PANGKAT serta jabatan, kata orang, ibarat pakaian: nomornya harus cocok di badan. Dan 45 anggota baru DPRD Kotamadya Medan telah mendapat baju yang kurang pas di badan. Lepas dari apa makna yang tersirat, inilah cerita selengkapnya. Sesuai dengan dana APBD DPRD Medan, tiap anggota dewan mendapat jatah satu stel jas plus sebuah lencana emas. Harga tiap stel Rp 500.000. Untuk 45 orang, Rp 22.500.000. Lencana lambang DPRD 10 gram emas 24 karat: 45 x Rp 25.000 x 10 gram, Rp 11.250.000. Total Rp 33.750.000. Berdasarkan surat order dari Sekretaris Dewan, Hadi Lubis, mereka datang ke penjahit Necis di Jalan Thamrin, Medan. Penjahit ini juga mendapat tugas membuat lencana emas. Menurut Hadi, anggaran itu adalah pos DPRD. Tapi, karena nilainya di atas Rp 20 juta, borongan itu harus ditenderkan dan hak itu ada pada Pemda Medan. "Pengadaannya saya tidak campur," kata Hadi kepada Sarluhut Napitupulu dari TEMPO. Pakaian itu dikenakan pada upacara pelantikan, 18 Juli lalu. Usai upacara, mendengung keluhan. "Masa, kayak begini harganya Rp 500 ribu," kata Zulkarnaen Malik dari FPPP. "Bahunya naik sebelah, potongan celana kayak mau ke sawah. Pokoknya, sekali itu saja saya pakai," gerutunya. Sedangkan Mufti Murad, dari FPDI, mengaku dua kali memvermak jasnya. Bahu, punggung, dan pinggangnya tidak pas. "Pertama dipakai saya sangat tertekan, tangannya panjang sebelah," cerita Mufti. "Tidak dipakai, tak enak pula tak seragam," tambahnya. Jas fasilitas itu lalu menghuni lemari pakaiannya. Lebih jauh, Zulkarnaen mengungkapkan bahwa ternyata penjahit Necis memborongkan ke penjahit Remaja di Jalan Pandu. Kalkulator pun dimainkan. Mufti menaksir paling banter harga jas itu Rp 250 ribu. Keriuhan menjalar ke ruangan wartawan di lantai dasar kantor dewan terhormat itu. "Bukan hanya jas yang dimanipulasi, lencana juga," ujar seorang anggota. Menurut sumber ini, ia mengecek di toko emas. Kadarnya 22 karat, dan beratnya 8,2 gram. Sang sumber mengaku hendak menjual lencananya karena butuh uang. "Lumayan kan, Rp 250 ribu," katanya. Wah. Dari anggota lain didapat pula cerita: lencananya rata-rata kurang dari 10 gram. Merasa dapat berita kakap, koran setempat memuat beritanya di halaman satu, empat hari bertirit-tirit. Selain Zulkarnaen dan Mufti tak ada yang mau namanya disebut. Jaga badan, ya? "Bukan begitu. Fasilitas itu kan cuma-cuma. Malu kita kalau kentara kali ngotot," katanya. "Tapi, walau cuma-cuma, janganlah pula dimanipulasikan," tambahnya. "Kami hanya menerima barang jadi, lalu mendistribusikannya," kata Hadi Lubis. "Pos dananya di APBD DPRD, merekalah yang berhak mengeluarkan dan bertanggung jawab," sambut sumber TEMPO di Pemda Medan. Belum jelas siapa yang main. "Inspektorat dan Badan Pemeriksa Keuangan Medan sedang melakukan pemeriksaan," kata Letnan Kolonel Daryatmo, Ketua DPRD Medan. Sementara itu, pihak penjahit Necis yang berkalikali dihubungi TEMPO, lewat telepon maupun langsung selalu mengelak. "Bos, belum masuk," sahut staf Necis dengan necis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini