Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah kru film tampak sibuk bekerja di sebuah rumah dua lantai di daerah Cilandak, Jumat pekan lalu. Seorang di antaranya berbicara dengan atasannya, Ezra Parasian Tampubolon, 33 tahun. Tim di bawah Ezra yang menjadi art director sebuah produksi film itu tengah membentuk sebuah set dapur untuk syuting sebuah film horor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada set dapur itu, Ezra menunjukkan sebuah desain gambar yang tertempel di dinding. Ia mengatakan set dapur itu akan dibentuk seperti dalam desain, termasuk wallpaper dan letak barang-barang di dapur. Ezra dan kawan-kawan sudah merampungkan 80 persen set dapur itu. Ia tinggal mengisi perabotan dapur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebagai penata artistik, saya bertanggung jawab mewujudkan ruang setting yang memvisualkan apa yang ditulis di dalam skenario," kata Ezra.
Ezra dan belasan pekerja film di ruangan itu merupakan bagian dari industri film nasional yang kini tengah tumbuh subur. Produksi film terus melesat. Tahun lalu saja ada 117 film yang ditayangkan di bioskop. Tahun ini, sampai Agustus, sudah ada 92 film yang ditayangkan.
Jumlah penonton juga kian banyak. Film apa saja, dari genre horor yang laris, thriller, sampai komedi, dilahap. Film Pengabdi Setan dan Warkop DKI Reborn: Jangkrik Bos Part 2, yang beredar tahun lalu, misalnya, masing-masing ditonton oleh 4 juta orang. Sayangnya, "panen raya" film Indonesia itu belum diiringi dengan pertambahan jumlah kru dan pemain film.
Sutradara Joko Anwar pernah mencuit di akun Twitter bahwa saat ini jumlah kru, aktor, ataupun aktris di industri film Indonesia tidak mencukupi untuk produksi film yang semakin meningkat tiap tahun. Joko memberikan ilustrasi, pada 2018 diperkirakan bakal ada 150 film yang diproduksi. Artinya, dalam sebulan ada rata-rata 12 film diproduksi. Jika rata-rata produksi satu film membutuhkan 120 orang kru, berarti kru yang dibutuhkan dalam sebulan adalah 1.400 orang. Adapun menurut data Asosiasi Produser Film Indonesia, jumlah kru film saat ini tak sampai separuhnya.
Jumlah yang timpang itu mengakibatkan para produser kesulitan mencari kru, seperti penata kamera, penata artistik, termasuk para aktor. Kekurangan kru menjadi makin bermasalah karena pada akhirnya mereka yang tak memiliki cukup kemampuan terpaksa dipekerjakan.
"Ini waktu yang tepat untuk berkecimpung di industri film," kata Joko. Hanya, ia meminta agar mereka yang ingin berkecimpung di dunia film membekali diri dengan kemampuan dan pengetahuan di bidangnya. Miskinnya pengetahuan dan keterampilan justru bakal menambah masalah di industri film.
Ketua Umum Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi), Fauzan Zidni, mengatakan penyerapan kru dan pemain film sudah melampaui kapasitas. Ia menuturkan para produser harus bersiasat jika tak mendapatkan kru yang diinginkan, yaitu terpaksa bekerja sama dengan siapa saja pekerja yang tersedia, meski kadang orang tersebut tidak kompeten.
Fauzan menyatakan, jika mesti menunggu orang yang kompeten tersedia, ada risiko kehilangan momentum karena jadwal produksi sudah ditetapkan. "Jadi, talent atau kru mesti harus siap dikarbit dan hasilnya tergantung kesiapan mereka di titik itu," kata Fauzan, Jumat pekan lalu.
Menurut Ezra, banyak sekali art director baru saat ini. Namun beberapa di antara mereka belum memiliki kualitas sebagai art director. Ia mencontohkan orang dengan kualitas property master, kemudian dinaikkan jabatannya dalam satu produksi menjadi art director. Property master merupakan salah satu bagian dalam penata artistik yang dikomandoi oleh seorang art director. Di departemen penata artistik juga terdapat asisten art director, property buyer, property maker, set dresser, set builder, dan juga art finance.
Ezra menjelaskan, ia setidaknya memerlukan waktu dua pekan untuk membuat set sebuah syuting film. Sebelum membuat set, ia akan mempelajari skenario film itu lebih dulu. Ia juga mengatakan seorang art director perlu memiliki kemampuan analisis karakter dengan cara bertanya kepada sutradara dan penulis skenario. "Itu yang akan membangun roh dari setnya."
Ezra merupakan lulusan Fakultas Film dan TV Institut Kesenian Jakarta pada 2003 dengan minat penata artistik. Ia memilih program studi ini karena sering membantu seniornya membuat film di bagian artistik. Ia kemudian mulai terjun ke produksi sebagai penata artistik pada 2004 dengan menjadi set dresser dan property master lebih dulu.
Sejak lulus pada 2010, ia mulai mencari pekerjaan sebagai art director. Pada 2012, ia mendapat kesempatan terlibat dalam produksi film Tanah Surga…, Katanya. Film itu diganjar penghargaan Film Terbaik dari Festival Film Indonesia 2012. Ezra juga meraih Piala Citra untuk film itu sebagai Pengarah Artistik Terbaik. Proyek terbarunya adalah film Si Doel the Movie, yang mengharuskannya ikut syuting di Belanda.
Dalam setahun, Ezra biasanya mendapat satu proyek film layar lebar. Ia enggan menyebutkan kisaran penghasilannya dalam satu produksi film. "Cukuplah untuk menghidupi keluarga," kata dia. "Tapi memang angka yang dihasilkan dari satu produksi harusnya sangat menjanjikan (untuk profesi ini)."
Profesi art director erat kaitannya dengan director of photography atau sinematografer. Setelah set selesai dibangun, sinematografer akan menangkap gambar di set dengan konsep melukis dengan cahaya. Salah satu pelaku di bidang itu adalah Anggi Frisca, 34 tahun. Di lokasi syuting, kata Anggi, sinematografer sering berdiskusi dengan art director tentang warna yang tepat untuk gambar adegan.
Anggi mengatakan sinematografer berpatokan pada skenario, namun juga berhak menyampaikan usul ke sutradara. Sebelum memberikan usul, biasanya ia akan berbincang lebih dulu dengan art director. "Perubahan mendadak dari skenario harus hati-hati, karena terkait set, tata lampu, juga kamera," katanya di Bandung, Selasa lalu.
Menurut Anggi, sinematografer tak hanya menguasai teknik pengambilan gambar, tapi juga konsep besar sebuah film. Tugas utamanya mengalirkan keinginan sutradara sesuai dengan skenario, sekaligus membuat gambar film bisa mempengaruhi penonton dari awal sampai akhir.
Anggi biasanya memiliki lima anggota tim bagian penata lampu, lalu juga ada pekerja key grip yang bertanggung jawab atas keamanan kamera ketika dipakai dalam berbagai kondisi, misalnya membuat tali panjat sebagai pengganti crane untuk kamera. Ada juga asisten yang membantunya, misalnya mencatat semua proses dan teknik di lapangan.
Anggi juga lulusan Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta pada 2007. Anggi tidak serta-merta menjadi sinematografer. Ia memulai kariernya dari mencicipi banyak posisi di bagian penata kamera. Mulai dari lighting man, camera report, asisten sinematografer kedua, hingga menjadi asisten sinematografer pertama.
Berbagai produksi film pernah dikerjakannya. Tahun lalu, ia terlibat dalam produksi sejumlah film, di antaranya Sekala Niskala dan Night Bus. Film Sekala Niskala mendapat apresiasi yang bagus di luar negeri. Anggi pun meraih penghargaan Best Cinematography dalam Malaysian Golden Globe Award 2018. Film Night Bus juga menjadi Film Terbaik di Festival Film Indonesia 2017. Anggi masuk nominasi sebagai Pengarah Sinematografi Terbaik di perhelatan itu.
Anggi menyatakan kisaran penghasilan seorang sinematografer di Indonesia mencapai Rp 250-300 juta per satu produksi film. Nilai itu ditentukan oleh jenis film dan lama kontrak kerja. Namun angka itu bukan untuk dirinya seorang, melainkan dibagi dengan orang-orang yang membantunya.
Anggi menilai ekosistem industri film masih belum baik. Misalnya, sinematografer yang berusia 50 tahun atau lebih masih belum terfasilitasi. Padahal, di luar negeri, para sinematografer senior mendapat tempat untuk berkreasi di industri film. Begitu pun soal asuransi, meski mendapat asuransi selama bekerja sesuai dengan kontrak, para pekerja film belum bisa mendapatkan asuransi yang bisa menopang hidupnya setelah pensiun.
Selain merekam adegan, sinematografer bertugas pada tahapan pasca-produksi. Setelah editing selesai, Anggi akan melakukan penyelarasan warna atau colour grading. Pada tahap ini, ia akan menyempurnakan mood, warna, dan intensitas pada gambar. Namun, sebelum masuk ke tahap itu, seorang penyunting gambar atau editor harus menyelesaikan pekerjaannya lebih dulu. Salah satu editor yang cukup dikenal di perfilman Indonesia adalah Kelvin Nugroho.
Kelvin, 34 tahun, merupakan editor yang pernah meraih Piala Citra sebagai Penyunting Gambar Terbaik pada 2017 lewat film Night Bus. Ia sudah mulai menyunting film sejak 2005, kala berkuliah di Fakultas Film dan TV IKJ. Saat itu ia menyunting film pendek dan dokumenter yang dikerjakan teman-temannya, lalu menjadi asisten editor senior. Barulah pada 2010 ia menjadi editor profesional dengan film layar lebar pertamanya berjudul Sagarmatha yang dibintangi Nadine Chandrawinata.
Kelvin menjelaskan, pekerjaan seorang editor tidak hanya merangkai gambar setelah syuting selesai. Ia mengatakan, semenjak saat skenario jadi, editor sudah mulai membedah skenario itu. Ia juga akan dilibatkan dalam script conference di mana tiap adegan film itu akan dibahas. "Itu penting buat saya, karena kalau sudah syuting, itu urusan orang produksi," katanya, Senin lalu.
Menurut Kelvin, saat proses syuting dimulai, biasanya tim produksi akan mencicil mengirim materi kepada tim penyunting gambar. Setelah itu, asisten editor akan menggabungkan tiap shot yang diambil pada saat syuting. Setelah itu, barulah dirinya menyunting gambar.
Kelvin menyunting gambar dengan menyusun efek drama dan emosi dari film itu, lalu juga memasukkan efek suara dan musik. Setelahnya, sutradara akan melihat hasil kerja editor dan akan ada sejumlah revisi.
Soal tim, kata Kelvin, paling sedikit terdapat dua orang, yaitu editor dan asistennya. Biasanya dalam satu film, target standar untuk penyuntingan gambar adalah tiga bulan, meski tidak tertutup kemungkinan ia diminta menyelesaikannya dalam waktu sebulan. Itu tergantung perjanjian dengan pihak produser di awal kerja sama.
Kelvin berujar, kenikmatan seorang editor adalah bisa menjadi orang pertama yang menonton sebuah film, lalu juga bisa mewujudkan cerita yang tertulis di skenario menjadi sebuah sajian visual yang memukau penonton. Terlebih saat emosi penonton dapat terbawa oleh film itu.
Dalam setahun, Kelvin terlibat dalam tiga-empat produksi film. Film-film yang pernah disunting gambarnya oleh Kelvin di antaranya adalah Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak dan Turah. Ia mengungkapkan kisaran penghasilan seorang editor di Indonesia dalam satu proyek film adalah Rp 40-120 juta. Angka itu belum dipotong untuk gaji asisten dan biaya sewa alat.
Salah satu profesi di bidang film yang bertugas merekrut kru seperti Kelvin, Anggi, dan Ezra adalah line producer. Salah seorang yang berkecimpung di bidang ini adalah Age A. Maulana, 38 tahun. Ia mulai terjun di dunia film pada 2001, meski tidak langsung sebagai line producer. Sebelumnya, ia pernah menjadi personal assistant dan manajer lokasi.
Age mengatakan line producer bertugas membantu produser, misalnya merancang ongkos produksi, membuat jadwal, mengelola dana produksi dan membuat laporannya, serta menyiapkan akomodasi sampai ke katering dan peralatan. Ia merasa jejaring yang dimiliki line producer harus kuat karena sangat dibutuhkan dalam memilih kru, alat, termasuk katering untuk konsumsi.
Berbeda dengan yang lain, Age bukanlah lulusan sekolah film. Semua pengetahuannya didapat dari pengalamannya bekerja di produksi film selama ini. Ia juga pernah mengikuti kelas pelatihan produksi yang diadakan oleh Tino Saroenggalo (almarhum).
Dalam setahun, Age rata-rata terlibat dalam dua produksi layar lebar. Tahun lalu, ia terlibat dalam produksi film Petak Umpet Minako dan Night Bus. Age merasa profesi di bidang film cukup menjanjikan untuk masa depan. Ia mengungkapkan, rata-rata penghasilan seorang line producer berkisar Rp 30 juta per bulan.
Dengan pendapatan menjanjikan dan produksi film yang terus meningkat, tak mengherankan jika para pekerja film itu berlimpah tawaran. Beberapa tahun ini bahkan menjadi musim panen mereka. "Buat yang mau masuk industri film Indonesia sebagai kru, sekaranglah saatnya karena sedang sangat dibutuhkan," kata Joko Anwar. ANWAR SISWADI | DIKO OKTARA
Profesi yang Makin Diminati
Jumlah pekerja di bidang film ditengarai tidak sebanding dengan angka produksi yang terus meningkat. Menurut data Badan Perfilman Indonesia (BPI), jumlah pekerja film di Indonesia saat ini 6.877 orang. Data itu didapat dari berbagai asosiasi profesi di bidang film, dan mereka tengah mengecek ulang adanya potensi keanggotaan ganda di dalamnya. Berikut ini rincian jumlah pekerja film dari asosiasi-asosiasi yang ada.
- Asosiasi Casting Indonesia (ACI), 32 anggota
- Indonesian Motion Picture Audio Association (IMPAct), 60 anggota
- Indonesian Film Editors, 20 anggota
- Perkumpulan Artis Film Indonesia (Pafindo), 98 anggota
- Perkumpulan Penulis Skenario dan Sutradara Film Indonesia (PPSSI), 20 anggota
- Asosiasi Industri Animasi (Ainaki), 60 anggota
- Sinematografer Indonesia (SI), 50 anggota
- Rumah Aktor Indonesia (RAI), 50 anggota
- Penulis Indonesia untuk Layar Lebar (Pilar), 64 anggota
- Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi), 374 anggota
- Gabungan Artis Seni Aksi (GASA), 65 anggota
- Asosiasi Pelaku Suara Profesional Indonesia (APSPI), 100 anggota
- Indonesian Film Director Club (IFDC), 30 anggota
- Persatuan Karyawan Film dan Televisi (KFT), 5.564
- Persatuan Artis Film Indonesia 1956 (Parfi 56), 150 anggota
- Perkumpulan Artis Sinema Indonesia (Parsi), 50 anggota
- Pelaku Suara Profesional, 55 anggota
- Indonesian Production Designer (IPD), 20 anggota
- Penulis Skenario (Pilar), 15 anggota
Total: 6.877 orang
Jumlah film yang tayang di bioskop beberapa tahun terakhir juga meningkat. Perlu diketahui, sampai 31 Januari 2018 sudah ada 150 judul film yang mendaftar untuk tayang pada 2018. Berikut ini data total film yang tayang selama beberapa tahun terakhir.
- 2015: 121 film
- 2016: 124 film
- 2017: 117 film
- 2018 (sampai Agustus): 92 film
Kenaikan jumlah film yang tayang di bioskop juga diiringi kenaikan jumlah penonton film Indonesia:
- 2016: 37,2 juta penonton
- 2017: 42,7 juta penonton
Para pelaku industri film merasa idealnya para pekerja bidang ini merupakan lulusan sekolah film. Angka peminat sekolah film pun meningkat. Di Institut Kesenian Jakarta, misalnya, yang menjadi kawah candradimuka dunia film, jumlah mahasiswa baru terus bergerak naik.
Strata I
- 2015/2016: 155 orang lolos seleksi dan mendaftar ulang
- 2016/2017: 179 orang lolos seleksi dan mendaftar ulang
- 2017/2018: 217 orang lolos seleksi dan mendaftar ulang, 33 orang di antaranya penerima beasiswa unggulan Biro Perencanaan Kerja Sama Luar Negeri Kemdikbud
Diploma III
- 2015/2016: 19 orang lolos seleksi dan mendaftar ulang
- 2016/2017: 35 orang lolos seleksi dan mendaftar ulang
- 2017/2018: 33 orang lolos seleksi dan mendaftar ulang,
SUMBER: BADAN PERFILMAN INDONESIA | APROFI | FFTV IKJ | FILMINDONESIA.OR.ID | DIKO OKTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo