Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Musim Panas di Fontainebleau

Dengan beasiswa Kamar Dagang Indonesia, Jusuf Kalla ikut kursus manajemen di Prancis. Menjadi salah satu alumnus yang dibanggakan.

29 Juni 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Henri-Claude de Bettignies berada di Singapura ketika di sebuah koran dia menemukan berita tentang Jusuf Kalla. Bekas muridnya di Institut Européen d’Administration des Affaires (INSEAD) itu terpilih menjadi Wakil Presiden Indonesia. Buru-buru dia berkemas dan terbang ke Jakarta.

Kalla ingat betul, De Bettignies muncul di ruang tamunya hanya dua hari setelah dia pindah ke rumah di Jalan Diponegoro. ”Dia tamu asing saya yang pertama setelah jadi wapres,” ceritanya kepada Tempo di atas pesawat Boeing Business Jet 737-700, yang tengah terbang menuju Denpasar dari Papua, Sabtu dua pekan lalu.

Pertemuan itu berlangsung singkat. De Bettignies menyampaikan rasa bangganya karena ada alumnus INSEAD yang menjadi wakil presiden.

Bersama 20-an eksekutif muda lainnya, Kalla mendapat beasiswa dari Kamar Dagang Indonesia untuk kursus management of change di INSEAD, Fontainebleau, Prancis. ”Semua biaya ditanggung, sekolahnya, asramanya,” kata Kalla. Rombongan itu dipimpin Soedjai Kartasasmita, kini Ketua Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia. Dari Makassar ikut juga pengusaha Syamsul Bahri.

Mereka tiba di Fontainebleau di ujung musim semi 1977. Udara Prancis mulai gerah. Meski terletak di tengah hutan, kota sekitar 60 kilometer di tenggara Paris itu tak pernah sepi. Maklum, panorama yang indah dan kekayaan sejarah menjadikan Fontainebleau salah satu tujuan wisata.

Di ujung kota satelit itulah kampus INSEAD berada, persis di depan Chateau de Fontainebleau—bekas istana paling megah di Prancis. Dari chateau itu, pada 1814, Napoleon Bonaparte berangkat menuju pengasingan di Elba, diantar lambaian tangan pengawalnya.

Rombongan pengusaha Indonesia itu tinggal di asrama mahasiswa, sebuah chateau, satu orang satu kamar. Setiap Jumat, beramai-ramai mereka ke Paris, menginap dua malam, baru kembali ke asrama Ahad sore. ”Kami masih muda waktu itu,” kata Kalla. Dia mengaku suka jalan-jalan keliling kota, mengunjungi tempat terkenal, nonton film, dan mencicipi makanan-makanan khas.

Menurut Soedjai, mereka lebih banyak belajar soal kepemimpinan dan manajemen. ”Programnya serius, meski cuma satu setengah bulan,” katanya. Ada sedikit teori, banyak bedah kasus dan diskusi. Setiap akhir pekan, peserta kursus diminta mewawancarai dua mahasiswa master of business administration (MBA). Hasilnya dijadikan bahan presentasi dalam diskusi pekan berikutnya.

De Bettignies, yang kala itu baru dua tahun menjadi profesor, mengajarkan etika, corporate social responsibility, manajemen sumber daya manusia, dan transformasi perusahaan.

Menurut Jero Wacik, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, alumnus INSEAD 1979, materi kuliah di institut bisnis terkemuka itu sebenarnya tidak terlalu istimewa. ”Saya pernah ikut pelatihan di Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung. Enggak beda jauh,” katanya.

”Yang membuat sekolah ini istimewa,” kata Jero, ”siswanya orang-orang pilihan.” Untuk program eksekutif, misalnya, INSEAD hanya menerima manajer atau direktur di perusahaan ternama. Kalla, misalnya, telah menjadi pengusaha sukses di Sulawesi ketika mendapat beasiswa dari Kamar Dagang.

Barangkali itu sebabnya institut pelopor pendidikan MBA di Eropa yang mengusung moto ”sekolah bisnis untuk dunia” ini punya segudang alumnus ternama. Di antaranya Pangeran Jean dari Luksemburg; Pangeran Friso dan Constantijn dari Belanda; bos Kodak, Antonio M. Perez; pemimpin L’Oreal, Lindsay Owen-Jones.

Toh, Kalla mengaku suka INSEAD. Dia terkesan dengan metode belajar praktis yang lebih banyak diisi diskusi dan bedah kasus.

Lima tahun lalu, setelah terpilih jadi wakil presiden, Kalla pun masuk daftar alumnus ”bintang” sekolah bisnis ternama itu. ”Sebenarnya itu kursus singkat saja. Tapi, karena ada ijazah, lalu orang cantumkan sebagai pendidikan,” katanya terbahak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus