Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IKLAN kampanye Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tentang tumpeng nasi kuning menjadi bulan-bulanan di media sosial begitu tayang di televisi. Tema nasionalisme pangan yang diusung partai itu dianggap tak sesuai dengan keputusan menjual sejumlah aset negara ketika Ketua Umum Megawati Soekarnoputri menjadi presiden pada 2001-2004.
"Kami juga sedang kaget karena muncul serangan baru," kata Iman Brotoseno, juru kampanye partai itu di media sosial, Rabu pekan lalu.
Pukulan baru itu berhubungan dengan sepatu Nike yang dikenakan Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP Puan Maharani. Putri Megawati itu mengenakannya ketika berkampanye di Medan pada pertengahan Maret lalu. Pemakaian sepatu merek luar negeri itu dicibir tidak nasionalis, yang lagi-lagi bertentangan dengan jargon kampanye.
Menurut Iman, jawaban terhadap tuduhan itu sangat mudah. Menurut dia, pabrik sepatu Nike berada di Tangerang, Banten, yang mempekerjakan banyak tenaga orang Indonesia. "Maka menggunakan sepatu itu justru menghidupi bangsa sendiri," ia mengklaim.
Mendekati waktu pemungutan suara 9 April, jargon partai-partai semakin deras mengalir. Kampanye yang melibatkan massa besar digelar di berbagai kota. Di Jakarta, setidaknya dua partai telah berkampanye di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, yang berkapasitas 80 ribu orang. Partai Keadilan Sejahtera mengklaim telah "memutihkan Jakarta" dengan memenuhi stadion itu tiga pekan lalu. Sepekan kemudian, Partai Gerakan Indonesia Raya melakukan kegiatan serupa. Ketua Dewan Pembina Prabowo Subianto berbusana layaknya Sukarno, dilengkapi keris, dan menunggang kuda.
Para peserta pemilihan umum juga berjejalan di layar televisi, dengan memasang aneka reklame. Menurut sejumlah jajak pendapat, media penyiaran itu merupakan sumber informasi utama bagi pemilih untuk mengetahui suatu partai. Tak aneh, hampir semua partai memasang iklannya di media ini. Politikus pemilik stasiun televisi pun kerap memajang reklame di media miliknya.
Di dunia maya, saling serang antar-pendukung partai pun memuncak. Antara lain dengan munculnya video dan foto Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang bepergian menggunakan jet pribadi ke Maladewa bersama koleganya, Aziz Syamsuddin, serta Marcella dan Olivia Zalianty.
Karena media sosial dianggap cukup efektif menggaet suara, sejumlah partai menyewa juru propaganda alias buzzer. Iman merupakan juru propaganda yang direkrut Partai Banteng. Ia bekerja di bawah Puan Maharani, dan kemudian mengajak pemilik akun Twitter dan komunitas blogger yang pengikutnya di atas 2.000 orang.
Menurut Iman, pemilih di jejaring sosial terlalu banyak untuk ditinggalkan. Sekitar 40 juta pemilih muda yang apolitis ada di sana. Menjaring pemilih di dunia maya juga dinilai lebih efektif ketimbang kampanye di alun-alun. Kampanye terbuka maksimal melibatkan 10 ribu orang. Sedangkan 10-15 buzzer bisa menjangkau 1,5 juta akun Twitter. "Biasanya di-retweet sebanyak 3,5 juta kali," kata blogger ini.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah mengakui para pendukung partainya terlibat perang propaganda di dunia maya. "Sporadis saja. Hal biasa dalam dunia politik," ujar calon anggota legislatif dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat ini.
Juru kampanye media online Gerindra, Noudhy Valdryno, menyebutkan juru propaganda resmi partainya tak pernah menyerang lawan politik. Serangan, kata dia, dilakukan oleh "simpatisan yang bergerak sporadis". Ia mengklaim timnya tak pernah melakukan serangan balik jika diserang juru propaganda partai lain. "Kalau suatu isu menjadi trending topic di Twitter, baru kami mengeluarkan rilis resmi," tuturnya.
Partai Golkar menganggap kampanye di dunia maya tak efektif. Meski dengan biaya lebih banyak, promosi via iklan di televisi dianggap mampu mempengaruhi pemilih. Menurut Ketua Media Center Golkar Erwin Aksa, kekuatan tema iklan menjadi yang utama di samping penayangannya. Itu sebabnya Golkar kembali mengangkat romantisisme "kesejahteraan" Orde Baru.
Menurut Erwin, penguasa Orde Baru (Soeharto) dicitrakan sebagai simbol kesejahteraan dan pendekatan keamanan. "Bukan titik lemah Orde Baru yang ditonjolkan," ujar putra bos Grup Bosowa, Aksa Mahmud, ini. Pemujaan terhadap Soeharto hanya digunakan untuk menarik pemilih usia lanjut di pedesaan. Untuk pemilih muda di daerah pinggiran, Golkar merangsek dengan iklan dangdut. Ada pula tema kepahlawanan yang khusus buat perawat, guru, dan keluarga tentara atau polisi.
Partai Demokrat juga menjual citra "keberhasilan masa lalu", yaitu periode kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2014. Popularitas Yudhoyono jauh di atas Partai Demokrat. "Tak bisa dimungkiri, figur SBY masih diterima publik. Sayang, dia tak bisa mencalonkan diri lagi," kata juru bicara Demokrat, Rachland Nashidik. Maka baliho, poster, dan iklan Demokrat tetap menampilkan Yudhoyono sebagai jualan utama.
Rachland menuturkan, Yudhoyono aktif merangkul pengurus dan kader di daerah. "Mereka rutin diundang ke Cikeas." Siasat lain adalah menempatkan kader-kader senior di nomor jadi dalam daftar calon anggota legislatif. Sedangkan kader muda ditempatkan di nomor bawah untuk membuktikan kualitasnya.
Permainan citra menjadi andalan dalam kampanye. Partai Gerindra memainkan persepsi pemimpin tegas pada Prabowo Subianto melalui iklan di televisi. "Hanya 0,1 persen respons dalam survei kami yang ingin Prabowo diusut dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia," ujar Ketua Umum Gerindra Suhardi.
Selain merekrut aktivis dunia maya, PDI Perjuangan memilih slogan "Indonesia Hebat" untuk berkampanye. Slogan ini merupakan hasil survei kualitatif untuk mencari kalimat yang "sederhana, cerdas, dan menarik". "Tak akan ada tagline narsis semacam 'Coblos Moncong Putih'," kata Irfan Asy'ari Sudirman, Direktur Eksekutif Fastcomm, konsultan komunikasi PDIP. Untuk pemilih tradisional atau loyalis PDIP, menurut Irfan, yang akrab dipanggil Ipang, disiapkan tema khusus semacam "Mboten Korupsi Mboten Ngapusi."
Strategi di lapangan juga disiapkan. Menurut Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu Bambang Wuryanto, Megawati dan Puan kebagian kampanye di kantong-kantong partai ini. Di lumbung partai pesaing, diturunkan Gubernur Joko Widodo, yang telah diumumkan sebagai calon presiden dari PDIP. "Jokowi terutama diturunkan di kantong-kantong suara Demokrat," ujar Bambang.
Ideologi Islam pun perlu dibungkus. Dalam kampanye kali ini, iklan-iklan Partai Keadilan Sejahtera tak selalu menampilkan simbol Islam, seperti wanita berjilbab. "Islam yang penting baca syahadat, bukan pakai kerudung," kata Sekretaris Jenderal PKS Taufik Ridho.
Aneka permak wajah itu memakan biaya besar. PDIP menyiapkan setidaknya Rp 400 miliar untuk seluruh tahapan kampanye hingga biaya saksi pada saat pemungutan suara. Biaya iklan dan juru propaganda PDIP, menurut Ipang, diperkirakan Rp 40 miliar. "Itu sudah termasuk biaya penayangan di stasiun televisi," ujarnya. Biaya penayangan iklan Rp 20-30 juta per spot dengan durasi 30 detik.
Ipang mematok angka Rp 300 juta per bulan untuk Fastcomm, sejak September 2013 sampai pemilu legislatif berakhir pada April nanti. Tapi ia tak menerima bayaran sebagai pribadi seperti lazimnya ketika menggarap proyek serupa. Sedangkan Iman Brotoseno merahasiakan nilai kontraknya dengan PDIP, yang telah dilakukan sejak September tahun lalu.
Rachland menyebutkan jumlah yang sama untuk pembiayaan kampanye Partai Demokrat. "Total bisa Rp 400 miliar untuk pemilu legislatif," ujarnya.
Erwin Aksa mengatakan Golkar menghabiskan Rp 40 miliar untuk biaya pemasangan iklan di televisi. Untuk produksi materi iklan, Erwin menuturkan, Golkar tak mengeluarkan uang sepeser pun. Anggaran yang seharusnya Rp 6-10 miliar bisa dipotong dengan memanfaatkan ahli dari lingkup internal partai. "Kami punya tim yang kompeten di bawah Rizal," katanya menyebut Ketua Pengurus Pusat Golkar Rizal Mallarangeng.
Materi-materi iklan yang kini muncul diambil dari kunjungan Aburizal ke daerah sejak dua tahun lalu. Pengaturan acara dan jumlah peserta yang hadir disesuaikan dengan kebutuhan pengambilan video untuk dokumentasi sekaligus materi iklan. Nukilan-nukilan video lantas dipadukan berdasarkan tema iklan yang telah ditentukan tim.
Memasuki masa kampanye, menurut Erwin, Golkar tinggal menambah frekuensi pemasangan iklan. Ia pun mengungkapkan bahwa iklan terutama dipasang di acara-acara hiburan televisi yang digandrungi banyak penonton.
Musim permak partai memutar uang dalam jumlah jumbo.
Jobpie Sugiharto, Muhammad Muhyiddin, Rusman Paraqbueq, Agustina Widiarsi, Bunga Manggiasih
Demi Massa
KAMPANYE politik memerlukan biaya sangat besar. Satu acara dengan pengerahan massa memerlukan Rp 1,5-2 miliar. Untuk kampanye di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Selatan, bahkan perlu belasan miliar. Selain untuk sewa artis penghibur, duit besar diperlukan buat menyewa bus-bus penjemput plus "upah" bagi massa yang datang.
Ada 545.647 tempat pemungutan suara di seluruh Indonesia. Jika menaruh saksi di semua tempat dan memberikan imbalan Rp 100 ribu per orang, satu partai perlu menyediakan sekitar Rp 55 miliar. Sejumlah partai telah melaporkan keuangannya ke Komisi Pemilihan Umum pada akhir Februari lalu. Umumnya berbentuk "gelondongan", tidak detail.
Partai Nasional Demokrat
+ Penerimaan
Kas: Rp 550 juta
Partai: Rp 2,64 miliar
Calon legislator: Rp 75,7 miliar
- Pengeluaran:
Kegiatan lain: Rp 78,83 miliar
Saldo: Rp 65 juta
Partai Kebangkitan Bangsa
+ Penerimaan
Kas: Rp 15,58 miliar
Partai: Rp 45 miliar
Calon legislator: Rp 100,96 miliar
- Pengeluaran
Tatap muka: Rp 6,2 juta
Media: Rp 29,83 miliar
Bahan kampanye: Rp 2,15 miliar
Rapat umum: Rp 56 juta
Kegiatan lain: Rp 22,5 juta
Saldo: Rp 15,58 miliar
Partai Keadilan Sejahtera
+ Penerimaan
Kas: Rp 982 juta
Partai: Rp 2 miliar
Calon legislator: Rp 77,27 miliar
Perorangan: Rp 2,1 miliar
- Pengeluaran
Pertemuan terbatas: Rp 11,87 miliar
Tatap muka: Rp 521 juta
Kegiatan lain: Rp 66,1 miliar
Saldo: Rp 3,86 miliar
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
+ Penerimaan
Kas: Rp 9,09 miliar
Partai: Rp 12 miliar
Calon legislator: Rp 181,52 miliar
Perorangan: Rp 40 juta
Organisasi: Rp 7,16 miliar
Badan usaha: Rp 5 miliar
- Pengeluaran:
Operasional: Rp 25,70 miliar
Lain-lain: Rp 181,34 miliar
Saldo: Rp 4,58 miliar
Partai Golkar
+ Penerimaan
Kas: Rp 2 juta
Partai: Rp 2 miliar
Calon legislator: Rp 73 miliar
- Pengeluaran
Kegiatan lain: Rp 73 miliar
Saldo: Rp 2 miliar
Partai Gerakan Indonesia Raya
+ Penerimaan
Kas: Rp 2 juta
Calon legislator: Rp 210,69 miliar
- Pengeluaran
Kegiatan lain: Rp 210,69 miliar
Belanja modal: Rp 1,26 juta
Saldo: Rp 740 ribu
Partai Demokrat
+ Penerimaan
Kas: Rp 220 juta
Partai: Rp 15 juta
Calon legislator: Rp 267,86 miliar
Perorangan: Rp 5 juta
- Pengeluaran
Kegiatan lain: Rp 267,86 miliar
Saldo: Rp 239,41 juta
Partai Amanat Nasional
+ Penerimaan
Kas: Rp 5 juta
Partai: Rp 38,93 juta
Calon legislator: Rp 132,58 miliar
Perorangan: Rp 425 juta
Badan usaha: Rp 9,18 miliar
- Pengeluaran
Rapat terbatas: Rp 60,41 miliar
Tatap muka: Rp 8,46 miliar
Media: Rp 362 juta
Bahan kampanye: Rp 36,62 juta
Alat peraga: Rp 15,19 miliar
Kegiatan lain: Rp 9,87 miliar
Partai Persatuan Pembangunan
+ Penerimaan
Kas: Rp 5 juta
Partai: Rp 2,81 miliar
Calon legislator: Rp 49,11 miliar
Organisasi: Rp 1,6 miliar
Giro: Rp 6,54 juta
- Pengeluaran
Kegiatan lain: Rp 49,11 miliar
Saldo: Rp 4,42 miliar
Partai Hati Nurani Rakyat
+ Penerimaan
Kas: Rp 4,64 miliar
Partai: Rp 15,67 miliar
Calon legislator: Rp 85,57 miliar
Perorangan: Rp 3,48 miliar
- Pengeluaran
Pertemuan terbatas: Rp 982,67 juta
Media: Rp 250 juta
Bahan kampanye: Rp 12,04 miliar
Alat peraga: Rp 70,5 juta
Kegiatan lain: Rp 1,99 M
Kepentingan calon legislator: Rp 85,57 miliar
Saldo: Rp 7,15 miliar
Partai Bulan Bintang
+ Penerimaan
Kas: Rp 311,48 juta
Partai: Rp 629,59 juta
Calon legislator: Rp 17,78 miliar
- Pengeluaran
Pertemuan terbatas: Rp 60 juta
Tatap muka: Rp 3 juta
Media: Rp 39,81 juta
Alat peraga: Rp 5 juta
Kegiatan lain: Rp 17,83 miliar
Bendera: Rp 242,25 juta
Saldo: Rp 261,48 juta
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
+ Penerimaan
Kas: Rp 1,28 miliar
- Pengeluaran
Saldo: Rp 1,28 miliar
Rencana pengeluaran
Saksi: Diserahkan ke calon legislator
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo