Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Netral, tapi Berpihak

Benarkah Fraksi TNI/Polri memilih bersikap abstain?

6 Mei 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


PARA jenderal di Senayan kini "tiarap". Terbetik kabar, 38 anggota Fraksi TNI/Polri akan abstain Senin ini—berbeda dengan sikap mendukung memorandum pertama, 1 Februari lalu. Hingga akhir pekan kemarin, kata sumber TEMPO di militer, fraksi "Partai Cilangkap" sudah memastikan sikap itu. Rabu malam kemarin, sikap itu telah dilaporkan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Endriartono Sutarto kepada Megawati Sukarnoputri di rumah dinas wakil presiden, Jalan Teuku Umar, Jakarta.

Indikasi itu juga dinyatakan mantan Kepala Staf Sosial Politik ABRI, Letjen Purnawirawan Haryoto P.S. "Ada kegamangan, tapi TNI bisa bersikap netral," kata jenderal pensiunan yang terus aktif memonitor perkembangan politik ini. Pengamat militer Salim Said mengatakan hal serupa, "Saya sudah bicara dengan para pembesar tentara. Mereka akan bersikap netral."

Seorang perwira tinggi militer juga membenarkan sikap abstain itu. Tapi, menurut dia, itulah memang sikap yang mesti diambil TNI. Dukungan terbuka terhadap memorandum pertama ternyata melahirkan sejumlah komplikasi dan pro-kontra di kalangan internal baju hijau. Perdebatan panas pada acara coffee morning di Markas Besar Angkatan Darat, Maret lalu, adalah salah satu contohnya. Sebagian jenderal melihat sikap pada memo pertama itu sudah merupakan sebuah pemihakan politik. Posisi TNI pun jadi serba sulit ketika berhadapan dengan massa pro-Presiden yang mengamuk di Jawa Timur, pasca-memorandum pertama. "Itu menyalahi janji TNI April 1999 yang menyatakan akan berdiri pada jarak yang sama dengan semua golongan," katanya.

Tarik-menarik di dalam fraksi cukup alot. Kata sumber TEMPO, Kepala Staf Teritorial Letjen Agus Widjojo masih sibuk "menjinakkan" sejumlah anggotanya di Senayan yang ngotot ingin berdiri menyatakan dukungan. Dalam situasi ini, Jumat kemarin, hanya dua hari sebelum sidang, sembilan anggota fraksi militer diganti. Spekulasi langsung merebak. Soalnya, di antara yang dicopot tertera nama sejumlah vokalis, seperti Wakil Ketua Komisi I DPR Mayjen Ferry Tinggogoy dan juru bicara fraksi saat memorandum pertama terdahulu, Mayjen Ignatius Moeljono.

Pertimbangan faktor usia pensiun—55 tahun—dalam pergeseran itu banyak dipertanyakan. Tinggogoy, misalnya, sejak Desember 2000 mestinya sudah menanggalkan seragam, tapi keputusan Panglima mengulur masa dinasnya sampai Desember depan. Begitu pula dengan Mayjen Sri Hardjendro, yang masa dinasnya telah diperpanjang sejak Agustus lalu hingga 2003. Apalagi para pengganti mereka pun rata-rata berumur lanjut: 53-54 tahun. "Kalau menyangkut usia, idealnya diganti oleh yang masih 4-5 tahun lagi baru pensiun," katanya. Boleh jadi, kata mereka, itu keperluan mengurangi daftar antrean panjang "jenderal tanpa kursi" di markas besar.

Dugaan itu disangkal Ketua Fraksi Mayjen Budi Harsono. Menurut dia, ini sekadar pergeseran rutin yang telah direncanakan sejak Januari lalu. Penyebabnya semata-mata faktor usia pensiun itu dan kebutuhan reorganisasi.

Dengan sikap netral itu, bukan berarti jajaran militer total mengoreksi sikapnya. Seperti dikatakan pengamat militer dari Australia, Harold Crouch, Cilangkap memang sudah tak lagi mendukung Presiden. Menurut Haryoto, para purnawirawan tentara dan polisi telah resmi menyatakan tak lagi mendukung Abdurrahman. Sikap itu diputuskan Persatuan Purnawirawan ABRI dalam pertemuan 19 April lalu di Jakarta.

Jadi, kata sumber TEMPO, sikap abstain ini sebenarnya sekadar taktik politik untuk bermain cantik. Meski netral, tanggapan fraksi tetap akan dibuat kritis. Para petinggi militer pun akan mengeluarkan pernyataan yang menyiratkan dukungan mereka terhadap pergantian RI Satu. "Jadi, semacam sikap netral tapi berpihaklah," kata sumber TEMPO tertawa.

TNI rupanya sudah berhitung dengan cermat. Tanpa mereka, memo kedua pasti jatuh. Kerusuhan dikalkulasi tak meledak. Jika sekarang TNI bersikap melawan Presiden, dan Sidang Istimewa MPR jadi digelar 1 Juni mendatang, militer merasa akan berada pada posisi sulit. Mereka akan kikuk menangani massa pro-Abdurrahman jika situasi memanas. Fraksi bersenjata itu baru akan menyatakan sikap pada sidang 1 Juni, yang jadi jalan membuka pintu sidang istimewa.

Penjelasan gamblang di balik sikap TNI pada sidang Senin ini belum terungkap jelas. Mayjen Budi Harsono cuma mengatakan ada empat hal pokok yang akan mereka soroti, yaitu tanggapan terhadap memorandum pertama dan jawaban Presiden, serta evaluasi terhadap kesungguhan Presiden, baik dalam melaksanakan memorandum maupun terhadap situasi ekonomi dan politik negeri ini belakangan. "Kami tetap akan bersikap kritis," katanya. Hal senada dinyatakan Letjen Agus Widjojo. Keputusan final masih terus digodok. "Kami siap menerima perkembangan yang terjadi di fraksi," katanya.

Dan semua masih bergulir.

Karaniya Dharmasaputra, Darmawan S., Edy Budiyarso, Rian S.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus