Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Namanya makassar, kata petisi itu

Nama makasar diganti menjadi ujung pandang pada 1971 dibicarakan kembali dalam sebuah petisi dari 3 orang tokoh yang meminta agar nama ujung pandang dikembalikan menjadi makassar. (kt)

31 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERUBAHAN nama Makassar menjadi Ujung Pandang dibicarakan lagi. Ini bermula dengan lahirnya sebuah Petisi dari 3 orang tokoh cerdik pandai di kota itu perengahan Juli tahun lahl. Ketiganya adalah Prof. Andi Zainal Abidin Faried SH, DR. Mattulada dan drs. H.D. Mangemba. Petisi yang ditujukan kepada Walikota Daeng Pattompo dan DPRD Kotamadya Ujung Pandang itu meminta agar dalamwaktu singkat nama Ujung Pandang dikembalikan menjadi Makassar sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. Petisi itu sendiri berbunyi: Berdasar penemuan, keyakinan dan tanggungjawab kami, baik secara bersama-sama maupun masing-masing, kota kita ini bernama Makassar. Demi ketulusan dan hasrat kita semua untuk menegakkan kejujuran dan keluhuran sejarah Tanah Air Indonesia pada umumnya, maka kami usulkan kota ini dikembalikan kepada namanya Makassar. Sebenarnya sejak 1958 perubahan nama itu sudah dibicarakan di kalangan anggota DPRD Kotamadya Makasar. Tapi suara-suara yang ada ketika itu lebih banyak menampik. Dan gagal. Baru pada 1 September 1971 melalui Peraturan Pemerintah no. 51/1971 usaha itu berhasil. Alasan yang terdengar waktu itu adalah karena selain Makassar kota ini juga banyak dikenal dengan nama Ujung Pandang, bahkan benteng yang masih ada di tengah kota ini bernama Benteng Ujung Pandang. Bahkan sejak tahun 1920 orang-orang Bugis lebih merasa kena menyebutnya Jumpandang yang diperkirakan singkatan dari Ujung Pandang. Namun sekian ramai orang mendukung perubahan itu, tak kalah kerasnya pula suara yang menantang. "Dari segi historis nama Makassar lebih tepat, ' ucap Hamzah Daeng Mangemba, sarjana sejarah. Bahkan sebagai Direktur Lembaga Sejarah Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin kala itu melalui lembaga tadi ia menerbitkan sebuah risalah untuk menjawab pernyataannya: bahwa nama Makassar lebih tepat. Benten Ujung Pandang diberi nama begitu karena dibuat di desa yang bernama Ujung Pandang. Bahkan katanya 2 pekan lalu kepada TEMPO, dari segi ekonomis perubahan nama itu juga merugikan daerah Sulawesi Selatan. Sebab sejak berabad-abad lampau tiap barang ekspor dari daerah ini (dan kawasan Indonesia Timur) selalu melalui pelabuhan Makassar dan memakai cap Makassar. Karena itu sampai sekarang pelabuhan itu tetap bernama Pelabuhan Makassar dan tidak Pelabuhan Ujung Pandang, untuk menjaga agar bahan-bahan ekspor propinsi ini tetap mendapat pasaran di luar negeri. Pemilu Menurut Mangemba penggantian nama itu berbeda dengan perubahan misalnya dari Betawi menjadi Jakarta atau dari Kotaraja menjadi Banda Aceh. Ini dikaitkannya dengan peranan Makassar sebagai bandar utama yang sudah menyebarkan rempah-rempah dari kawasan Indonesia Timur ke seluruh pelosok dunia sejak abad ke-17. Sehubungan dengan itulah, lanjut Mangemba, beberapa organisasi seperti PSM (Persatuan Sepakbola Makassar) dan DKM (Dewan Kesenian Makassar) tak mau merubah namanya. Berbeda dengan Mangemba, bagi DR. Mattulada memang baru akhir-akhir ini saja memperdengarkan suara tak setuju nya atas perubahan nama itu. Waktu itu saya sedang berada di Negeri Belanda, kata doktor antropologi itu. Kata Mattulada petisi itu sebenarnya sudah cukup lama disiapkan. Tapi ketika disodorkan kepada Daeng Pattompo, Walikota Ujung Pandang ini menyarankan agar sesudah pemilu saja hal itu dibicarakan dengan DPRD Kotamadya Ujung Pandang. Tentu dengan embel-embel, "demi menjaga stabilitas keamanan." Karena hingga sekarang belum juga mendapat tanggapan, maka ketiga orang embuat petisi tadi sejak beberapa pekan lewat mencoba memperingatkan berbagai pihak akan pentingnya pengembalian nama kota itu. Sekaligus dengan menyebarluaskan petisi bertulisan tangan itu. Apalagi karena diketahui masa jabatan Daeng Pattompo -- yang secara pribadi menyetujui nama Makassar dan berjanji akan turut memperjuangkan petisi itu di forum DPRD - hanya tinggal beberapa bulan lagi. Namun bagi 3 orang pembuat petisi itu agaknya perjuangan akan tetap diteruskan, siapapun yang menjadi walikota di sana kelak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus