Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MIRA Andriani meninggalkan segala urusannya dan bergegas ke Masjid Az-Zikra di kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat, untuk menghadiri pengajian Abdul Somad Batubara, Selasa dua pekan lalu. Jarak rumahnya di Parung, juga di Bogor, ke Az-Zikra sekitar 30 kilometer. "Saya baru tahu jadwalnya dari grup WhatsApp," kata Mira di lokasi pengajian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Somad mengisi pengajian di masjid yang dikelola Muhammad Arifin Ilham, pendiri Majelis Az-Zikra, itu selama lima hari. Mira baru mengetahuinya pada hari kedua. Selama ini, perempuan 47 tahun itu hanya menonton ceramah Somad lewat situs berbagi video, YouTube. Sejak tahun lalu, ia terpikat pada ceramah dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau di Pekanbaru itu karena materinya mudah dicerna dan menunjukkan jalan keluar atas sejumlah masalah dalam hidup.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di YouTube, kanal video Somad atas nama akun Tafaqquh Video. Tafaqquh semula hanya toko buku sekaligus penerbit buku yang ditulis Somad dan berbasis di Pekanbaru. Pelanggan kanal Tafaqquh Video sekitar 435 ribu. Tafaqquh sudah mengunggah 1.250 video, yang semuanya telah ditonton pemirsa lebih dari 66 juta kali.
Di Facebook, pengikut Somad lebih dari satu juta. Di Instagram lebih banyak: sekitar tiga juta pengikut. Sebagaimana Mira, mereka menyukai gaya bertutur Somad yang santai dan dibumbui lelucon. Mereka lalu menyebarkan lagi ceramah-ceramah Somad di berbagai saluran komunikasi sehingga membuatnya makin viral.
Termasyhur di media sosial, Somad kebanjiran undangan untuk memberikan tablig. Pertengahan Mei lalu, lewat akun Instagramnya, Somad menyampaikan bahwa jadwalnya padat hingga April 2020. Ia mengunggah informasi ini untuk menjawab pertanyaan publik tentang namanya yang tak masuk daftar mubalig yang direkomendasikan Kementerian Agama pada awal bulan puasa lalu. Bila namanya dimasukkan, Somad merasa bakal sulit memenuhi permintaan pengundang.
Penjelasan itu juga disampaikan Somad kepada Direktur Penerangan Agama Islam Kementerian Agama Khoiruddin. Menurut Khoiruddin, ia menghubungi Somad sebelum bulan puasa saat akan mencantumkan namanya dalam daftar mubalig. Tiga bulan sebelumnya, Khoiruddin juga menelepon Somad menjelang peringatan Isra Mikraj di Istana Bogor. Menurut Khoiruddin, Istana tertarik untuk mendatangkan Somad sebagai penceramah dalam acara tersebut.
Somad menampik permintaan Istana yang disampaikan Khoiruddin. "Ustad Abdul Somad tidak bisa memenuhi undangan karena jadwalnya penuh. Ia tidak ingin mengecewakan pengundangnya," kata Khoiruddin.
Popularitas ustad 41 tahun itu melambung secara tak sengaja. Pada awal 2012, video Somad saat berdakwah di sebuah acara di Riau diunggah ke YouTube oleh seorang pengunjung, yang merekam ceramah itu dengan telepon seluler. Mulanya ada empat video di YouTube, berupa potongan-potongan dari syarah tersebut. Kemudian tautan video tersebut dibagikan para pengguna media sosial di Facebook. "Sejak itu, Ustad Somad diminati," ujar Gustiranda Mopili, Kepala Eksekutif Indonesia Digital Entertainment (IDE), perusahaan yang menawarkan jasa optimalisasi konten digital.
IDE sebenarnya baru belakangan terlibat mengelola akun YouTube Somad atas nama Tafaqquh Video. Setelah video Somad yang diunggah peserta ceramahnya populer, Tafaqquh menyadari bahwa media sosial bisa membantu menyebarluaskan dakwah. Berikutnya, Somad mempercayakan produksi video dan penayangannya di YouTube kepada Tafaqquh.
Setelah empat tahun mengelola video Somad sendirian, Tafaqquh menggandeng Alfa Records, label rekaman lagu-lagu rohani Islam, pada Februari lalu. Kongsi dengan Alfa dilakukan antara lain untuk mengklaim hak cipta atas video-video Somad yang diunggah Tafaqquh.
Kerja sama ini dilatari oleh banyaknya video Somad yang diunduh pengguna Internet dan kemudian ditayangkan ulang di YouTube atas nama akun orang tersebut. Beberapa di antaranya memenggal isi ceramah, lalu memberikan judul yang bombastis atau memelintirnya. Alfa Records kemudian merangkul IDE untuk mengoptimalkan keuntungan finansial dari konten yang disiarkan di Internet.
Anggota staf Somad yang juga pengelola Tafaqquh, Nawir Qulubana, tak bersedia menjelaskan lebih jauh pengelolaan akun media sosial Somad. "Mohon maaf, kami belum bisa," katanya, Sabtu dua pekan lalu. Tiga kali Tempo berusaha menemui Somad seusai pengajian di Bogor dan Jakarta, tapi ia tak dapat diwawancarai.
VIDEO ceramah Khalid Basalamah juga direkam pertama kali pada 2012, tapi baru ditayangkan di YouTube pada awal 2013. Khalid sendiri yang meminta Diarto, seorang videografer, merekamnya.
Sebelum bekerja untuk Khalid, Diarto adalah videografer sebuah stasiun televisi swasta yang mengkhususkan diri menyiarkan acara keagamaan. Pekerjaan ini membawanya berkenalan dengan Khalid, yang kerap berdakwah dalam siaran televisi tersebut. "Beliau benar-benar serius dan meminta saya menggarap dokumentasinya," ujar Diarto.
Video pertama Khalid, Ceramah Sejarah Nabi, menclok di YouTube pada Februari 2013. Dalam hitungan bulan, beberapa video Khalid lainnya terpampang di YouTube dan ditonton ribuan orang. Saat itu, video ceramah Khalid banyak diselewengkan akun tertentu. Video itu dipotong-potong, lalu diunggah ulang dengan judul sembarang.
Ketua Yayasan Khalid Basalamah, Tommy Rida Pratama, mengatakan potongan video tersebut mengarahkan publik agar menyimpulkan Khalid beraliran Wahabi dan berpaham keras. Padahal, menurut Tommy, Khalid beraliran ahlus sunnah wal jamaah yang berpatokan pada Al-Quran dan hadis. "Masyarakat harus menonton videonya secara utuh agar bisa paham isi ceramahnya," ujar Tommy.
Jeri dipelintir, Khalid memutuskan mengelola video dakwahnya secara profesional pada awal 2017. Ia meminta Diarto menyunting videonya. Sedangkan pengambilan gambar dilakukan Ikbal dan Aras Susilo. Tim ini bermarkas di lantai tiga Restoran Ajwad, Condet, Jakarta Timur.
Khalid mengakui sengaja memanfaatkan media sosial sebagai sarana berdakwah. "Itu sebagai media saja. Sekarang kan banyak orang menonton YouTube," kata pria 43 tahun itu di Masjid At-Taqwa, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis akhir bulan lalu.
Sebelum menggunakan media sosial, Khalid malang-melintang di mimbar pengajian di Jakarta sejak 2002. Sekarang Khalid mengkombinasikan cara berdakwah di mimbar dan media sosial. "Kajian yang kami bagikan di Instagram semuanya live," ujar Tommy.
Kini pelanggan kanal videonya di YouTube mencapai 480 ribu. Sejak 2013, tim Khalid sudah menayangkan lebih dari 1.100 video. Di Instagram, pengikutnya mencapai 1,2 juta orang. Sedangkan laman Facebooknya diikuti lebih dari 330 ribu orang.
Perjalanan dakwah Abdul Somad dan Khalid Basalamah mirip-mirip dengan Hanan Attaki dan Adi Hidayat, yang juga memiliki banyak pengikut di media sosial. Hanan menapaki mimbar masjid untuk berdakwah setelah lulus kuliah dari Universitas Al-Azhar, Mesir, pada 2006. Dari Mesir, pemuda asal Aceh ini menetap di Bandung karena ikut istrinya. Di sinilah ia berkenalan dengan pengurus Masjid Al-Lathiif. Masjid di kawasan Cihapit, Bandung, itu kelak menjadi markas Pemuda Hijrah, organisasi yang dibentuknya.
Ketua Dewan Kemakmuran Masjid Al-Lathiif, Iman Djatiatmadja, mengatakan ceramah Hanan yang mencerahkan membuat jemaah jatuh hati. "Lambat-laun jemaah masjid terus bertambah," ujarnya, Jumat tiga pekan lalu.
Pada masa awal mengisi pengajian, penampilan Hanan seperti mubalig lazimnya, yakni berjubah dan bersorban. Gaya berpakaiannya perlahan berubah: setelan jins, kemeja, dan kupluk yang membenamkan kepala. Iman mengatakan Hanan berpenampilan demikian agar bisa mendekati jemaah yang mayoritas anak muda dan anggota komunitas olahraga. Hanan bahkan berbaur ke komunitas tersebut. "Agar ustadnya tidak asing dengan jemaah," ujar Iman.
Hanan menyebutkan, sebelum menyasar anak muda, ia mempelajari kehidupan mereka. Lalu ia mendirikan Pemuda Hijrah, lembaga yang berfokus di bidang dakwah, pada Maret 2015. Pria kelahiran 1981 ini mengatakan sengaja membidik anak muda karena mereka relatif tak tersentuh dakwah. "Saya berpikir, siapa tahu saya bisa mengisi ruang yang masih kosong ini," ujarnya, Ahad dua pekan lalu.
Ketika melihat banyak anak muda menggunakan media sosial, Hanan menggeser caranya berdakwah ke YouTube dan Instagram pada 2016. Ia dan tim Pemuda Hijrah merekam ceramah secara serius, dengan peralatan rekaman yang bagus, kemudian menyiarkannya di media sosial. Tapi, sebagaimana video Abdul Somad, sejumlah video Hanan lebih dulu beredar di media sosial karena diunggah masyarakat.
Menurut Hanan, dakwah lewat media sosial sangat penting karena bisa ditonton banyak orang tanpa disekat ruang dan waktu. Lewat dakwah digital pula masyarakat dari luar Bandung hingga mancanegara mengenalnya. Sebagai gambaran, pelanggannya di YouTube mencapai 130 ribu. Sedangkan di Instagram, pengikutnya sekitar 3,3 juta.
Demikian pula Adi Hidayat. Penceramah asal Banten ini merintis dakwahnya di dunia maya setelah rutin mengisi majelis pengajian. Sesudah menyelesaikan kuliah di Kuliyya Dakwah Islamiyyah, Libya, pada 2011, Adi giat menggelar majelis taklim di Pondok Pesantren Al-Quran Al-Hikmah di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, yang diasuhnya. Setelah itu, muncul sejumlah video dakwah Adi di YouTube yang direkam hadirin pengajian.
Direktur Akhyar TV, saluran televisi milik Adi, Heru Sukari, mengatakan kebanyakan video ceramah Adi di YouTube diunggah masyarakat tanpa menghubungi Adi lebih dulu. Bahkan, menurut Heru, sebagian video disunting sesuai dengan selera si pengunggah. "Positifnya, syiar Islam makin meluas, tapi negatifnya dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi," katanya.
Masygul terhadap dampaknya yang merugikan, Adi mengajak Heru dan Roy Winarto, sahabatnya, mendirikan Akhyar TV pada akhir 2016 sebagai sarana berdakwah. Atas nama Akhyar TV pula video-video ceramahnya ditayangkan di YouTube.
KESUKSESAN Abdul Somad, Khalid Basalamah, Hanan Attaki, dan Adi Hidayat agaknya mengilhami sejumlah kiai, sarjana Islam, serta dai-dai baru untuk berceramah lewat Internet. Gustiranda Mopili dari IDE mengatakan perusahaannya tak hanya menangani akun Abdul Somad, tapi juga mengelola akun sejumlah ustad muda yang belum punya nama.
Menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Wasisto Raharjo Jati, banyaknya ustad yang memilih jalur dakwah di media sosial disebabkan oleh sejumlah hal. Di antaranya, ruang dakwah lewat media sosial belum banyak diisi kiai seperti dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Pada saat yang bersamaan, di era digital, media sosial menjadi ruang publik baru. Para ustad itu kemudian mengisi ruang-ruang tersebut.
Menurut Wasisto, yang menuangkan penelitiannya tentang praktik keagamaan, perkembangan teknologi, dan kemunculan dai modern dalam makalah berjudul "Sufisme Urban di Perkotaan: Konstruksi Keimanan Baru Kelas Menengah Muslim", pergeseran metode berdakwah dari mimbar pengajian ke dunia digital berlangsung sejak 2005. Saat itu, banyak mubalig memanfaatkan pesan pendek berbayar atau SMS premium yang memungkinkan pengirim SMS membagikan informasi yang berkaitan dengan syiar agama.
Profil Sosial Media Empat Pendakwah
Pelopor jalur dakwah ini antara lain Arifin Ilham, Yusuf Mansur, dan Abdullah Gymnastiar. Mereka memanfaatkan SMS premium dengan pendekatan beragam. Misalnya Arifin Ilham dengan konsep zikirnya dan Yusuf Mansur dengan metode sedekahnya.
Cara berdakwah demikian hanya bertahan beberapa tahun seiring dengan munculnya YouTube, Facebook, Instagram, dan Twitter. Di era media sosial, mencuatlah mereka yang jeli memanfaatkannya, seperti Abdul Somad, Khalid Basalamah, Hanan Attaki, dan Adi Hidayat. "Mereka mendekati generasi milenial yang memang aktif menggunakan media sosial," ujar Wasisto. Maka tak aneh jika pengikut mereka di satu platform media sosial saja mencapai jutaan orang.
Materi ceramah dan gaya bahasa yang digunakan juga berbeda dengan pedakwah konvensional. Dalam pengamatan Wasisto, para ustad media sosial ini memilih materi yang bersentuhan langsung dengan persoalan pemirsanya dan menggunakan bahasa yang sederhana supaya mudah dipahami, terutama oleh kawula muda. Ini berbeda dengan mimbar pengajian offline yang diisi ustad-ustad lama, yang condong mengupas aspek teologis.
"Milenial lebih menyukai dakwah yang menawarkan solusi praktis ketimbang hanya membahas surga dan neraka," kata Wasisto.
Rusman Paraqbueq, Anwar Siswadi (Bandung), Adi Warsono (Bekasi), Istman Musaharun, Angelina Anjar (Jakarta)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo