Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUKAN urusan kriminal yang membuat sibuk Inspektur Jenderal Untung Rajab. Sepanjang dua pekan ini, pejabat-pejabat tinggi negara—misalnya Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie dan Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar—menelepon Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya itu. Diplomat Amerika Serikat pun menghubunginya.
Semua tentang Stefani Joanne Angelina Germanotta alias Lady Gaga. Rencana konser penyanyi berjulukan Mother Monster itu di Gelanggang Olahraga Bung Karno, Jakarta, akhir pekan ini, membikin geger negeri. Sejumlah kelompok yang menentang kehadiran Lady Gaga mengancam berbuat onar. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto pun mengundang rapat koordinasi khusus membahas pertunjukan bertajuk The Born This Way Ball ini.
”Pak Marzuki Alie bilang, kalau melanggar syarat, bubarkan saja pertunjukan,” kata Untung kepada Tempo, Rabu pekan lalu. Ia memberi contoh komunikasinya dengan pejabat, membahas rencana konser Lady Gaga. Sebaliknya, ia menilai Menteri Djoko cenderung mengizinkannya.
Duta Besar Amerika Serikat Scott Marciel pun membicarakan Lady Gaga ketika menyambangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat pada Rabu siang pekan lalu. Ia menemui Wakil Ketua Dewan Priyo Budi Santoso. Kepada wartawan, Priyo mengatakan bersama Marciel membicarakan kunjungan anggota Dewan ke Amerika dua pekan sebelumnya. Tapi ia mengakui mereka membicarakan hal-hal lain, termasuk rencana kedatangan Lady Gaga.
Sejumlah kelompok, seperti Front Pembela Islam dan Hizbut Tahrir Indonesia, menolak Lady Gaga. Mereka menuduh sang Lady memuja setan serta mendukung gay dan lesbian. Akhir April lalu, puluhan remaja dari Gerakan Umat Anti Maksiat berunjuk rasa memprotes hal yang sama. Setelah itu, Majelis Ulama Indonesia, Muhammadiyah, dan Partai Persatuan Pembangunan bergantian meminta pemerintah tak mengeluarkan izin konser.
Walhasil, Kepolisian Republik Indonesia tak kunjung mengeluarkan izin keramaian yang diminta Big Daddy Entertainment, promotor Gaga di Indonesia, yang diajukan dua bulan lalu. Duta Besar Marciel mengaku mengirim sejumlah anak buahnya ke Markas Besar Polri. ”Kami mendiskusikan soal keamanan,” katanya. ”Soal lain, kami tak membahasnya.”
Marciel meminta polisi mendengar pendapat sebagian besar orang Indonesia yang paham terhadap nilai kebebasan dan toleransi. ”Indonesia dan Amerika sama-sama punya sejarah panjang dalam dua hal itu,” ujarnya. ”Masyarakat Indonesia berhak memutuskan, tapi suara orang banyak patut didengar, tak hanya kelompok kecil.”
Toh, hingga akhir pekan lalu, Markas Besar Polri belum juga mengeluarkan izin.
ADA dua izin yang harus diperoleh manajemen Big Daddy agar bisa menggelar konser dengan jumlah penonton 52 ribu orang itu. Pertama, izin membuat keramaian dari Markas Besar Polri. Kedua, izin tinggal sementara untuk Lady Gaga dari Dinas Pariwisata DKI Jakarta.
Dua izin itu keluar setelah mendapat rekomendasi dari pelbagai instansi, seperti Direktorat Imigrasi, Kementerian Dalam Negeri, Dinas Pariwisata, dan Kepolisian Daerah. Tak seperti untuk konser-konser lain, yang izinnya keluar dalam waktu sebulan, untuk Lady Gaga instansi-instansi ini menolak mengeluarkannya.
Kini, khusus Lady Gaga, bahkan ada instansi tambahan yang harus memberi rekomendasi untuk dipertimbangkan polisi: Majelis Ulama Indonesia, Kementerian Agama, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. ”Semua sedang dalam proses. Kami berupaya sekuat mungkin izin itu keluar sehingga konser tetap digelar,” kata Arif Romadhoni, juru bicara Big Daddy.
Menurut seorang sumber di manajemen Big Daddy, semua pihak yang menentang konser ini sudah ditemui dan diajak berdiskusi, terutama instansi-instansi yang belum juga mengeluarkan izin. Selasa pekan lalu, tim Big Daddy bertemu dengan perwakilan lima instansi yang tergabung dalam Komisi Penilai Kegiatan Hiburan Daerah.
Dalam pertemuan itu, Komisi meminta Big Daddy mempublikasikan profil Lady Gaga, yang dituduh sekelompok orang sebagai penyanyi pemuja setan. Tiga lagu dijadikan dasar tuduhan itu: Judas, Born This Way, dan Alejandro. Klip video lagu-lagu itu menggambarkan Gaga yang berubah dari seorang biarawati menjadi Lucifer.
Pada Jumat pekan lalu, Arif didampingi pengamat musik Bens Leo menggelar jumpa pers di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan. Menurut Arif, Gaga adalah penyanyi pop nomor satu di dunia saat ini dengan lima penghargaan Grammy. Penggemarnya tak hanya di Amerika, tapi juga terbesar di Eropa dan Asia. ”Lagu-lagunya sangat religius, menyerukan penerimaan manusia akan karunia Tuhan,” katanya. Tapi sosialisasi ini belum menjamin rekomendasi itu akan keluar.
Michael Rusli, Presiden Direktur Big Daddy, mengatakan lobi-lobi itu dilakukan secara legal dalam rangka memperoleh izin. ”Semua pihak kami ajak dialog, pasti kami entertain. Di luar itu, kami susah ngomong-nya,” ujarnya.
Sejauh ini, baru Menteri Djoko Suyanto yang secara terbuka mendukung konser Gaga. Djoko mengirim surat kepada Kepala Polri agar memberi izin untuk keriaan itu. ”Jika pertunjukan menghormati norma dan kesopanan lokal, show must go on,” katanya.
Inspektur Jenderal Untung Rajab mengatakan, setelah mempertimbangkan dari banyak sisi, Kepolisian Daerah Metro Jaya bisa memberikan rekomendasi. Tapi dengan sejumlah syarat: Lady Gaga tidak mengenakan kostum dan tidak menyanyikan lagu yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Pornografi.
Karena itu, Michael Rusli berada di Singapura sepanjang pekan lalu. Gaga punya jadwal konser di negeri itu pada 28 Mei. Rusli memberitahukan dan mendiskusikan soal penolakan di Jakarta. Menurut orang dekatnya, pembahasan terutama soal konsep konser. Gaga kabarnya menyiapkan konser berbentuk opera.
Berbeda dengan konser di Korea Selatan, Thailand, dan Filipina dua pekan sebelumnya, lagu-lagu Gaga pada pertunjukan 3 Juni di Jakarta dirangkai berbentuk cerita dari awal sampai akhir. ”Karena itu, tak bisa diinterupsi di tengah jalan,” kata sumber ini. Dengan belum adanya jaminan keamanan dari polisi karena izin belum turun, konsep ini belum bisa dirampungkan.
Menurut Rusli, Gaga sangat memahami penolakan masyarakat Indonesia. Karena itu, dalam konser nanti, ia akan memakai gaun yang tertutup, seperti konser di negara Asia lainnya—yang juga diprotes umat agama di sana. ”Gaga bilang ke saya, show di Jakarta tak ada topless, baju daging, atau perut terbuka,” katanya.
Bahkan direktur gaya kru Gaga dua pekan lalu datang ke Jakarta. Menurut Rusli, ada pembicaraan seputar kemungkinan memakai kostum hasil rancangan desainer Indonesia, Tex Saverio. Pemakaian desainer lokal ini untuk menunjukkan Gaga memahami budaya setempat.
Masalahnya, Front Pembela Islam sudah berencana menghadang Gaga di Bandar Udara Soekarno-Hatta. Jika konser itu tetap digelar, kata juru bicara FPI, Munarman, laskarnya akan mengepung Gelora Bung Karno dan membubarkan pertunjukan.
Front bukannya tak dilobi. Menurut Munarman, awal Mei lalu, setelah Ketua Front Rizieq Shihab mengumumkan sikap resmi organisasinya menolak Gaga, ia ditelepon seorang pengacara yang mengaku mewakili Big Daddy dan memintanya tak terlalu keras menolak Lady Gaga. ”Saya tolak karena ini menyangkut umat Islam,” ujarnya. ”Sikap kami sudah jelas: tolak Lady Gaga.”
Tak hanya dia, petinggi FPI lainnya mengabarkan kepada Munarman telah didatangi seseorang agar menghentikan demonstrasi menolak Gaga, dan ditawari uang. ”Nilainya seharga mobil,” kata Munarman, ”tapi dia tak menyebut mewakili siapa.”
Arif tak mau menyebut siapa saja pihak yang sudah diajak berdialog agar menerima konser Gaga. ”Pokoknya, kami tetap berusaha sekuat tenaga,” ujarnya.
KEBERHASILAN Big Daddy memenangi tender konser Gaga tak lepas dari keuletan Michael Rusli melobi manajemennya. Jauh-jauh hari, September tahun lalu, ia mengontak agen Gaga agar sang penyanyi mau tampil di Jakarta. Itu pun tak mudah karena ada enam promotor lain yang memberi tawaran serupa.
Menurut seorang sumber di Big Daddy promotor lain yang ikut tender ini di antaranya Blade Indonesia dan Berlian Entertainment. Harga yang ditawarkan bervariasi, dari US$ 800 ribu hingga US$ 2 juta. Big Daddy keluar sebagai pemenang karena mencantumkan testimoni artis-artis yang pernah didatangkannya selama tiga tahun.
Testimoni itu antara lain dari Linkin Park. Band rock asal Amerika Serikat ini mengaku tur di Stadion Gelora Bung Karno, September tahun lalu, sebagai konser terbaiknya di Asia. Rupanya, manajemen Gaga tertarik oleh portofolio ini. Pendekatan sejak awal menambah nilai plus. ”Proses mendekati dan mendapatkannya sulit sekali,” kata Michael Rusli.
”Perjuangan” itu terbayar lunas. Tiket sebanyak 52 ribu seharga Rp 465 ribu sampai Rp 2,25 juta sudah ludes. Jika jadi digelar, konser Gaga di Jakarta ini menjadi pertunjukan langsung terbesarnya di Asia. Karena Gaga merupakan artis pop yang sedang naik daun, keberhasilan ini akan mengangkat pamor Big Daddy di dunia hiburan.
Di kalangan pelaku industri hiburan, berembus kabar bahwa kekalahan itu membuat Berlian, yang sahamnya dikabarkan milik Edhie Baskoro Yudhoyono, tak terima. Penolakan sejumlah organisasi itu hanya buntut. Soalnya, menurut seorang promotor band rock, mendatangkan Lady Gaga bisa menjadi ukuran perusahaan itu bisa mendatangkan artis siapa saja.
Direktur Keuangan Berlian Marcel Permadhi menyangkal tudingan ini. ”Kami tak ikut tender dan kami punya konser sendiri,” ujarnya. Berlian, yang memboyong penyanyi David Foster ke Jakarta tahun lalu, akan menggelar konser boyband lawas, New Kids on the Block dan Backstreet Boys, dua hari sebelum pertunjukan Gaga. Konser dua grup ini akan digelar di Ancol, Jakarta Utara.
Marcel juga menyangkal Edhie Baskoro alias Ibas, anak bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, berada di perusahaan mereka. ”Cek saja aktanya, apa ada nama Ibas di sana,” katanya. Dalam akta pendirian perusahaan pada 24 November 2007 di notaris Sugito Tedjamulya, pendirinya hanya dua orang: Aditya Djanaka dan Chaeruddin Syah. PT Berlian Entertainment Indonesia didirikan dengan modal Rp 1 miliar.
Kantor Berlian memang satu lantai, di tingkat 32 gedung Sampoerna Strategic Square, dengan Yastra Group milik Ibas. Sejumlah pegawai dan petugas keamanan juga mengkonfirmasi kedatangan Ibas ke sana. ”Beliau juga kan teman bos saya,” ujar seorang pegawai.
Marcel Permadhi mengakui dia kawan kuliah Ibas di Curtin University, Australia. Aditya juga teman sebangku Agus Harimurti, kakak Ibas, di sekolah menengah pertama. Sejumlah sumber yang dekat dengan Cikeas menyebut Aditya sebagai tangan kanan Ibas dalam bisnis.
Menurut Marcel, hubungan bisnis dengan Ibas semata karena pertemanan—seperti ketika Berlian menjadi konsultan media Ibas saat ia menjadi calon anggota DPR dari daerah Pacitan, Jawa Timur. Tapi sejumlah pelaku industri hiburan mengaku tahu Berlian sebagai perusahaan milik suami Aliya Rajasa itu. ”Sudah jadi rahasia umum di kalangan orang hiburan,” kata salah satunya.
Bagja Hidayat, Ririn Agustia, Angga Sukma, Istiqomatul Hayati, Wahyu Muryadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo