Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Percayakah Anda bahwa Imam Samudra mengendalikan peledakan bom Bali II menggunakan laptop dari balik penjara? (30 Agustus—6 September 2006) | ||
Ya | ||
46,11% | 320 | |
Tidak | ||
48,56% | 337 | |
Tidak tahu | ||
5,33% | 37 | |
Total | 100% | 694 |
Nama Imam Samudra kembali menghiasi media. Agustus lalu polisi membeberkan temuan bahwa Imam mengendalikan peledakan bom Bali II pada Oktober 2005 dari balik selnya di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Denpasar. Dia diduga menggunakan laptop yang diselundupkan ke dalam selnya, untuk mengontak jaringannya melalui sarana chatting dan menyiapkan peledakan.
Imam Samudra adalah salah satu pelaku peledakan bom Bali I di Kuta pada Oktober 2002. Bersama Amrozi, Ali Gufron, dan Mukhlas, Imam divonis hukuman mati dan sedang menunggu eksekusi. Saat penyelundupan laptop terjadi, Imam dan kawan-kawannya disekap di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Denpasar.
Menurut polisi, laptop Imam berasal dari Agung Setyadi, yang mengirimkannya ke penjara sekitar Juli 2005, tiga bulan sebelum bom Bali II meledak di Jimbaran dan Kuta. Polisi menemukan hal itu setelah menangkap Agung Setyadi, 30 tahun, dosen fakultas teknik sebuah perguruan tinggi di Semarang, 16 Agustus lalu. Sebelumnya polisi juga menangkap Agung Prabowo, mahasiswa perguruan tinggi di kota yang sama.
Mereka berdua, kata polisi, sebetulnya ditangkap karena diduga membuatkan situs www.anshar.net untuk buron Noor Din M. Top.
Dari mereka, polisi menyita sebuah laptop. Tapi, kata koordinator Tim Pengacara Muslim (TPM), Arif Widada, laptop yang disita itu milik wakil koordinator TPM, Achmad Michdan, dan berisikan data perkara.
Polisi juga berhasil menangkap Benny Irawan, bekas sipir Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Denpasar. Polisi menduga Benny tidak hanya menjadi perantara lolosnya komputer jinjing kiriman Agung, tapi juga berperan mengantarkan kabel dan adaptor laptop untuk Imam.
Namun pernyataan polisi diragukan. Hampir separuh responden jajak pendapat Tempo Interaktif menyangsikan keterlibatan Imam. Responden Yogyakarta, Ikat Cahya, salah satunya. ”Bagaimana mungkin Imam terlibat jika mereka selama ini diisolasi?” katanya. Kendati demikian, suara yang membenarkan juga hampir sama.
Indikator Pekan Ini: Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Asmara Nababan menilai kasus semburan lumpur panas Lapindo Brantas Inc. yang berlarut-larut sebagai sebuah kejahatan korporasi. Kejadian itu, katanya, menyebabkan masyarakat di sekitar lokasi tidak hanya kehilangan hak ekonomi, sosial, budaya, tapi juga terancam rasa takut dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad. Ia meminta polisi tidak hanya menyelidiki keterlibatan individu dalam kasus lumpur panas ini, tapi juga memeriksa jajaran manajemen Lapindo dan BP Migas sebagai pengawas. Chalid juga mendesak pemerintah membeberkan hasil analisis ahli secara transparan, termasuk jumlah anggaran dan mobilisasi tentara. Setujukah Anda bila kasus semburan lumpur Lapindo Brantas Inc. termasuk kejahatan korporasi?” Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo