Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Para Lelaki di Sekitar Mami

Noor Din M. Top mengandalkan beberapa orang agar bisa lolos dari jerat polisi. Abu Dujanah di antaranya.

11 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA bisa dibilang raja siluman. Mahir menghilang. Sulit bagi aparat untuk mengenali, apalagi menangkapnya. Dialah buruan polisi nomor wahid. Seorang pria bertubuh kecil yang punya keahlian membunuh: me­rakit bom dan memainkan senjata. Dia­lah panglima lapangan dan pengatur strategi sejumlah peledakan bom di Indonesia. Namanya Abu Dujanah.

Begitu berbahayanya lelaki 37 tahun itu sampai-sampai Surya Dharma, Direktur Keamanan dan Transnasio­nal Kepolisian Nasional, mewanti-w­anti agar masyarakat mewaspadainya. ”Se­telah mendalami jaringan teroris di Indonesia,” kata jenderal bintang satu itu di Sekolah Calon Perwira, Sukabumi, Jawa Barat, Senin pekan lalu, ”saya berani katakan Abu Dujanah adalah orang yang sangat berbahaya.”

Menurut beberapa sumber di kepolisian, penangkapan Abu Dujanah kini menjadi ”prioritas” polisi. Tim Detasemen Khusus Antiteror 88 pun dalam beberapa pekan terakhir meningkatkan perburuan pria itu.

Abu Dujanah lahir dengan nama Ainul Bahri. Ia dibesarkan di Cianjur, Jawa Barat, kota asal Hambali alias Ri­duan Isamuddin, tersangka teroris yang kini ditahan aparat intelijen Amerika Serikat. Ainul belajar mengaji kepada Dadang Hafidz, ustad yang memiliki hubungan erat dengan pergerakan Darul Islam.

Pertengahan 1980-an, setelah beralih nama menjadi Abu Dujanah, pria Sunda ini melanjutkan belajar ke Pakistan. Di sana ia berkenalan dengan banyak mujahidin, yang belakangan membuatnya ikut berperang ke Afganistan. Ia berada di negeri itu pada 1989–1991 dan mendapat pelatihan di Akademi Militer Mujahidin Afganistan.

Di situlah kemampuan membunuhnya di­asah. Ia berlatih menggunakan sen­jata ringan, pembuatan bom, dan pel­bagai taktik. Abu Dujanah juga menjalin per­sahabatan yang sangat erat dengan Zul­kar­naen, yang belakangan diduga terli­bat pengeboman di Bali, 12 Oktober 2002.

Sosok Abu Dujanah dikenal oleh Nasir Abas, mantan instruktur di Akademi Mi­liter Mujahidin Afganistan. Menurut dia, Abu Dujanah ”pintar, cerdik, rajin, dan aktif”. Ia juga mampu cepat menye­suai­kan diri dengan lingkungannya. ”Ia sa­ngat fasih berbahasa Arab dan Inggris,” kata penulis buku Membongkar Jamaah Islamiyah itu kepada Tempo pekan lalu.

Kemampuan berbahasa Arab itu mem­buat Abu Dujanah bisa berhubungan baik dengan para petinggi Al-Qaidah. Ia bahkan sempat bertemu secara pribadi dengan Usamah bin Ladin, pemimpin organisasi teroris versi dinas rahasia Amerika Serikat, CIA, itu.

Keluar dari Afganistan, Abu Du­janah beralih kegiatan menjadi guru di Pe­santren Luqmanul Hakiem, Johor, Malaysia. Saat itu, Luqmanul dipimpin oleh Mukhlas—kini terpidana mati kasus pe­ngeboman di Bali, 12 Oktober 2002. Noor Din Mohammad Top juga pernah me­­mimpin pesantren ini. Dari sinilah, Abu Dujanah menjalin hubungan sangat de­kat dengan buron polisi nomor wahid itu.

Abu Dujanah kemudian ikut mem­be­sar­kan Jemaah Islamiyah. Ia sempat­ menjadi sekretaris Mantiqi II, yang meliputi wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Teng­gara Barat, dan Nusa Tenggara Ti­mur. Pada Oktober 2002, ia men­dapat pro­mosi ketika diangkat menjadi sekreta­ris markaziyah (pusat) Jemaah Islamiyah.

Menurut Brigadir Jenderal Surya Dhar­ma, Abu Dujanahlah yang kini memberi perlindungan bagi Noor Din. Ia, antara lain, menyediakan akomodasi bagi buron yang oleh polisi dihargai Rp 1 miliar itu. ”Abu Dujanah juga memberi perlindungan fisik bagi Noor Din,” Surya menambahkan.

Itu tidak mengherankan, karena Abu Dujanah, seperti yang dikenang Nasir Abas, adalah pemimpin yang sangat melindungi temannya. Karena itu, ia ya­kin, Abu Dujanah tidak akan menyerah­kan Noor Din kepada polisi. ”Meski dia belum tentu setuju dengan tindakan-tindakan Noor Din,” kata Nasir.

Betapa Noor Din sangat mengandalkan Abu Dujanah bisa dilihat dari cerita ini. Segera setelah lolos dari penyergapan polisi di Jalan Kebon Kembang, Bandung, akhir 2003, Noor Din lari menuju Yogyakarta. Di kota ini, menurut Nasir, Noor Din bingung mencari tempat persembunyian.

Noor Din lalu menghubungi Abu Dujanah melalui surat elektronik. Abu Dujanah merespons dengan langsung meminta Noor Din datang ke Solo, Jawa Tengah. Di kota itu, Abu Dujanah menyediakan rumah Fauzan, anggota Jemaah Islamiyah, untuk persembunyian sang buron. ”Noor Din dirawat dan di­lindungi oleh Abu Dujanah, tetapi ia tak boleh ke mana-mana,” kata Nasir.

Keadaan berbalik sejak bom mele­dak di Kedutaan Besar Australia di Jakarta, 9 September 2004. Menurut Nasir, mulai saat itu, Noor Din tak lagi berlindung pada para aktivis Negara Islam Indonesia yang dianggapnya ”kurang radikal”. Aktivis Jemaah Islamiyahlah yang kini menjadi gantungan bagi Noor Din. ”Itu karena anggota Jemaah Islamiyah ter­ikat sumpah untuk saling melindungi,” ujar Nasir.

Dari keterangan sejumlah ter­sangka terorisme yang telah ditangkap, sejak 2005 Noor Din sering bersembunyi di Pekalongan, Solo, Semarang, dan Temanggung, Jawa Tengah. Tempat-tempat ini menjadi suaka favorit bagi Noor Din. Tak hanya karena merupakan basis Islam yang kuat, tapi juga karena kondisi daerahnya.

Setelah kematian sekondannya, Dr­ Azahari Husin, November tahun lalu­­, Noor Din selalu memilih tempat per­­­­sembunyian di daerah padat atau se­balik­nya, daerah terpencil yang tak bisa di­jangkau sinyal telepon seluler. Di be­berapa daerah, Noor Din membangun sel-sel baru.

Kepada masing-masing sel, Noor Din me­ngenalkan diri dengan nama berbeda. Di Semarang, ia memakai nama Ridwan, Ahmad, dan Farhan. Di Temanggung, ia menyandang nama Herman. Di Pekalongan ia mengaku sebagai Jat atau Hazmi. Tapi, ada satu kode yang dipa­kai anggota sel untuk merujuk kepada di­ri­nya: ”Mamiku”.

Sumber Tempo di kepolisian menyebutkan, Abu Dujanah kini menjadi penyaring bagi Noor Din untuk merekrut anggota baru. ”Noor Din hanya mau menerima orang-orang yang direkomendasikan dia,” kata perwira yang menge­tahui seluk-beluk perburuan teroris itu.

Selain Abu Dujanah, Noor Din kini ju­ga mengandalkan Rino alias Tedy. Iden­titas pria itu—menurut beberapa ter­­sangka kasus terorisme, ia berusia 30-an—masih gelap. Namun, ia dipastikan ikut membantu pembuatan cakram pa­dat video berisi rekaman pernyataan Noor Din tentang pengeboman di Bali, 1 Ok­tober 2005.

Menurut Subur Sugiyanto alias Abu Mu­jahid, tersangka yang ditangkap di Se­marang, awal tahun ini, Tedy adalah alum­ni Ma’had Darusysyahadah, Boyo­lali, Jawa Tengah. Ia berasal dari Wono­­gi­ri dan dikenal jago komputer. ”Tedy memiliki kemampuan perang dan mi­liter,” ujarnya dalam berita acara pemeriksaan yang salinannya diperoleh Tempo.

Tedy pula yang mencari rumah kontrakan bagi Azahari dan Noor Din di Jalan Flamboyan, Batu, Jawa Timur. Di tempat inilah Azahari tewas dalam penggerebekan polisi, November tahun lalu. Menurut seorang saksi, Tedy juga pernah membeli tiga pucuk pistol yang dibayar dengan hasil penjualan emas hasil rampokan.

Di luar mereka, beberapa orang masih menjadi buron polisi. Sebut saja Dulmatin dan Umar Patek, dua orang yang diduga terlibat bom Bali 12 Oktober 2002 dan diyakini bersembunyi di Minda­nao, Filipina Selatan. Ada pula Zulkarnaen, Qotada, Nuim, dan Zulkifli bin Hir. Menurut Nasir Abas, mereka memiliki kemampuan berperang.

Para veteran Afganistan itu bisa jadi masih menebar ancaman. Seperti peng­akuan Mohamad Cholily, 28 tahun, yang pekan lalu dihukum 18 tahun dalam ­kasus bom Bali, Azahari pernah ber­ikrar: aksi pengeboman dengan sasaran kepentingan Barat akan dilakukan setahun sekali.

Budi Setyarso dan Imron Rosyid (Solo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus