Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dr.dr.Jajat Darajat Kusumah Negara Sp.Pd M.Kes AIFO., menganjurkan kurikulum pendidikan Indonesia untuk mengembalikan program olahraga seperti senam kesehatan jasmani (SKJ) seperti di tahun 90-an untuk mengatasi masalah psikis siswa. Ahli fisiologi olahraga itu mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa olahraga yang terukur dan tidak berlebihan bisa menurunkan kadar hormon kortisol yang berkaitan dengan stres bagi siswa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam penelitiannya terkait olahraga futsal, Jajat mengemukakan bahwa bermain futsal selama 60 menit, tiga kali dalam seminggu, mampu menurunkan kadar kortisol dan MDA yang berkaitan dengan radikal bebas. Di samping menurunnya efek negatif dari tingkat stress dan radikal bebas, olahraga intens tiga kali dalam seminggu juga terbukti meningkatkan fungsi kognitif anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ternyata futsal tiga kali seminggu itu luar biasa sangat optimum untuk mengembangkan neuroplastisitas otak. Sementara neuroplastisitas otak itu akan berbanding terbalik dengan MDA," kata Jajat.
Fungsi kognitif yang diketahui meningkat dari regenerasi saraf otak (neuroplastisitas) berdampak pada peningkatan atensi, fungsi eksekutif, kontrol diri, memori, dan rasa percaya diri remaja. Selain itu, futsal juga menstimulasi remaja untuk berpikir kritis dan kreatif karena variasi gerak saat berolahraga.
Artikel lain:
Bahaya Olahraga yang Terlalu Diforsir Menurut Pakar
Dia berencana untuk mensosialisasikan dan mempresentasikan hasil penelitiannya pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar olahraga layaknya program SKJ bisa kembali diterapkan di sekolah-sekolah. Menurutnya, kurikulum olahraga di sekolah saat ini hanya menghadirkan waktu sekitar dua jam dalam seminggu, itu pun tidak sepenuhnya melakukan olahraga. Terlebih lagi, remaja perempuan yang dinilai kurang bergerak dibanding laki-laki.
Jajat juga memperhatikan kondisi psikis remaja saat ini yang sebagian bahkan sudah berani bertindak criminal, seperti merundung atau bahkan membunuh orang lain. Itu dinilai dari pengendalian psikis yang tidak optimal.