Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni
Turun Gunung Demi Anak Sulung
Susilo Bambang Yudhoyono menjadi mentor Agus Harimurti menghadapi debat calon Gubernur Jakarta. Belasan ahli di belakangnya.
SUSILO Bambang Yudhoyono tak kepalang tanggung menyokong anak sulungnya bertarung dalam pemilihan Gubernur Jakarta. Untuk menghadapi debat pada Jumat pekan lalu, Yudhoyono mementori sendiri Agus Harimurti agar percaya diri di panggung kampanye yang disiarkan secara langsung oleh tiga stasiun televisi.
Misalnya, pada Rabu dua pekan lalu di rumah baru Yudhoyono di Jalan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, presiden keenam ini memberikan wejangan dengan menceritakan pengalamannya mengikuti dua kali debat pemilihan presiden pada 2004 dan 2009. "Be yourself," kata Yudhoyono seperti ditirukan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan pekan lalu.
Di samping Hinca, elite Demokrat lain hadir di rumah Yudhoyono untuk mendengarkan wejangannya. Di tim pemenangan Agus-Sylviana Murni ini, elite Demokrat dan tiga partai pendukung berhimpun dalam Tim Substansi. Selain oleh Demokrat, pasangan ini diusung oleh Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Mereka berada di bawah kendali guru besar ekonomi dan studi pembangunan Institut Pertanian Bogor, Joyo Winoto.
Menurut Hinca, meski Yudhoyono menceritakan pengalamannya di panggung debat, ia mewanti-wanti agar Agus menjadi diri sendiri dan tak meniru gayanya. Ia tak ingin anaknya gelagapan di panggung debat karena kurang persiapan. "Pak Yudhoyono mengatakan, jika tidak siap di debat pertama, kandidat akan kesulitan di debat berikutnya," ujar Hinca.
Bagi Agus dan Sylviana, debat ini merupakan pengalaman pertama. Agus pensiun sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dengan pangkat mayor untuk menjadi calon gubernur. Adapun Sylviana adalah mantan None Jakarta yang menjadi birokrat selama 30 tahun dengan jabatan terakhir Deputi Gubernur Jakarta Bidang Pariwisata dan Kebudayaan.
Debat kandidat merupakan rangkaian kampanye sebelum pemilihan pada 15 Februari 2017 yang wajib diikuti setiap pasangan calon gubernur. Debat kandidat akan digelar tiga kali dengan tema berbeda-beda. Debat pertama Jumat pekan lalu digelar di Hotel Bidakara, Jakarta, bertema pembangunan sosial-ekonomi, meliputi adu program pendidikan, kesehatan, dan transportasi.
Kepada Agus dan Sylvi, Yudhoyono mengingatkan, keberhasilan debat sangat bergantung pada manajemen waktu. Soalnya, debat itu terbilang singkat karena hanya berlangsung 90 menit, yang dibagi dalam enam segmen. Setiap calon hanya diberi waktu memaparkan program tidak sampai 30 menit.
Selain mewanti-wanti agar tidak menyerang lawan, Yudhoyono meminta Agus dan Sylvi tidak emosional saat moderator atau kandidat lain memojokkan mereka. Jika pertanyaan moderator atau lawan debat melenceng dari materi, Yudhoyono meminta mereka tetap meresponsnya dengan lugas dan tegas. Sebab, menurut Yudhoyono, seperti dituturkan Hinca, "Agus harus menyenangkan publik, bukan moderator atau panelis."
Agus mengakui ayahnya menjadi mentor utamanya selama kampanye tiga bulan belakangan. Ayahnya pula yang banyak memberi masukan dalam strategi menjalani debat kandidat Gubernur Jakarta. "Tapi semua tergantung seberapa besar saya confident," katanya.
SETELAH rapat di rumah Yudhoyono itu, tugas mementori Agus dan Sylvi diserahkan kepada Tim Substansi, yang dipimpin Joyo Winoto. Dalam dua pekan terakhir, mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional itu beberapa kali berdiskusi dengan Agus dan Sylvi.
Mereka kadang mengobrol di markas pemenangan tim di kantor Partai Demokrat di Jalan Proklamasi 41, Jakarta Pusat, atau di apartemen The Capital Residence di kawasan bisnis Sudirman Central Business District, Jakarta Selatan. Apartemen milik pengusaha Wishnu Wardhana, yang menjadi manajer kampanye, ini tempat berdiskusi dan berkumpul Tim Charlie, tim inti Agus-Sylvi.
Anggota Tim Charlie bergantian memberi asupan informasi politik, khususnya isu Jakarta. Rachland Nashidik, anggota tim, mengatakan grup ini menjaga betul agar Agus tak menuai sentimen negatif di media sosial seperti seusai wawancara Agus dengan Najwa Shihab di Metro TV pada awal Oktober tahun lalu. Kala itu Agus dianggap tak siap menangkis pertanyaan Najwa.
Dosen filsafat Universitas Indonesia, Rocky Gerung, paling intensif membimbing Agus menyiapkan segala hal menghadapi debat. Setiap hari Rocky mengajak Agus melakukan simulasi agar di panggung debat bisa menyampaikan pesan yang luas dalam waktu yang terbatas. Ia juga menjadi pengarah gaya bagi Agus. "Sekarang dia lebih cair dan rileks, gaya militernya sudah jauh berkurang," katanya.
Rocky kerap berdiskusi dengan Agus pada pagi atau malam di posko khusus Agus-Sylvi di Jalan Wijaya 1 Nomor 12, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di posko ini setiap hari Agus-Sylvi dan timnya bertemu menyiapkan materi sebelum ke lapangan untuk berkampanye. Ketika Agus sedang tidak ada jadwal kampanye, Rocky datang ke rumah Agus di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Atas saran Rocky dan Tim Charlie, Agus juga diminta lebih memprioritaskan kampanye di lapangan ketimbang memenuhi undangan dua stasiun televisi swasta yang menggelar debat tak resmi pada Desember lalu. Menurut Rocky, berdasarkan perhitungan internal, dampak hadir di televisi terhadap elektabilitas hanya 4 persen. Sedangkan turun ke lapangan bisa sampai 37 persen.
Dalam dua kali debat itu, hanya Agus yang tidak hadir. Menurut Rocky, pilihan itu juga diambil karena Agus sudah telanjur datang ke lokasi kampanye dan ditunggu masyarakat. "Datang ke masyarakat jelas lebih penting," ujar Rocky. "Ini juga membuat orang penasaran dan menunggu Agus di debat resmi pertama."
Selama sepekan terakhir menjelang debat, Rocky lebih sering mengobrol dengan Agus membahas dan memetakan persoalan di lapangan di Posko Wijaya sebelum berangkat kampanye. Pada malam harinya, ia mengevaluasi hasil kampanye Agus dan berdiskusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Untuk debat pertama, kata Rocky, ia pun mengingatkan Agus agar berfokus memanajemen waktu. Kata kunci setiap topik, menurut dia, harus ditekankan setiap kali Agus mengungkapkan komitmen program-programnya. Untuk isu kesehatan, misalnya, kata kuncinya adalah bantuan langsung sementara Rp 1 miliar per rukun warga atau Rp 5 juta per keluarga miskin per tahun.
Program seperti ini, kata Rocky, harus disampaikan Agus dalam debat dengan bahasa lugas dan waktu tidak sampai satu menit. "Dalam debat, Agus sudah diminta memberi pernyataan dengan saksama dan tempo sesingkat-singkatnya," ujar Rocky.
Agus punya pemahaman sendiri. Dalam debat pada Jumat pekan lalu, Agus tak sepenuhnya menjalankan permintaan ayahnya. Ia mengkritik program kandidat lain dengan sindiran. Adapun Sylviana lebih banyak menangkis serangan kandidat lain.
Beberapa kali Agus terlihat terpancing emosinya ketika Basuki Tjahaja Purnama, calon inkumben, menyebut program dana bergulir mirip kebijakan Gubernur Fauzi Bowo yang macet dan penerimanya masuk penjara. "Inilah masalahnya jika pemimpin selalu curiga dengan masyarakatnya sendiri. Pertanyaannya selalu bagaimana meyakinkan agar masyarakat tidak masuk penjara," kata Agus.
Sepanjang debat, Agus juga tidak banyak mengungkapkan temuan-temuan saat kampanye dengan menyajikan data. Padahal para mentornya mewanti-wanti agar ia menyajikan data hasil kampanye di lapangan sebagai amunisi menangkal serangan kandidat lain.
Survei Tempo.co satu jam setelah debat dengan melempar pertanyaan siapa kandidat dengan penampilan terbaik menunjukkan Agus hanya mendapat 10 persen dari 10 ribu lebih peserta sigi. Agus mengibaratkan strategi debatnya pekan lalu seperti permainan sepak bola. "Ada offense dan defense," ujarnya. Maksudnya, ada saatnya menyerang dan ada waktunya bertahan.
Anton Aprianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo