Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUDUK seorang diri di atas panggung, Basuki Tjahaja Purnama meminta puluhan orang yang duduk berderet di luar mimbar mencecarnya dengan aneka pertanyaan. Syaratnya, tiap orang mengajukan pertanyaan secara ringkas. Saat giliran menjawab, calon Gubernur Jakarta inkumben ini juga menyampaikannya dengan kalimat pendek.
Di antara tanya-jawab di Rumah Lembang pada Rabu sore pekan lalu itu, Basuki menjelaskan mengapa ia meminta dicecar dengan pertanyaan. "Ini waktu sudah pendek. Pertandingan tergantung saya. Kalau saya keliling ke semua titik, enggak akan keburu. Jadi kita manfaatkan kesempatan debat," katanya. "Doakan saya bisa menguasai diri."
Rumah Lembang di Menteng, Jakarta Pusat, adalah markas tim pemenangan Basuki, yang berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat. Tanya-jawab sore itu merupakan bagian dari persiapan Basuki menghadapi debat kandidat Gubernur DKI Jakarta dua hari kemudian. "Teman-teman cuma perbaiki kata-kata saya," ujarnya pada Kamis pekan lalu.
Dalam debat sebenarnya, menurut Ahok, waktu untuk menjawab pertanyaan moderator atau kandidat lain tidak banyak. Maka dia membutuhkan cecaran penyokongnya untuk menyesuaikan panjang jawaban dengan waktu yang tersedia. "Kalau ditanya sesuatu, apalagi kalau penanya bertanya hal umum, jawabannya akan panjang, apalagi saya ingat yang sudah saya kerjakan," kata Basuki.
Tim pemenangan tak membentuk tim khusus untuk menggojlok Basuki dan Djarot menghadapi debat yang digelar Komisi Pemilihan Umum Jakarta pada Jumat pekan lalu itu. Selain "latihan" bersama pendukungnya pada Rabu pekan lalu, Basuki praktis mengandalkan "simulasi" dengan anggota tim di mana saja dan kapan saja.
Suatu kali saat makan malam di Rumah Lembang, Sekretaris Tim Pemenangan Ace Hasan Syadzily diminta Basuki menanyakan kebijakannya. "Ce, lu tanya gua dengan pertanyaan yang paling sulit, gua bakal jelasin," ujar Ace menirukan Basuki. Ace bertanya tentang penggusuran dan reklamasi, dua tema yang dianggap telak "menembak" Basuki.
Ahok dan Djarot tak diarahkan menyampaikan materi tertentu dalam debat. Tak ada pula tim kecil yang dibentuk untuk menyiapkan materinya. Tim pemenangan hanya meminta staf magang Ahok di Balai Kota mengumpulkan data kebijakan Basuki selama memimpin Ibu Kota.
Setelah data terhimpun, Raja Juli Antoni, salah seorang anggota tim pemenangan, berulang kali mengetesnya. "Kalau kebijakannya begini, datanya bagaimana?" kata Raja. "Hanya cek fakta, terutama yang berkaitan dengan angka-angka."
Sebagai calon pasangan inkumben, Basuki dan Djarot tak perlu repot menyusun program kerja selama masa kampanye. "Mereka tinggal menyampaikan apa yang sudah dikerjakan selama ini dan menyempurnakannya," kata Ketua PDI Perjuangan Jakarta Adi Wijaya.
PDI Perjuangan bersama NasDem, Hanura, dan Golkar menjadi partai penyokong Basuki-Djarot. Adi mencontohkan penggunaan kartu JakOne yang diluncurkan pertengahan tahun lalu untuk menggalakkan transaksi nontunai. Kartu ini mengkombinasikan fungsi kartu yang sudah ada, seperti Kartu Jakarta Pintar, dan fungsi baru, seperti untuk pembayaran bus Transjakarta.
Di luar itu, Basuki tak menggembleng diri habis-habisan. Tim pemenangan tak menyewa konsultan komunikasi untuk menata gaya bicara Basuki yang acap meledak-ledak. Sejak pidatonya yang menyitir Surat Al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu pada akhir September lalu dipersoalkan, Basuki banyak berubah. "Aku sudah mendapat 'selotip ajaib' yang aku tahu kapan dikunci, kapan dibuka," ujarnya. "Ahok sudah Core i7 sekarang, bukan Pentium lagi."
Istilah "selotip ajaib" ia dapatkan dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Saat menemaninya berziarah ke makam mantan presiden Sukarno di Blitar, Jawa Timur, Oktober lalu, Ahok dinasihati agar tak sembarangan bertutur. "Mulai hari ini kamu pasang 'selotip ajaib' supaya tak kebablasan kalau ngomong," kata Adi Wijaya, menirukan ucapan Megawati di Blitar. Adi ikut ke Blitar bersama rombongan.
Nasihat itu pula yang berulang-ulang diingatkan timnya kepada Basuki. Biasanya mereka menyampaikannya saat mengobrol di Rumah Lembang. Sebaliknya, Basuki kerap meminta saran dari anggota tim setelah membuat pernyataan di depan publik. "Bagaimana tadi omonganku?" kata Ace menirukan Basuki.
Di lapangan, ketika keluar-masuk kampung, Basuki juga ditempel anggota tim pemenangan yang bertugas mengingatkannya bila hampir kebablasan bicara. Untuk debat pekan lalu, tim meminta Djarot memberikan kode agar Basuki mengerem bicara jika mulai terpancing meledak.
Di panggung debat di Menara Bidakara itu, Basuki sesekali menyindir lawannya. Tapi ucapannya masih terkontrol. Pada saat itu, Djarot tampak terkekeh di belakangnya. Sesekali keduanya berdiskusi sebelum menanggapi pertanyaan kedua pesaingnya.
BUKAN hanya dalam persiapan debat kandidat Basuki banyak mengambil peran. Dalam rapat bersama tim pemenangan, ia tampak seperti manajer kampanye ketimbang "pengantin". Pada saat rapat bersama tim pemenangan, ia lebih sering mengatur tim ketimbang Prasetio Edi Marsudi, politikus PDI Perjuangan Jakarta yang didapuk sebagai ketua tim pemenangan.
Sampai-sampai Basuki memelototi pengeluaran kampanyenya seperti saat memeriksa anggaran DKI Jakarta. "Setiap pengeluaran mesti atas sepersetujuan Pak Ahok," kata Ace.
Basuki pernah mencoret pengeluaran Rp 40 juta yang dialokasikan untuk membayar konsumsi kampanye. Menurut Ahok, pengeluaran tersebut tak perlu. Tim pun, kata seorang anggotanya, harus putar otak menutup ongkos katering yang telanjur dipesan.
Menurut Ace, Basuki juga yang menentukan rute kampanye setiap hari. Tim menyodorkan tiga pilihan, Basuki menentukan wilayah mana yang akan ia kunjungi. Ada 800 lokasi yang perlu didatangi dan kebanyakan adalah basis penentang Basuki. Sejak dia dituduh menista agama, jadwal kampanyenya baru terang pada hari-H. "Itu pun baru satu-dua jam menjelang keberangkatan tim diberi tahu," ujar Ace.
Meski Basuki menganggap debat kandidat penting, partai pengusung lebih merisaukan "perang darat". Berkali-kali Ahok dan Djarot dihadang penentangnya saat berkampanye ke kampung-kampung. Pada awal November lalu, saat menjumpai warga Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Ahok bahkan harus dievakuasi ke angkutan kota yang sedang lewat karena dikejar pengikut kampanyenya. Tim pemenangan mencurigai para penghadang itu digerakkan oleh seseorang untuk mengganggu kampanye calon mereka.
Menghadapi situasi tersebut, Partai NasDem menugasi sejumlah orang menjaga Basuki di lapangan. Bahkan, bila ada keributan, mereka siap beradu fisik. "Ini instruksi DPP NasDem," kata Wakil Sekretaris Jenderal NasDem Willy Aditya. "Kami harus melawan."
PDIP berpandangan lain. Meski situasi di lapangan membara, Adi Wijaya berhitung dua kali mengerahkan pengawal untuk Basuki. "Situasinya serba sulit," katanya. "Bisa-bisa kami yang disalahkan."
Selain berkoordinasi dengan polisi untuk mensterilkan titik kunjungan, Adi memilih bersih-bersih di lingkup internal partai banteng Jakarta untuk mensolidkan "perang darat". Sejumlah anggota dan pengurus yang terindikasi membelot ke kubu lain langsung dipecat. Sampai pekan lalu, ada tujuh pengurus cabang dan ranting yang ia keluarkan dari partai.
Menurut Ace, Basuki justru melarang partai pengusung menyertakan pengawal tiap kali ia ke lapangan. Itu sebabnya Golkar tak membentuk tim khusus. "Tapi, kalau diminta, kami juga siap," kata Ace, pengurus Golkar pusat.
Selain mendatangi basis lawan, pertempuran di darat menyasar kelompok ibu-ibu. Untuk menetralkan isu penistaan agama, partai pengusung mengumpulkan lebih dari 2.000 perempuan di Gedung Smesco, Jakarta, pada pertengahan Desember lalu. Menurut Willy Aditya, sebagian dari mereka adalah penggerak pengajian. Di luar radar media, kata Willy, NasDem bergerak mendekati tokoh-tokoh masyarakat.
Usaha tim pemenangan sebenarnya tak seberat sebelumnya. Setelah dituduh menista agama, elektabilitas Ahok sempat anjlok hingga di bawah 30 persen. Berbagai hasil lembaga survei pada akhir November lalu menaruh Basuki di posisi kedua di bawah pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni. Memasuki Desember, dalam sigi Lembaga Survei Indonesia, Basuki kembali menyalip Agus dengan elektabilitas menembus 30 persen.
Dalam hasil sigi internal tim pemenangan pada awal Januari, Basuki makin melambung. Elektabilitasnya kini melewati 40 persen. Sedangkan Agus dan Anies Baswedan berkutat di angka 20 persen. Walau sudah di atas angin, para pendukung bertekad tak akan mengendurkan kampanye. "Gas pol," ujar Willy Aditya.
Anton Septian, Larissa Huda, Erwan Hermawan, Ahmad Nurhashim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo