ORANG kita pintar-pintar: apa saja bisa dimanfaatkan untuk menebak buntut. Warsito, 45, penjaga parkir motor RSU Kudus, Jawa Tengah, malam Jumat awal tahun lalu menggenjot sepedanya pulang ke Desa Burikan, Kecamatan Kota. Di depan pabrik tekstil Muriatex, lampu sepedanya padam. Ia turun membetulkan. Pas ketika ia kemudian mencoba lampu itu (byar! Menyala), seorang perempuan memukul bahunya. "Mas, bisa bonceng sampai Desa Kramat?" tanya si cewek. Warsito mengangguk. Ehm. Perempuan itu agresif juga rupanya. Kepalanya yang berkerudung -- seperti banyak orang sana -- kadang disandarkan ke punggung Warsito, bahkan tangannya berani menepuk-nepuk paha si mas. "Saya terangsang juga, walaupun ingat istri dan keempat anak saya," ujar Warsito kemudian kepada Bandelan Amaruddin dari TEMPO. Di perempatan Desa Dongpaso, si gadis yang ternyata cantik -- merasa haus. Jadilah mereka minum ronde di warung, dan Warsito terpaksa mengeluarkan Rp 750 untuk semuanya. Sewaktu masuk Gang Bubutan, Desa Glantengan, si genit bertanya apa si mas mencium bau. "Ya, saya mencium bau sate," kata Warsito. (Nah, bakalan keluar uang lebih besar!). Tapi beberapa puluh meter kemudian, si cantik bilang ia mencium bau lain. "Benar! Ini bb . . . bau minyak . . . mayyaaat ...!" Warsito berteriak, gelagapan. Tepat seperti yang Anda duga, ketika Warsito menoleh, perempuan berpakaian putih-putih itu sudah lenyap. Warsito pun sadar, dia berada di mulut makam Mbah Kramat. Ulah kuntilanak itu membuat Warsito sampai dua hari tidak berani keluar rumah. Tetapi bila penjaga parkir itu gemetaran, Supardi malah jejingkrakan. Laki-laki dari Desa Ploso ini mencamkan benar jumlah uang yang dikeluarkan Warsito untuk mentraktir hantu perempuan yang ternyata doyan wedang ronde itu. Masih ingat? Rp 750. Otak Pardi terus mengotak-atik angka itu. Ia segera membeli buntut, Rp 100, dengan memasang angka 507. Dan menang. Dapat Rp 40.000.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini