Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Satu minggu berlalu setelah lindu terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Sahril dan keluarganya belum mendapat tempat pengungsian yang layak. Sahril, yang merupakan warga Desa Wadon, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Utara, harus tinggal di tenda terpal ala kadarnya seusai gempa Lombok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia dan keluarganya harus tidur di bawah terpal plastik berkelir biru beralaskan plastik, hanya sekadar agar badannya tidak langsung menempel dengan tanah. Sahril tidak sendiri, ada ratusan warga Desa Wadon yang harus tidur di tenda ala kadarnya. “Kami butuh tenda, terpal, dan matras," kata Sahril, Ahad, 12 Agustus 2018.
Lindu berkekuatan 7 skala Richter (SR) mengguncang Lombok dan sebagian wilayah di Nusa Tenggara Barat pada Ahad, 5 Agustus lalu. Sejak itu, beberapa gempa susulan terjadi. Kamis, 9 Agustus 2018, misalnya, lindu dengan kekuatan 6,2 SR kembali mengguncang Lombok.
Sepekan setelah gempa tersebut terjadi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengakui banyak pengungsi yang belum tersentuh. Padahal jumlah korban tersebut bertambah. "Jumlah korban gempa terus bertambah. Hingga Sabtu, 11 Agustus, tercatat 387 orang meninggal dunia," ucap Kepala Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis, Sabtu, 11 Agustus 2018.
Sutopo mengatakan korban tewas tersebut tersebar di beberapa kota dan kabupaten. Korban paling banyak berasal dari Lombok Utara, yakni 334 orang, disusul Lombok Barat 30 orang, Kota Mataram 9 orang, Lombok Timur 10 orang, Lombok Tengah 2 orang, dan Kota Denpasar 2 orang.
Sutopo menuturkan jumlah 387 orang meninggal adalah korban yang sudah terverifikasi. Data ini, kata dia, masih akan terus bertambah. Diperkirakan korban meninggal akan terus bertambah karena masih ada korban yang diduga tertimbun longsor dan bangunan roboh. Selain itu masih ada korban meninggal yang belum didata dan dilaporkan ke posko.
Selain menyebabkan korban tewas, gempa Lombok mengakibatkan 13.688 orang luka berat dan 387.067 orang mengungsi. "Jumlah pengungsi ini juga sementara karena belum semua pengungsi terdata (dengan) baik," ujar Sutopo.
Apa penyebab banyak pengungsi gempa Lombok belum tertangani? Simak kelanjutannya.
Menurut Sutopo, salah satu penyebab banyaknya pengungsi yang belum ditangani adalah infrastruktur yang rusak parah, seperti di Kecamatan Gangga, Kayangan, dan Pemenang, Lombok. Ia pun meminta Kementerian Perhubungan menyediakan tambahan kendaraan sebagai transportasi distribusi bantuan bagi korban gempa Lombok.
"Yang menjadi persoalan adalah terbatasnya jumlah kendaraan untuk mengangkut penyaluran logistik," tutur Sutopo. "Aksesnya sulit dijangkau, jalan menuju lokasi pengungsi juga rusak. Seperti jalan di Lombok Utara mengalami kerusakan akibat gempa.”
Ia mengatakan, sejauh ini, upaya untuk mempercepat mendistribusikan bantuan adalah mengerahkan kendaraan operasional satuan kerja perangkat daerah milik tiap daerah. Namun jangkauan ke daerah pengungsi masih terbatas.
Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Nusa Tenggara Barat Everyn Kaffah mengamini hal ini. Menurut dia, banyak pengungsi yang akhirnya menjemput bola. “Karena akses rusak, pengungsi mendatangi sendiri tempat-tempat yang menyediakan logistik,” kata Everyn.
Terus bertambahnya korban dan perlunya langkah cepat penanganan untuk pengungsi, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Taufik Kurniawan meminta pemerintah meningkatkan status gempa Lombok menjadi bencana nasional. Sebab, ia menilai sudah ratusan warga yang menjadi korban serta banyak infrastruktur dan sarana publik yang rusak sehingga bantuan harus diupayakan secara maksimal.
"Kami melihat pemerintah belum menjadikan gempa Lombok sebagai bencana nasional. Padahal, dengan jumlah korban yang mencapai ratusan dan banyaknya infrastruktur yang rusak, sudah selayaknya musibah ini statusnya menjadi nasional," ujarnya.
Apakah pemerintah akan menetapkan status gempa Lombok sebagai bencana nasional? Baca kelanjutanya.
Sayangnya, pemerintah pusat belum menaikkan status bencana gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat, sebagai bencana nasional. Penanganan tetap diserahkan pemerintah daerah. Namun sebagai gantinya akan dikeluarkan peraturan presiden (perpres) tentang dukungan dari pemerintah pusat.
"Akan disiapkan payung perpres untuk itu. Walaupun bencana ini tetap ditangani daerah, tapi seluruh dukungan, support, akan maksimal diberikan pusat," ucap Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi seusai rapat dengan Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, 10 Agustus 2018.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan, hingga saat ini, pemerintah sudah mencairkan Rp 37-38 miliar, sesuai dengan permintaan BNPB, yang digunakan sebagai dana tanggap darurat. Mayoritas uang tersebut dipakai untuk memberikan makanan, minuman, dan obat-obatan.
Sri Mulyani juga berharap masyarakat Lombok tetap memiliki dan menjaga semangat untuk merehabilitasi dan membangun kembali daerahnya setelah gempa Lombok. “Masyarakat Indonesia turut memberikan dukungan moral dan material serta semangat untuk terus bangkit kembali," tuturnya setelah menggelar penggalangan dana pada Kamis, 9 Agustus 2018.