Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERMULA dari ”lorong buku” di dekat Sungai Main, Frankfurter Buchmesse atau Frankfurt Book Fair telah berubah menjadi ”kota buku”. Dari cuma menempati lahan kurang dari setengah hektare pada setengah abad lalu, kini pameran ini memakan tempat hingga 17 hektare! Inilah pameran buku internasional termegah di dunia.
Di ajang ini pengarang, penerjemah, penerbit, toko buku, perpustakaan, ilustrator, akademisi, bahkan produser film hingga pedagang buku dan meja kuno dari seluruh dunia berkumpul. Mereka tak cuma memamerkan deretan buku up to date, favorit, atau best seller, tapi juga berdiskusi, mengumpulkan informasi, sembari—ini yang penting—melakukan transaksi jual-beli lisensi dan hak cipta.
Sebanyak lebih dari 290 ribu orang berkunjung ke forum sekali setahun yang digelar di setiap awal musim gugur—sekitar pertengahan Oktober—itu. Tahun ini pameran diikuti 7.300 peserta dari 100 negara. Mereka memadati delapan hall. Lebih dari 400 ribu judul buku, termasuk 100 ribu judul baru, dipajang. Sebanyak 10 ribu wartawan internasional meliput.
Dengan rekor itu, Frankfurt Book Fair terlalu tambun untuk dibandingkan dengan London Book Fair yang cuma populer di Eropa atau dengan Book Expo yang terkesan hanya menjadi ajang pamer buku-buku Amerika. Begitu pula dengan Turino Book Fair di Italia yang tahun lalu diboikot negara-negara muslim gara-gara menampilkan Israel sebagai tamu kehormatan. Turino Book Fair cuma menyedot 1.400 peserta.
Frankfurt Book Fair memang menyediakan peluang bisnis. Cuma satu hal mesti dipatuhi: tepat waktu. Siapa pun yang sudah bikin janji harus datang tepat waktu. Telat beberapa detik saja, yang mau ditemui sudah kabur menemui janji lain. Karena itu, pengunjung dan pelaku bisnis mesti paham luasnya medan jelajah, ruang-ruang pamer yang terpencar, dan bagaimana menembus lautan manusia.
”Bertemu muka itu perlu. Penulis buku atau penerjemah sekalipun harus menilai penerbitan macam apa yang mau membeli hak cipta bukunya atau memakai jasanya,” kata Chris Holifield, Direktur WriterServices dan BCA, klub buku terbesar di Inggris, kepada Tempo.
Cikal bakal pameran yang berlangsung lima hari ini muncul 500 tahun lalu. Para pedagang buku dari pelbagai pelosok memenuhi gang atau lorong di dekat Sungai Main. Lorong buku atau buechergasse—dalam bahasa asli—masih ada sampai sekarang. Tapi baru pada 1949 Frankfurt Book Fair resmi didirikan di Jalan Ludwig-Erhard-Anlage No. 1, Frankfurt. Di lahan seluas 4.500 meter persegi dibangun dua stan kayu sepanjang dua meter. Sekitar 10 ribu judul dipamerkan. Toh, pengunjungnya luber: 14 ribu orang. Hasil penjualan hak cipta pun lumayan: 1,3 juta euro.
Pada 1970, pengarang terkenal Hildegard Kref dan petinju Muhammad Ali muncul di ajang ini. Bedah buku digelar. Enam tahun kemudian, untuk pertama kali penyelenggara memasukkan tamu kehormatan ke program dengan menampilkan Amerika Latin. Pada 1993, Frankfurt Book Fair goes electronic. Internet dipamerkan. Tahun ini penyelenggara membuka Weiss Raum (Ruang Putih) yang mengkhususkan diri menampung e-book.
Penyelenggara mulai mengundang penulis kontroversial sejak delapan tahun lalu. Tahun ini, ketika Cina menjadi tamu kehormatan, para penulis disiden menggelar forum independen di luar forum penulis yang ”direstui” pemerintah Cina. Mereka kemudian berjalan ke Kedutaan Besar Cina di Frankfurt, mendemo kebijakan politik Cina yang meredam kebebasan berekspresi.
”Frankfurt Book Fair bertanggung jawab menghadapi tantangan kultural dan politik,” kata ketua penyelenggara, Juergen Boss. Itu sebabnya, ajang ini memberi porsi kepada kedua kubu untuk berekspresi, tanpa harus baku hantam.
Sri Pudyastuti Baumeister
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo