Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ramah setelah jempol patah

Ny. sutiha warga kalianget, madura, menceburkan diri ke laut. pasalnya, ia merasa dikhianati. perjanjian anaknya, haryono, tak akan bersanding di kursi pengantin putri dilanggar haryono.

25 Juli 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA perempuan saling cemberut. Lalu, sebuah jempol masuk ke perut. Dimulai ketika Salamah dan Nur, yang hidup bertetangga di Desa Sukajadi, Aceh Timur, sudah lama tak akur. Memang, ini biasa, karena gara-gara tetek-bengek. Salamah, ibu empat anak, menjuluki Nur itu centel alias perempuan gatal. Dan Nur, yang ibu dua anak, menyindir Sal sebagai gaek dan jelek. Murah meriah, 'kan? Berdampingan secara tak damai itu kemudian meledak pertengahan Juni lalu. Ketika Nur sedang menimba air sumur di rumahnya, mendadak Salamah menyekap wajahnya dari belakang. Lebih gawat lagi, tangannya berisi segenggam cabe giling. Nur gelagapan. Dengan mata pedas dan bibir perih, Nur meronta. Namun, dia tak segera terlepas. Runyam, karena tak ada yang melerai malah mereka lebih senang menonton saja. Dan tentu Salamah kian galak melumuri wajah Nur. Tetapi karena ngawur, sampai jempol Salamah masuk di mulut lawannya. Malah jempol itu digigit si Nur sekuat tenaga. Tess . . ., putus. Glug, glug, puntung itu langsung meluncur masuk perut. Kejadian sekejap ini membuat Salamah terpekik, sembari melepaskan pagutannya. Dan ia terbirit-birit kembali ke rumahnya. Baru setelah itu, suaminya tiba dan mengobati tangan yang berlumur darah itu. Bagai rasa orang yang baru makan rujak jempol di dalam lambung itu rupanya bergolak. "Saya mual," keluh Nur. "Minum susu banyak, supaya darah yang terminum bisa keluar," begitu saran tetangga. Tapi sang jempol masih mogok nongol. Ketika diperiksakan ke rumah sakit, dokter bilang, satu-satunya jalan hanya operasi. "Nur ngeri," kata Makmun Al Mujahid dari TEMPO. Kemudian, atas saran tetangga, Nur banyak-banyak makan pisang -- sampai lima sisir dilalapnya. Dan pada hari ketujuh, ketika buang hajat di Sungai Tamiang, baru sang jempol nongol: plung! Nur pun plong. Tambahan pula -- begitulah wahai pembaca -- petualangan si puntung jempol di dalam lambungnya itu ada hikmahnya. Kini, justru hubungannya dengan Salamah sekeluarga menjadi lebih ramah, sesuai dengan adat orang yang bersebelahan rumah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus