Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Negeri taklukan yamatonchu

Terletak di kepulauan ryukyu (di selatan jepang), kancah pertempuran terbesar di pasifik dalam perang dunia ii, merupakan tempat pariwisata. (sel)

16 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI selatan Jepang ada gugusan pulau terkenal: Kepulauan Ryukyu. Kepulauanini jadi beken karena di sana ada nama legendaris: Okinawa - kancah pertempuran terbesar di Pasifik dalam Perang Dunia II. Awal 1940-an orang-orang Jepang "daratan", yang menghuni pulau utama Hokkaido, Hoshu, Shikoku, dan Kyushu, tak memandang sebelah mata penduduk pulau-pulau selatan ini. Mereka menyebut orang Okinawa sebagai Ryukyu-Jin orang Ryukyu. Begitu rendahnya pandangan terhadap orang Okinawa, konon, dulu iklan lowongan pekerjaan di Jepang senantiasa menambahkan kalimat: "Orang Korea dan Ryukyu tidak usah melamar." Sebaliknya, orang Okinawa menyebut orang Jepang daratan dengan Yamatonchu - orangorang Yamato. Nama itu bagi penduduk Kepulauan Ryukyu mengandung konotasi "penjajah" atau "penindas". Yamato adalah nama negara kuno Jepang yang kerjanya antara tahun 400 sampai 500-an. Luas Okinawa 2.249 kilomete persegi, dan dihuni sekitar 1,12 juta orang. Suhu rata-rata 22,3 derajat Celsius. Curah hujan sekitar 2,100 mm per tahun dengan kelembaban to. "Okinawa satusatunya provinsi Jepang yang briklim subtropis," lapor Koresponden TEMPO Seihi Okawa yang mengunjungi wilayah selatan itu, Desember. Sejak kantor meteorologi beroperasi di sana, 1890, para petugasnya belum pernah melihat salju jatuh di Okinawa. Bukan hanya geografis, juga sejarah, politik, kebudayaan, dan bahasa, Okinawa berbeda dengan 46 provinsi Jepang lainnya. Di samping memakai bahasa Jepang, orang-orang Okinawa juga memakai bahasanya sendiri. Okinawa, tulis Okawa, lebih "Asia" ketimbang "Jepang". Alam dan suasana di Okinawa memang lebih dekat dengan negeri di wilayah tropis. Genteng rumah penduduk yang berwarna merah segera mengingatkan orang pada Indonesia. "Tari-tariannya juga. Cara menggerakkan tubuh dan jari-jemari sangat dekat dengan gerakan tari Bali," kata Okawa. *** Untuk mengingatkan generasi muda mengenai tragedi perang, di Naha, ibukota Propinsi Okinawa, didirikan Museum Perdamaian terletak di Bukit Mabuni. Di depan gedung dipahatkan tulisan menarik: "Kalbu Okinawa adalah hati yang menghargai kemuliaan manusia yang membenci perang." Dalam Perang Dunia II, AS mendaratkan 500 ribu tentaranya untuk merebut Okinawa. Mereka ini yang dinanti oleh 100 ribu serdadu Jepang - 28 ribu di antaranya pribumi Okinawa. Selama pertempuran, Maret sampai September 1945, tercatat korban 245 ribu orang Jepang tewas - lebih dari separuhnya penduduk sipil. Sedang dari pihak AS hanya 12.520 orang. Di Bukit Mabuni juga ada tugu peringatan, jumlahnya 39 buah, untuk mengenang pengorbanan putra daerah. Di antaranya yang terkenal monumen Putri Bunga Bakung. Di sinilah 169 gadis melakukan bunuh diri begitu serdadu AS menu ju ke sana. Mereka adalah pelajar SMA dan SPG, yang direkrut secara paksa oleh balatentara Dai Nippon untuk menjadi jururawat. Kini Bukit Mabuni menjadi daerah pariwisata. Setiap tahun ribuan wisatawan lokal dan asing berkunjung ke sini. Banyak di antaranya melancong sambil berziarah. "Sayang, sedikit yang mampir ke museum Okinawa," ujar Munetoshi, seorang staf Universitas Ryukyu. Museum Okinawa bertingkat dua, mempunyai luas 1.003 meter persegi. Dibangun oleh Pemda Okinawa, Juni 1945. Di samping menyimpan dokumen Perang Okinawa, juga berbagai peralatan perang seperti pedang dan bedil yang karatan, topi baja, botol dan gelas yang lebur oleh senjata penyembur api, pakaian seragam yang rombeng, dan lainnya. Selain itu ada pula ruang khusus yang disebut Ruan,an Kesaksian Penduduk - tempat menyimpan rekaman kesaksian mereka yang mengalami langsung peperangan. Okinawa adalah pulau kapur. Tak heran bila di sana terdapat banyak gua. Gua-gua itulah yang dipakai tentara Jepang sebagai lubang perlindungan, markas, dan rumah sakit. "Hingga kini masih ditemui lubang yang tertutup oleh pengeboman, dan di dalamnya masih tertimbun ribuan korban," tutur Okawa. Ia menambahkan diperkirakan di seluruh Pulau Okinawa ada sekitar 3.500 ton bom yang belum meletus. *** Pada abad ke-7 penduduk Okinawa sudah mengadakan hubungan bersahabat dengan bangsa-bangsa di daratan Asia--termasuk Cina. Tapi masa emasnya baru tujuh abad kemudian, ketika Raja Shohashi, memerintah di sana. Dalam buku sejarah Okinawa terdapat nama-nama seperti Sumatera, Sunda, dan beberapa daerah Indonesia lainnya, yang punya hubungan dagang dengan mereka. Hubungan dagang ini telah membawa kemakmuran bagi Okinawa. Tahun 1609 datang bala di Okinawa. lehisa Shimazu, bangsawan dari Satsuma, dengan restu Shogun Tokugawa mengirim 3.000 serdadu ke Okinawa. Sejak itulah Okinawa menjadi daerah taklukan. Ketika Meiji tahun 1871 membentuk provinsiprovinsi, Okinawa ditempatkan di bawah Provinsi Kagoshima. Satu abad kemudian Okinawa resmi menjadi provinsi. Tapi status ini tidak mengubah kehidupan rakyatnya menjadi lebih baik. Akibatnya, banyak anak negeri yang lari ke luar negeri. Ini dimulai pada 1899 dengan beremigrasinya 26 penduduk Okinawa ke Honolulu. Dua puluh tahun berikutnya kaum emigran itu sudah mulai tersebar di Amerika Latin, terutama Brazil, Peru, dan Argentina. Pulau Saipan, yang terletak di Samudra Pasifik, juga kebagian jatah. Tahun 1942, tercatat sekitar 50 ribu emigran asal Okinawa mendarat di sana. Usai Perang Dunia II, Kepulauan Ryukyu berada di bawah pemerintah AS - pengawasan telah berakhir tahun 1972. Di samping memberlakukan dollar, AS juga membangun pangkalan militer di sana. Pangkalan Kadena adalah pangkalan terbesar di Asia dan Timur Jauh. Sampai Juni 1982, jumlah tentara AS di Jepang tercatat 48 ribu orang terpencar di pangkalan Misawa, Yokota, Atsugi, Zama, Yokosuka, Iwakuni, dan Sasebo. Daerah yang dikuasai pasukan AS ini meliputi 254 km persegi -17,66% merupakan wilayah Okinawa. "Inilah kelainan Okinawa dibanding 46 provinsi Jepang lainnya," tulis Okawa. Pangkalan Kadena, yang memakai areal seluas 6.000 hektar, punya dua landasan kapal terbang sepanjang 3.700 meter - terbesar ketiga di dunia setelah bandar udara Kennedy, New York, dan O'Hare, Chicago. Di sini bermarkas Divisi Udara 313 yang dilengkapi 72 pesawat tempur F-15 Eagle, tiga buah pesawat E3A, pengintai SR-71 yang memiliki kecepatan tiga kali suara. Stratotanker, pesawat patroli antikapal selam P3C, helikopter HC130 King Bird, dan lainnya. Dari pangkalan Kadena ini semua wilayah Asia bisa dicapai dengan mudah. Korea hanya 780 mil dari sini. Tokyo (870 mil), Manila (785 mil), Shanghai (440 mil), dan Taipeh (335 mil). Tak heran Kadena merupakan pangkalan terpenting di Timur Jauh. Di Kadena menetap 10 ribu anggota keluarga militer AS. Segala sarana buat mereka disediakan mulai dari sekolah, rumah sakit, supermarket, sampai padang golf. Kecuali 2.700 pekerja pribumi tak seorang Jepang lain pun boleh masuk ke kawasan militer itu. Untuk membangun fasilitas militer AS di Okinawa, Pemerintah Jepang telah mengeluarkan biaya cukup besar. Misalnya, buat mencegah kebisingan yang ditimbulkan pesawat-pesawat AS, mereka terpaksa membangun Silencerdi atas kawasan 3.000 meter persegi dengan biaya tiga milyar yen . Lalu membangun 6.000 rumah untuk prajurit AS. Tahun 1982, Jepang telah mengeluarkan 9,66 milyar yen untuk upah buruh dan sewa tanah rakyat yang terpakai oleh pangkalan militer. "Karena ada pangkalan militer, kami dapat pekerjaan," komentar sebagian warga Okinawa. Bagi yang tak setuju ada pangkalan di sana, titik tolak protes mereka adalah soal kebisingan suara pesawat. Baru-baru ini 906 penduduk Okinawa yang mewakili warga enam kota, minta Pengadilan Daerah melarang penerbangan malam hari, dan ganti rugi 900 juta yen. Penduduk Okinawa juga kurang senang terhadap Jieitai - pasukan beladiri Jepang. Menurut Badan Pertahanan Jepang, ada 6.100 anggota Jieitai bertugas di Okinawa. Mereka ditempatkan di sana sejak Okinawa dikembalikan kepada Jepang, 1972. Jieitai, menurut penduduk setempat, mengingatkan mereka pada masa Perang Dunia II. Penduduk Okinawa hidup dari hasil pertanian, perikanan, dan pariwisata. Pemandangan yang indah, suhu yang menyenangkan (berkisar antara 4 sampai 16 derajat) merupakan daya tarik utama bagi wisatawan domestik - juga asing. Ketika musim dingin berlangsung di Jepang, iklan serta poster menawarkan kenyamanan Okinawa. Memakan waktu tiga sampai empat hari berlayar dari Tokyo, ongkosnya sekitar 60 ribu yen per kepala. Belakangan ada kecenderungan Okinawa menjadi sasaran pasangan pengantin baru. Menurut catatan Biro Perjalanan Jepang (JTB), tahun silam ada sekitar dua juta wisatawan berkunjung ke Okinawa - sepertiga di antaranya mereka yang ingin berbulan madu. Taiwan, di tahun yang sama mengirim sekitar 45 ribu turis. Kendati turisme merupakan tambang emas di Okinawa, penghasilan penduduk, berdasarkan statistik 1981 Kantor Perdana Menteri Jepang, cuma 1,22 juta yen per tahun. Angka 70,7% dari penghasilan ratarata orang Jepang. * * * Selain Pulau Okinawa, tambang pariwisata lain adalah Pulau Ishigaki - 40 km di selatan Naha. Pulau ini, bagian dari Kepulauan Yaeyama, juga menjadi sasaran kunjungan pasangan bulan madu. Sehingga perlawatan ke mari disebut surat kabar setempat sebagai Honeymoon Jack Flight. Taiwan cuma 250 km, tujuh jam perjaanan laut, maka di sini terdapat sekitar 350 keturunan Taiwan. Mereka hidup sebagai petani buah. "90% kebun buah-buahan di Yaeyama milik keturunan Taiwan," tulis Okawa. Selain itu mereka juga menanam nenas, beternak babi dan belut. Sekalipun sudah menjadi warganegara Jepang, solidaritas kecinaan orang-orang keturunan Taiwan masih melekat erat. Mereka bahkan punya perkumpulan eksklusif. Jika ada kapal nelayan Taiwan yang ditangkap karena memasuki perairan Jepang, mereka membantu membayarkan denda. Jarak yang terlalu dekat itu sempat menimbulkan pertanyaan di kalangan tertentu. Jika suatu ketika nanti RRC mengambil-alih Taiwan, akankah Yaeyama menjadi sasaran pengungsian? Soalnya, pengungsi Perang Indocina sudah memberi contoh. Tahun 1978, 80 pengungsi Indocina mendarat di Pulau Yonakuni - terletak di ujung paling selatan Jepang. Lain Okinawa, lain pula Yonakuni. Di Yonakuni, yang berpenduduk sekitar 2.000 orang, warga setempat menggantungkan nasib pada tiga bisnis besar: usaha bangunan rumah, sumur, dan kuburan. Di antara ketiga bisnis itu yang paling maju adalah pembangunan kuburan. Soalnya penduduk di sana percaya pada pepatah kuno mereka: "Manusia bisa menyewa rumah, tapi tidak bisa menyewa kuburan." Tak heran bila di Yonakuni terdapat berbagai bentuk kuburan. Yang favorit adalah kuburan yang disebut kikobo - makam berbentuk kura kura. Tapi yang leoih heat adalahkuburan yang meniru model Arch de Triomphe di Paris. Luas tanah kuburan 3.300 meter persegi. Kompleks yang dikelilingi pagar besi itu dilengkapi pula dengan taman, serta jamban untuk pria dan wanita. Pemilik kuburan itu Tomo Fuyama, 65 tahun, orang kaya di pulau itu. "Sebelum ayah saya meninggal, beliau mewasiatkan agar membuat kuburan paling besar," tutur Fukuyama, pengusaha pelayaran dan supermarket di Yonakuni. Ia menambahkan untuk membuat disain kuburan itu diperlukannya ke Filipina bersama seorang arsitek untuk mencari model yang ditiru. Fukuyama menolak menyebut biaya pembuatannya. Tapi ada yang memperkirakan sekitar 50 juta yen. Hebat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus