Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ibarat kuman di seberang lautan tampak, gajah luput di pelupuk mata. Di tengah gencarnya pemerintah Jakarta menertibkan parkir liar di sudut-sudut kota, praktek parkir liar justru terjadi di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang satu kompleks dengan kantor Gubernur Jakarta, pusat Ibu Kota.
Penertiban parkir liar dimulai pada Januari 2015. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama meresmikan sistem parking meter di Jalan Haji Agus Sali, yang terkenal sebagai Jalan Sabang, di Jakarta Pusat. Dengan parking meter, kata Basuki dalam pidato peresmian, pemerintah bisa mengontrol penghasilan parkir setiap hari.
Selama ini, parkir manual diduga menjadi biang kebocoran duit parkir. Ada empat juta mobil dan 10 juta sepeda motor parkir di Jakarta, tapi uang parkir yang masuk kas daerah hanya Rp 26 miliar setahun. Dan perkiraan Basuki tepat. Setelah memakai parking meter, setoran uang parkir di Jalan Sabang melonjak dari Rp 500 ribu sehari menjadi Rp 10 juta.
Kawasan parkir di gedung DPRD rupanya luput dari kegiatan penertiban tersebut. Di sana, juru parkir meraup jutaan rupiah per hari tanpa disetorkan ke kas daerah. Rizky Rahmat, wartawan yang setiap hari meliput kegiatan Dewan, misalnya, saban hari membayar Rp 2.000 untuk ongkos parkir sepeda motornya. "Kalau tidak ngasih, dicemberutin," katanya pada Jumat lalu.
Menurut data Sekretariat DPRD, kapasitas parkir sepeda motor di lantai 3 mampu menampung 700 unit kendaraan. Jika setiap pengemudi sepeda motor membayar minimal Rp 2.000, juru parkir mendapatkan Rp 1,4 juta per hari atau Rp 28 juta per bulan, bila dihitung 20 hari kerja.
Jumlah itu bisa lebih karena ruang parkir selalu penuh sesak. Kendaraan roda dua berdempetan, saling silang agar bisa parkir. Beberapa sepeda motor parkir secara paralel sehingga membuat semrawut.
Salah seorang juru parkir mengatakan dalam sehari mereka mendapat minimal Rp 3 juta dengan banyaknya kendaraan yang keluar-masuk. "Kami bagi rata untuk empat juru parkir," kata dia. "Untuk makan." Empat juru parkir itu berjaga secara bergantian. Dua orang jam pagi hingga pukul 18.00 dan dua yang lain berjaga hingga pukul 22.00.
Sekretaris DPRD, Ahmad Sotar Harahap, mengatakan sebenarnya ada enam juru parkir yang menyebar rata di setiap lantai parkiran. Selain empat orang di parkiran sepeda motor, dua lagi bertugas di parkiran mobil yang memakan dua lantai.
Menurut Sotar, sejak diresmikan dua tahun lalu, parkir di gedung DPRD gratis. Ia mengatakan, tak ada sepeser pun uang parkir masuk ke kantongnya. "Tidak ada pungutan. Pengendara yang enggak ngasih juga tak apa-apa," kata dia.
Uang parkir dari para pengendara, kata Sotar, diambil para juru parkir itu karena sekretariat tak bisa menggaji mereka. Karena potensinya yang besar, Sotar berencana menggandeng Unit Pelaksana Teknis Perparkiran Dinas Perhubungan agar uangnya masuk ke kas daerah. "Kami akan koordinasi dulu," kata dia.
Sunardi Sinaga, Kepala UPT Parkir, menyambut baik rencana Sotar itu. Sebenarnya, kata dia, UPT Parkir telah mengkaji penerapan parkir yang dipungut biaya di setiap kantor pemerintah, sekaligus sebagai pengendalian kendaraan bermotor. Ia memprediksi pegawai akan beralih ke transportasi publik jika diterapkan sistem parking meter. "Mereka akan berpikir ulang membayar parkir yang mahal," ucap dia.ERWAN HERMAWAN
Parking Meter versus Parkir Liar
Kepala Unit Pelaksana Teknis Perparkiran Dinas Perhubungan Sunardi Sinaga menyambut baik jika perparkiran di gedung pemerintah bisa dipungut biaya. Sistem pungutannya bisa menggunakan parking meter yang tengah diterapkan pemerintah untuk memberantas parkir liar di Ibu Kota.
Menurut Sunardi, potensi pendapatan retribusi dari parkir mencapai Rp 400 miliar per tahun. Nyatanya. kata dia, yang masuk ke kas daerah hanya Rp 26 miliar per tahun karena bocor di sana-sini. Sejauh ini, baru tiga tempat yang dipasangi parking meter, yakni Jalan Haji Agus Salim di Jakarta Pusat, Jalan Boulevar Kelapa Gading di Jakarta Utara, dan Jalan Falatehan di Jakarta Selatan.
Pendapatan sebelum menggunakan parking meter:
- Jalan Haji Agus Salim: Rp 500 ribu per hari
- Jalan Kelapa Gading: Rp 1,2 juta per hari
Pendapatan setelah dipasang parking meter:
- Jalan Agus Salim: Rp 10 juta per hari
- Jalan Kelapa Gading: Rp 30 juta per hari
Rencana:
- Jalan Pintu Kecil, Jakarta Barat
- Jalan Balai Pustaka, Jakarta Timur
- 375 ruas jalan
Parkir Meter versus Parkir Liar
Tarif parking meter:
- Sepeda motor: Rp 2.000 per jam
- Mobil: Rp 5.000 per jam
- Transaksi: e-money
Tarif parkir liar:
-Ditentukan juru parkir
-Transaksi tunai
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo