Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERBEDAAN tim Partai Demokrat kali ini dibandingkan dengan dua pemilihan umum sebelumnya adalah tim pemenangan yang ramping. Pada dua pemilihan sebelumnya, partai yang berdiri sejak 2003 itu disokong banyak tim tak resmi, sedangkan kali ini hanya mengandalkan badan pemenangan pemilihan umum di pusat dan daerah.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketua umum partai tetap menjadi andalan untuk menarik dukungan dalam masa kampanye yang berakhir pekan ini. Adapun tim pemenangan yang berhimpun dalam badan pemenangan pemilihan dipimpin Menteri Koperasi Syariefuddin Hasan. Ia dibantu tujuh ketua tim pemenangan tingkat provinsi—semuanya pengurus partai. "Saya tak mendengar ada tim ini tim itu. Kami bahkan tak punya konsultan politik," ujar Rachland Nashidik, juru bicara Partai Demokrat, pekan lalu.
Menurut Rachland, Yudhoyono rutin memanggil calon legislator Demokrat—untuk membekali mereka dengan informasi tentang keberhasilan pemerintahan yang dipimpin Yudhoyono dalam sepuluh tahun terakhir. Karena itu, kini muncul baliho besar bergambar Yudhoyono dengan kalimat "Beri Bukti Bukan Janji!".
Keputusan menerjunkan Yudhoyono sebagai juru kampanye utama dibicarakan sebulan lalu. Awalnya, kata Rachland, Yudhoyono meminta para petinggi partai menghadang kampanye negatif terhadap Demokrat, yang dicap sebagai partai korup. Sepanjang 2010-2013, partai ini dikoyak pelbagai kasus korupsi yang melibatkan elitenya. Akibatnya, elektabilitas Demokrat anjlok. Dari 20 persen perolehan suara pada Pemilu 2009, partai ini diperkirakan hanya memperoleh 7 persen tahun ini. "Menurut kami, problem Demokrat adalah SBY tak bisa mencalonkan diri lagi sebagai presiden," ujar Rachland.
Upaya menangguk suara riil di lapangan disiasati sejak awal dengan menempatkan calon legislator inkumben dan punya pengikut di urutan atas. Yudhoyono tak mau berjudi dengan calon-calon legislator baru meski mereka tokoh terkenal. Merekalah yang berkampanye untuk mencapai target dua digit rasio pemilih.
Ini berbeda dengan Pemilihan Umum 2004. Figur Yudhoyono yang dicitrakan "dizalimi" Megawati karena dipecat sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan menjadikannya calon presiden paling populer. Keterkenalan itu membuat Demokrat ikut terkerek. Sebagai tentara, Yudhoyono juga disokong banyak jenderal untuk menggarap pemilih. Pada Pemilu 2009, setelah Yudhoyono lima tahun berkuasa, Partai Demokrat memenangi perolehan suara.
Selain oleh tim kampanye resmi yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum, Yudhoyono ditopang oleh banyak tim bayangan yang beroperasi ke pelosok-pelosok Indonesia pada pemilihan 2004. Yang terutama adalah Tim Sekoci, dengan anggota pensiunan jenderal kakak angkatan Yudhoyono di Akademi Militer. Jenderal-jenderal ini bekerja di luar struktur partai dengan pergerakan yang masif dan tak kasatmata. "Anggota sipil yang bukan pengusaha cuma saya," kata Yahya Ombara, mantan sekretaris penggalangan massa Tim Sekoci.
Ombara juga bergabung dalam tim resmi karena partainya, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, berkoalisi dengan Demokrat dan Partai Bulan Bintang mencalonkan Yudhoyono-Jusuf Kalla pada 2004. Pemilik harian Yogya Post ini juga sudah lama berkawan dengan Yudhoyono. Ia tetap bergabung dalam tim ketika lima tahun kemudian Yudhoyono menggandeng Gubernur Bank Indonesia Boediono sebagai wakilnya.
Tim Sekoci juga dihidupkan lagi. Menjelang pemilihan legislatif 9 April 2009, ada tambahan Tim Delta, Echo, dan Foxtrot. Tim Echo berisi teman-teman seangkatan Yudhoyono di Akademi Militer 1973. Tim Delta, yang juga banyak diisi pensiunan tentara, mengurusi logistik pemilihan umum untuk Demokrat. Adapun Foxtrot menjadi semacam penyelenggara kampanye, yang dikelola Fox Indonesia, konsultan pemenangan pemilu pimpinan Andi Zulkarnaen Mallarangeng alias Choel.
Dibanding tim lain, Sekoci paling gemuk dengan anggota 66 orang, dipimpin Mayor Jenderal Soeprapto, kini Komisaris Independen PT Indosat Tbk. Tim-tim di luar partai ini bekerja di bawah tanah menggalang opini dan massa untuk memastikan Demokrat meraup 20 persen suara.
Yahya Ombara, misalnya, bertugas memastikan kemenangan Demokrat di Yogyakarta. Untuk menyokong operasi, setiap anggota Tim Sekoci dibekali dana melimpah. Sekali waktu, Ombara membawa uang tunai Rp 1 miliar pecahan Rp 100 ribu untuk uang saksi. "Saya tenteng memakai dus mi instan," ujarnya.
Di Yogyakarta, ada sekitar seribu tempat pemungutan suara yang harus ditempati satu saksi dari partai. Ombara berkeliling menemui mereka ditemani calon legislator dari kota itu. "Mereka tak perlu keluar uang, hanya harus memastikan suara pemilih untuk Demokrat," katanya. Ombara lupa berapa kali ia menenteng uang tunai dari Jakarta ke Yogyakarta.
Uang itu diambil dari markas Tim Sekoci di Lantai 2 Gedung Pemasaran Pekan Raya Jakarta di Kemayoran. Lantai itu pusat logistik tim bayangan penyokong Yudhoyono. Selain Sekoci, berkantor Tim Delta yang dipimpin Mayor Jenderal Purnawirawan Abikusno, yang bertugas memasok alat peraga kampanye ke seluruh Indonesia.
Kantor di lantai dua itu hanya ruangan semacam aula dan ruang Ketua Tim Pemenangan Mayor Jenderal Purnawirawan Yahya Sacawiria. Ukurannya kira-kira 5 x 10 meter atau seluas lapangan badminton. Yahya Ombara menggambarkan, ruangan itu disesaki dus-dus besar berukuran 50 x 40 x 30 sentimeter. "Semua dus itu isinya uang pecahan dolar dan rupiah," ujarnya.
Ombara menaksir dalam sekali hela jumlahnya kira-kira Rp 300 miliar. Soalnya, untuk dana saksi saja di kota provinsi sekecil Yogyakarta, ia membutuhkan Rp 1 miliar. Untuk upah saksi di Provinsi Jawa Tengah, dibutuhkan Rp 10 miliar. Ini belum termasuk saat kampanye yang menggelar panggung dengan mengundang penyanyi dangdut atau juru kampanye dari Jakarta. Sekali kampanye di Yogyakarta waktu itu menghabiskan Rp 5 miliar.
Seorang bekas anggota Tim Sekoci lain menaksir jumlahnya lebih fantastis. Teman seangkatan Yudhoyono berpangkat kolonel ini memperkirakan total anggaran untuk memenangkan Demokrat dan Yudhoyono di ruangan itu mencapai Rp 2 triliun. "Kalau ambil uang, ambil begitu saja, tak dicatat," katanya.
Tak seperti anggota tim yang lain, Ombara berinisiatif membuat laporan resmi kepada siapa saja uang ia berikan. "Tanda terimanya saya laporkan ke ketua tim," ujarnya. Di tim pemenangan, tak pernah ada pembahasan soal sumber uang-uang tersebut. Mereka umumnya mafhum karena banyak pengusaha di belakang tim.
Yahya Sacawiria menampik kabar bahwa ada pusat uang untuk pemenangan Demokrat pada 2009. "Saya tiap hari di sana tak pernah ada pemberian uang," katanya kepada Muhammad Muhyiddin dari Tempo. Sacawiria, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Demokrat, kini anggota Badan Pemenangan Pemilu XI untuk wilayah Garut dan Tasikmalaya. Menurut dia, pada pemilihan kali ini tak ada pensiunan tentara yang membantu memenangkan partainya. "Mereka tak mau gabung, ya sudah."
Bagja Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo