebetulan si
pejabat itu lagi menjalani cuti.
Yang terang, beberapa kalangan menilai mutasi besar-besar itu
ada kaitannya dengan peringatan keras Gubernur Soenandar tentang
tertib masyarakat dan aparat di KMS. Yang bagi Ka Humas KMS drs.
Alie Prayitno lebih aman tak memberi komentar. "Ah, itu cuma
mutasi biasa saja", kata Alie Prayitno. "Tujuannya menyegarkan
aparat".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini