Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Rencana operasi KPK menggeledah kantor PT Jhonlin Baratama diduga bocor dari dalam.
Rantai birokrasi yang panjang menambah rawan kebocoran informasi rencana operasi.
Dewan Pengawas bakal menanyakan dugaan kebocoran informasi kepada pimpinan KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Bocornya rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor PT Jhonlin Baratama di Kalimantan Selatan diduga akibat ulah orang dalam lembaga antirasuah. Rantai birokrasi yang panjang menambah rawan terjadinya kebocoran informasi rencana operasi KPK.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menduga orang di internal KPK menghambat penyidikan dugaan suap yang melibatkan pejabat di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji. "Ada beberapa orang di internal KPK, yang punya jabatan penting, tidak ingin perkara ini tuntas dikerjakan penyidik," kata Kurnia kepada Tempo, kemarin.
Tim KPK dua kali gagal menggeledah kantor PT Jhonlin Baratama. Penggeledahan pertama sedianya berlangsung pada 18 Maret lalu di kantor Jhonlin di Batulicin, Kecamatan Simpang Empat. Tapi kantor itu kosong melompong ketika tim KPK tiba. Tak ada pegawai ataupun dokumen di kantor perseroan tersebut.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Tempo, semua berkas Jhonlin yang berada di kantor itu diangkut menggunakan dua truk dan disembunyikan di Desa Lalapin beberapa saat sebelum KPK tiba. KPK lantas memburunya pada Jumat pekan lalu. Tapi, begitu tiba di lokasi, tim KPK hanya bisa gigit jari karena truk tersebut sudah tidak ada di lokasi. Yang tersisa hanyalah bekas ban truk ketika diparkir.
Narasumber Tempo mengatakan KPK menerima laporan mengenai lokasi truk itu pada 3 April lalu. Tapi tim baru jalan pada 9 April, atau sepekan setelah laporan tersebut. Menurut sumber ini, truk pembawa dokumen Jhonlin dipindahkan sehari sebelum KPK tiba di lokasi. "Informan memberikan informasi soal truk itu pada 3 April pagi ke KPK," kata sumber tersebut.
Indikasi adanya orang dalam yang membocorkan informasi, menurut Kurnia, bukan baru kali ini terjadi. Sebelumnya, kebocoran informasi diduga terjadi ketika KPK mengusut kasus suap bantuan sosial dalam penanganan pandemi Covid-19 dengan tersangka Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Kala itu KPK menggeledah rumah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Ihsan Yunus di Jakarta Timur, setelah nama politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu muncul dalam rekonstruksi suap. Namun KPK pulang dengan tangan kosong. Selain karena informasinya diduga bocor, KPK terlambat menggeledah, yakni sebulan setelah kasus naik ke penyidikan.
Proses izin yang panjang, menurut Kurnia, membuat KPK kerap terlambat dalam melakukan penggeledahan. Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi mewajibkan penyidik mengantongi izin dari Dewan Pengawas sebelum menggeledah.
Meski Dewan Pengawas memberikan izin, mekanisme penggeledahan kerap memperlambat kinerja penyidik KPK. Kurnia mencontohkan, penyidik memperoleh izin menggeledah gedung A. Ternyata barang bukti sudah dipindahkan ke gedung B. Nah, penyidik tak bisa langsung menggeledah gedung B karena harus izin lebih dulu kepada Dewan Pengawas.
Dalam Undang-Undang KPK hasil revisi, izin penggeledahan lebih rumit dari ketentuan dalam Pasal 34 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut KUHAP, dalam keadaan mendesak, penyidik dapat melakukan penggeledahan. "Setelah itu baru melaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri," ucap Kurnia.
Dewan Pengawas KPK, menurut Kurnia, seharusnya proaktif meminta klarifikasi kepada pimpinan KPK ihwal dugaan adanya orang dalam KPK yang membocorkan rencana penggeledahan kantor Jhonlin Baratama. "Dewas tak perlu menunggu laporan dari siapa pun. Undang-undang mengizinkan itu,” kata Kurnia.
Senda dengan Kurnia, peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menduga informasi operasi KPK bocor dari dalam lembaga itu. Sebab, dalam setiap penggeledahan, yang mengetahui informasi rencana operasi relatif terbatas. Selain tim penyidik, yang tahu rencana operasi adalah pejabat di bagian penindakan, pimpinan, dan Dewan Pengawas KPK.
Selain karena ulah orang dalam, menurut Zainur, kebocoran mungkin terjadi akibat kelemahan sistem di KPK yang bisa dieksploitasi pihak luar. "Dewan Pengawas dapat melakukan investigasi internal untuk menegakkan etik," ucap dia.
Zaenur juga menyoroti kecenderungan lambatnya KPK dalam menggeledah. Dalam kasus PT Jhonlin Baratama, misalnya, ada jeda selama tiga pekan dari penggeledahan pertama hingga kedua. "Tersedia cukup waktu bagi para pihak untuk memindahkan alat bukti," ujarnya.
Tempo berupaya meminta konfirmasi kepada pemilik Jhonlin Group, Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam, serta Kepala Eksekutif Jhonlin Baratama, Ghimoyo. Tapi keduanya tidak menjawab panggilan telepon ataupun pesan singkat yang dikirim Tempo.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri membantah adanya intervensi dari internal KPK dalam penanganan kasus. Menurut dia, KPK bekerja berdasarkan aturan hukum, bukan untuk merespons pihak tertentu. "Kami bekerja sesuai prinsip tugas pokok KPK," kata dia.
Anggota Dewan Pengawas KPK, Syamsuddin Haris, mengatakan akan ada sanksi etik bagi orang dalam KPK yang ketahuan membocorkan informasi. Meski begitu, Syamsuddin mengatakan belum mendapat laporan mengenai dugaan orang dalam yang membocorkan informasi rencana operasi KPK.
Dewan Pengawas bakal menanyakan ihwal dugaan kebocoran informasi itu kepada pimpinan KPK dalam pertemuan evaluasi berkala. “Ada rapat triwulan bersama pimpinan dan evaluasi per semester,” kata Syamsuddin.
MAYA AYU PUSPITASARI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo