KELAKUAN anak muda bisa bikin si ibu putus asa. Haryono, 19 tahun, warga Desa Kalianget Barat, Madura, baru saja tamat SMA. Ibunya, Nyonya Sutiha, mengharapkan dia dapat terus jadi sarjana. Sebab, tinggal Haryono saja yang jadi tumpuan masa depan keluarga -- setelah kakak kandungnya, Rusmiyati, jebol di kelas satu SMA, dan keburu kawin. Haryono sendiri, rupanya, sudah dua tahun menyimpan rencana lain. Dia ingin kawin, dan sudah punya pautan hati. Su'adah namanya, dara manis dan terbilang kembang desa di sana. Yang mengejutkan Sutiha adalah: pihak keluarga Su'adah mendadak datang dan bilang ingin mengawinkan sejoli itu. Ada ekstra kaget lagi, karena waktu yang tersedia hanya setengah bulan saja. Tentu pihak Sutiha menampik. "Kami tak punya biaya," begitu kata Sutiha, seperti dituturkannya pada Masduki Baidlawi dari TEMPO. Namun, kena juga dia dibujuk, biarpun dia mengajukan syarat: Haryono dan Su'adah boleh naik pelaminan, asal tak diramaikan. Karena rundingan tak banyak sanggahan, dipatoklah hari perkawinan. Dua hari lagi menjelang hari-H, petengahan Juni lalu itu, pihak keluarga Su'adah terperangah. Sebab, tak kurang dari Su'adah sendiri yang menuntut agar ada pesta. Repot juga ayah mempelai, Soleh, yang berunding lagi dengan keluarga Sutiha. Nyaris macet. "Tak mungkin tidak diramaikan, karena undangan sudah disebar," Soleh membujuk. Untuk kedua kalinya pihak Sutiha terpaksa akur. Namun, ada syaratnya lagi: boleh ada pesta, asal pengantin pria jangan disandingkan dengan si putri. Mengingat waktu yang sudah mepet, Soleh tak berpanjang helah. Dia mengangguk. Maka helat pun berlangsung. Semarak. Dua ekor sapi dan tiga kambing rebah sebagai santapan para tamu. Heran tak heran mereka memandang pelaminan yang diisi sang pengantin wanita tanpa mempelai pria. Hanya adiknya yang berusia tujuh tahun mendampingi. Kejadian ini diintip oleh utusan keluarga Sutiha. Setelah beroleh kepastian bahwa janji ditepati, para juru intip lalu pulang. Kayak spion Melayu, ada mata-mata memang sempat tercium. Sekitar pukul delapan malam, mempelai pria dinaikkan ke pelaminan. Mereka anggap keadaan sudah aman. Ternyata, dugaan itu keliru. Sebab, Sutiha sendiri yang mengintai dari balik rumah tetangga. Merasa "dikhianati", dia langsung melabrak dan membetot Haryono. Pulang. Dan pesta, tentu saja, kacau-balau. Ketika di rumah kembali, tak lama kemudian Sutiha keluar lagi. Tapi ia lewat jendela dan lari menuju tepi laut yang jaraknya 400 meter dari rumahnya. Tak pikir panjang lalu dia terjun bebas ke ombak lepas. Byur! Rencana boleh rencana, tapi maut belum menjemputnya. Alhamdulillah, tindakan nekat Sutiha dipergoki seorang penjual es, yang kemudian menyelamatkannya, walau seisi desa ikut geger. "Saya tak kuat menanggung malu," katanya, masih emosional. Namanya memang gengsi. Tapi, masa, tebusannya harus mati, Nyonya? Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini