Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPAT Dewan Direksi PT Perusahaan Listrik Negara pada paruh kedua 2011 itu dihantui kekhawatiran gagal membangun 21 gardu induk di jaringan Jawa-Bali dan Nusa Tenggara. Salah seorang direktur melaporkan kepada Dahlan Iskan sebagai pemimpin, jika proses tender pengadaan material gardu tidak dikebut tahun itu juga, target penyelesaian bakal molor 4-5 tahun. Jika itu terjadi, hampir bisa dipastikan krisis listrik tak akan teratasi. Pemadaman bergilir di pulau-pulau utama terpadat itu sulit dihindari.
Masalahnya, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194 Tahun 2011, tender baru bisa digelar jika lahan dibebaskan lebih dulu. Padahal mayoritas lahan belum terbeli. Semua peserta rapat maklum belaka, jika aturan diterabas, ada risiko hukum yang mungkin timbul di kemudian hari. "Kalau saya harus ditangkap, tangkap saja," petinggi PLN yang ikut pertemuan tersebut menirukan pernyataan Dahlan ketika akhirnya dia mengambil keputusan.
Belakangan, kekhawatiran anak buah Dahlan itu jadi kenyataan. Jumat dua pekan lalu, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan Direktur Utama PLN periode 2009-2011 itu sebagai tersangka. Dia menyusul 15 tersangka lain—sebagian adalah pegawai PLN dan kontraktor—yang sudah ditetapkan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek gardu induk ini. Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Jakarta, Waluyo, mengatakan Dahlan dianggap bertanggung jawab atas pengucuran anggaran yang seharusnya tidak dilakukan, karena lahan belum bebas.
Kejaksaan mempersoalkan pula pembayaran kepada vendor, yang mengacu pada barang yang didatangkan ke lokasi (material on site) proyek, bukan bertolok ukur pada kemajuan pengerjaan. Menurut Waluyo, penyidik menganggap model pembayaran material on site hanya diperbolehkan untuk pengadaan barang, bukan pembangunan seperti proyek gardu induk.
Dua bekas anak buah Dahlan di dewan direksi PLN, yang ditemui terpisah pada Selasa dan Rabu pekan lalu, bercerita tentang duduk soal masalah ini. Peraturan Menteri Keuangan memang melarang tender dan pembebasan lahan dilakukan bersamaan. Proyek harus merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan karena anggarannya senilai Rp 1,063 triliun bersumber dari pagu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang terdapat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012. Anggaran tahun jamak itu akan membiayai pendirian gardu mulai 2011 hingga 2013, di luar ongkos pembebasan lahan.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan, syarat pencairan anggaran adalah lahan telah dibebaskan. Di sinilah letak keruwetannya. Gara-gara lahan belum bebas, anggaran tak bisa mengucur. Artinya, tender juga tak bisa segera dijalankan. Sedangkan ancaman krisis di depan mata. "Pak Dahlan mengambil risiko dengan membuat terobosan yang diperlukan," kata salah satu mantan bawahan Dahlan.
Jalan keluarnya, rapat dewan direksi itu bersepakat mengajukan permohonan dispensasi kepada Kementerian Keuangan agar proyek ini dikecualikan. Tempo menemui tiga direktur peserta pertemuan itu. Mereka membenarkan cerita di atas, tapi tak bersedia nama dan keterangannya dikutip. Adapun Sekretaris Perusahaan PT PLN (Persero) Adi Supriono tidak menyangkalnya, tapi ia menyatakan tak mengetahui persis hasil rapat. "Kalau ada kesepakatan itu, pasti ada dokumen tertulisnya," ujarnya Jumat pekan lalu.
Dahlan mengetahui risiko yang ia ambil. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, dia memilih menanggapi semua pertanyaan media melalui situs pribadi yang diluncurkannya Ahad pekan lalu. Di situs bernama gardudahlan.com itu pula ia mengatakan alasan kengototannya minta dispensasi untuk mempercepat proses pembangunan 21 gardu induk tersebut. "Saya tidak tahan menghadapi keluhan rakyat atas kondisi listrik saat itu."
Apa pun maksud Dahlan dan para anak buahnya, Kejaksaan Tinggi DKI tetap menjerat mereka. Menurut penyidik, faktor yang memberatkan bagi Dahlan adalah Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang ditekennya. Isinya: Dahlan siap pasang badan jika timbul permasalahan hukum akibat keputusan yang diambilnya dalam proyek tersebut. "Beliau melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri Keuangan," kata Waluyo, Kamis pekan lalu.
Setelah manajemen PLN bersepakat mengajukan permohonan dispensasi, Dahlan bertandang ke Kementerian Keuangan. Seorang petinggi PLN mengatakan permohonan dispensasi itu disetujui Kementerian Keuangan. Persetujuan itulah yang membuat anggaran dapat dikucurkan dan PLN bisa meneken kontrak dengan pemasok pada Desember 2011.
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menyangkal kabar bahwa instansinya memberikan dispensasi yang diminta PLN. "Menurut catatan, tidak ada dispensasi," ujar Bambang kepada Tempo, Rabu pekan lalu. Tapi Bambang tidak menjelaskan mengapa anggaran itu akhirnya bisa keluar meski pembebasan lahan masih belum beres. "(Pengucuran anggaran) sesuai dengan aturan perundangan."
Rupanya, urusan kejelasan status pembebasan lahan inilah yang dipakai penyidik Kejaksaan untuk membidik Dahlan. Penyidik menyangka Dahlan memberikan informasi keliru kepada Kementerian Keuangan, yaitu dengan melaporkan posisi lahan yang belum beres itu dengan menyebutnya telah dibebaskan. "Ini pemalsuan bisa, rekayasa bisa," kata Waluyo, juru bicara Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Kejaksaan Tinggi bukan instansi pertama yang menelisik kejanggalan proyek gardu penurun tegangan listrik ini. Keanehan lebih dulu terendus oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Inspektorat Jenderal Kementerian Energi pada 2012.
Seorang petinggi PLN mengatakan audit BPK menemukan ada kejanggalan proyek pembangunan Gardu Induk Jatirangon 2 di Bekasi dan Jatiluhur di Purwakarta, Jawa Barat. Masing-masing senilai Rp 36 miliar. Auditor menyebutkan pejabat pembuat komitmen bersalah karena membayar kepada kontraktor sebelum barang datang, sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 33 miliar.
Ketua BPK Harry Azhar Azis tidak secara spesifik menyampaikan kerugian negara pada proyek 21 gardu induk PLN. Namun ia merilis data bahwa ditemukan 137 kontrak proyek pembangunan transmisi dan gardu induk yang macet akibat pembebasan lahan yang berlarut-larut. "Ada kerugian negara senilai Rp 562,66 miliar," ucapnya.
Temuan auditor ini digunakan penyidik Kejaksaan Tinggi sebagai pintu masuk mengusut kasus. Hasilnya, belasan tersangka ditetapkan sejak Desember lalu. Temuan BPK ini dipakai Kejaksaan Tinggi untuk memulai pemeriksaan insentif pada proyek dua gardu induk berbiaya Rp 1 triliun lebih itu.
Selain masalah lahan yang belum bebas ketika kontrak diteken pada Desember 2011, penyidik menemukan sebagian kontraktor tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan laporan. Padahal uang muka 15 persen sudah ditransfer ke rekening mereka.
Dari 15 tersangka selain Dahlan, yang disidik sejak Desember tahun lalu, sembilan di antaranya sudah ditahan dan menghadapi penuntutan. Sisanya masih dalam proses penyidikan.
Para tersangka itu berasal dari kontraktor, yakni PT Hyfemerrindo Yakin Mandiri, PT ABB Sakti Industri, dan PT Arya Sada Perkasa, sebagai penyedia barang dan jasa. Yang lain adalah pengawas pekerjaan, anggota panitia pemeriksa hasil pekerjaan, Manajer Unit Pelaksana Konstruksi, serta General Manager Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan PT PLN Jawa-Bali dan Nusa Tenggara. Mereka ikut tersangkut selaku pejabat pembuat komitmen.
Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta M. Adi Toegarisman mengatakan para tersangka dijerat karena meneken kontrak meski tahu lahan belum bebas. Ada pula dugaan memanipulasi laporan kemajuan pekerjaan, dengan tujuan agar pembayaran segera dilakukan.
Seorang pejabat PLN mengatakan penyidik Kejaksaan menilai tindak pidana di hilir berawal dari hulu yang sudah bermasalah. Yang dimaksud hulu bermasalah itu adalah langkah Dahlan, yang nekat memulai pengerjaan gardu bersamaan dengan pembebasan lahan.
Itulah sebabnya proses penyidikan akhirnya sampai pada Dahlan. Setelah dua kali berhalangan hadir, pengusaha media pemilik Grup Jawa Pos itu memenuhi panggilan pemeriksaan pada Kamis dua pekan lalu. Sehari setelah diperiksa, Dahlan ditetapkan sebagai tersangka.
Jumat pekan lalu, Kejaksaan juga memanggil Nasri Sebayang, Direktur Konstruksi dan Energi Baru Terbarukan PT PLN, sebagai saksi. Tapi Nasri tidak hadir dengan alasan sedang ke luar kota.
Penyidik juga memperluas kasus ini dengan mulai menelisik kejanggalan pada 19 gardu induk lain dalam proyek itu. Temuannya, dari 21 gardu induk, hanya empat yang beroperasi. Satu lagi selesai, tapi tak beroperasi. Tiga gardu lagi tidak dikerjakan sehingga tidak ada kontrak yang diteken. Sedangkan pada gardu sisanya diduga terjadi pola keganjilan seperti dua gardu yang disidik pertama kali.
Pantauan Tempo di Gardu Induk Porong Baru, Sidoarjo, menemukan gardu ini belum beroperasi dan masih dalam proses pengerjaan akhir. Rifai Alfin, pelaksana proyek Gardu Induk Porong Baru dari PT Airlanggatama Nusantarasakti, mengatakan pengerjaan proyek yang dimulai pada 2013 tersebut sudah mencapai 99 persen.
Gardu Induk Majalengka di Jawa Barat lebih parah lagi. Empat tiang listrik sepanjang 20 meter ditumpuk di pinggir jalan Desa Panglayungan, Kecamatan Panyingkiran. Seorang perempuan yang sering melintas di jalan itu mengatakan tiang tersebut dibiarkan menumpuk sejak tiga tahun lalu. Menurut seorang pegawai PLN yang bekerja di Gardu Induk Kadipaten, Cirebon, pembangunan Gardu Induk Majalengka masih mangkrak karena lahan belum tersedia.
Banyaknya gardu induk yang belum selesai membuat PLN harus mencari pendanaan mandiri. Pasalnya, sejak 2013, Kementerian Keuangan menghentikan anggaran tahun jamak. Seorang petinggi di PLN mengklaim PLN berhasil mengantongi pendanaan Rp 1 triliun, khusus untuk melanjutkan pembangunan 21 gardu induk. Menurut pejabat ini, dua gardu induk akan dipindahkan karena kecil kemungkinan lahannya bisa dibebaskan. "Harus dipindah," katanya.
Adapun Sekretaris Perusahaan PLN Adi Supriono mengatakan semua lahan gardu induk sudah kelar dibebaskan. "Itu informasi terakhir yang saya dengar," ujarnya. Ia enggan menanggapi rencana Kejaksaan Tinggi memperluas penyidikan. Dalam perkara hukum yang menjerat Dahlan, kata dia, PLN hanya membantu memasok informasi yang diperlukan oleh mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara itu.
Tentang status tersangka yang dikenakan padanya, Dahlan memberikan tanggapan melalui situsnya. "Saya ambil tanggung jawab ini karena sebagai kuasa pengguna anggaran harus bertanggung jawab atas semua proyek itu."
Akbar Tri Kurniawan, Istman M.P., Ayu Prima Sandi, Ivansyah (Majalengka), Nur Hadi (Sidoarjo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo