Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Partai Letoi, Staf Khusus Beraksi

Presiden Yudhoyono semakin intens melobi partai koalisi. PKS dilepas, Golkar dirayu.

1 Maret 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seharusnya para ketua partai politik yang berkoalisi dengan Partai Demokrat bertemu di kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin malam pekan lalu. Tapi entah mengapa, pertemuan itu batal. "Pak SBY minta diundurkan," kata sumber Tempo di salah satu partai anggota koalisi.

Konon, yang mengatur pertemuan itu adalah Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Perekonomian yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional. Hatta menghubungi satu per satu pemimpin partai koalisi. Meski undangannya mendadak, kecuali Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar yang tengah mengikuti istigasah di Lampung, para ketua partai sudah setuju hadir.

Hanya beberapa jam sebelum waktu pertemuan, Hatta mengabarkan rapat dibatalkan. "Saat itu Ketua Golkar Aburizal Bakrie dan Ketua Partai Persatuan Pembangunan Surya Dharma Ali dalam perjalanan menuju Puri Cikeas, Bogor," cerita sumber itu. "Terpaksa mereka balik kanan."

Rencana pertemuan ini jadi berita hangat. Soalnya, keesokan harinya Panitia Khusus Hak Angket Bank Century dijadwalkan mendengarkan pandangan akhir fraksi-fraksi tentang bailout Century Rp 6,7 triliun. Ada dugaan Yudhoyono mengatur pertemuan itu untuk mempengaruhi pimpinan partai. Karena bocor ke wartawan, SBY minta dibatalkan.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Amir Syamsuddin punya versi beda. Menurut dia, rapat di Cikeas dibatalkan karena masalah jadwal. Hari itu Yudhoyono merencanakan dua pertemuan: rapat internal Demokrat untuk membahas sikap dalam pandangan fraksi di Panitia Khusus Century esoknya, dan pertemuan dengan para ketua partai itu. "Yang dengan ketua partai tidak jadi karena terlalu malam. Apalagi ibunda Pak SBY juga sedang sakit," kata Amir.

Tapi mantan penasihat hukum Partai Demokrat dalam Pemilu 2009 itu tak membantah bahwa dalam sepekan terakhir-menjelang babak akhir Panitia Khusus Century dalam rapat paripurna DPR 2-3 Maret nanti-Yudhoyono dan partainya keras melobi partai. Seorang sumber di Istana bercerita, setelah pertemuan Senin malam gagal, esoknya Yudhoyono mengundang pimpinan partai ke Istana. Tapi lagi-lagi rencana itu dibatalkan. "Pak Hatta menyarankan sebaiknya pertemuan koalisi tidak dilakukan di Istana," kata sumber itu.

Malamnya, ketika Panitia Khusus tengah mendengarkan pandangan akhir fraksi, dua anggota staf khusus presiden Andi Arief dan Velix Wanggai bertemu dengan Syafi'i Ma'arif di Hotel Dharmawangsa. Menurut Velix, pertemuan sekitar satu setengah jam dengan mantan Ketua Umum Muhammadiyah itu berlangsung hangat.

"Sambil makan ikan kami sampaikan kepada Buya tiga agenda besar pemerintahan: kesejahteraan, demokrasi, dan keadilan," kata Velix. Mereka juga menjelaskan perihal Bank Century dan mengapa pemerintah memutuskan untuk melakukan bailout. "Buya memahami konteks krisis saat itu, tapi dia menegaskan langkah hukum harus tetap diambil."

Pada akhir pertemuan, ketika mereka hendak keluar dari ruangan, Velix dan Andi menyodorkan dokumen L/C bodong PT Selalang Prima Internasional yang melibatkan salah seorang penggagas hak angket. "Dokumen itu hanya kami tunjukkan," cerita Velix. Bukan rahasia lagi, yang dimaksud Velix adalah Misbakhun. Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini adalah komisaris sekaligus pemegang saham PT Selalang. Menurut audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan, Selalang adalah salah satu pelaku kredit perdagangan alias L/C fiktif yang menjebol kas Century US$ 22,49 juta atau sekitar Rp 209 miliar. "Kami cuma ingin Buya tahu ada masalah lain yang seharusnya dibahas tapi malah dilewatkan Pansus," kata Velix.

Esok malamnya mereka berdua mengunjungi mantan Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung. Lalu pada Kamis, Velix sendirian bertamu ke ruang kerja Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar, Priyo Budi Santoso, di Senayan. "Kami juga sudah buat janji untuk bertemu Pak Amien Rais, dan beberapa politikus muda satu-dua hari ini," ujar Velix, yang dihubungi melalui telepon Jumat pekan lalu.

Sumber di Istana bercerita, meski tidak secara khusus "diarahkan" Presiden, langkah Andi dan Velix ini disetujui. Soalnya, politikus Demokrat ternyata tak cukup pandai berdiplomasi. Politikus Golkar, misalnya, sering mengeluh, Demokrat suka menekan mereka. Padahal mereka merasa Demokrat mitra sejajar yang sama-sama berkoalisi dengan SBY. Andi dan Velix yang notabene bukan politikus Demokrat dianggap telah mencairkan hubungan Partai Demokrat dengan politikus lain yang selama ini terkesan kaku.

Priyo Budi Santoso menyatakan gembira setelah bertemu dengan Velix. "Seharusnya dari dulu Demokrat seperti ini," katanya. Dia mengakui dalam pembicaraan dengan Velix, mereka menyinggung soal Century tapi membantah ada deal agar Golkar lebih lunak dalam paripurna nanti.

l l l

SEBENARNYA Presiden Yudhoyono belum menyinggung soal kocok ulang koalisi di pemerintahan. Cuma, banyak yang menduga, lobi sepanjang pekan lalu mulai mengarah ke sana. Terutama karena Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera hingga saat-saat terakhir tetap berseberangan dengan Demokrat dan partai koalisi lain.

Sinyal ini pun nyata diperlihatkan para politikus Demokrat. "Kalau mereka tetap seperti ini, hubungan kami jadi dingin," kata Amir Syamsuddin. "Saya kira wacana perombakan koalisi perlu dipertimbangkan."

Menurut para politikus Demokrat, selama empat bulan pemerintah berjalan, Golkar dan PKS menempatkan diri seolah sebagai oposisi. "Ini kan merepotkan kami," kata anggota Panitia Khusus dari Demokrat, Achsanul Qosasi. Bahkan di Panitia Khusus, Achsanul menganggap PKS jauh lebih galak daripada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang jelas-jelas berseberangan dengan pemerintah.

Ada kabar Yudhoyono berencana melepas PKS dari koalisi. Sebagai gantinya, PDIP dan Gerindra tengah "digarap" agar mau bergabung di pemerintahan (lihat Tempo, 22-28 Februari, "Bukan Koalisi Mentimun Bungkuk").

SBY disebut-sebut menawarkan posisi Menteri Pertanian untuk Gerindra. Menurut sumber, Yudhoyono telah beberapa kali berkomunikasi dengan Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto.

Anggota Panitia Khusus dari Gerindra, Ahmad Muzani, mengaku tak tahu soal kesepakatan politik antara Prabowo dan SBY. Namun dia bercerita pekan lalu Prabowo mengunjungi ibunda Yudhoyono, Nyonya Siti Habibah, di rumah sakit. "Keduanya kenalan lama," katanya. "Ketika ibu Pak Prabowo dirawat di Singapura beberapa tahun lalu, SBY dan Ibu Ani datang menjenguk."

Orang dekat Prabowo Subianto, Fadli Zon, tak menampik partainya bisa berkoalisi dengan Demokrat. "Sejak awal Gerindra memang tidak menempatkan diri sebagai oposisi," katanya.

Bagaimanapun, jika Gerindra jadi bergabung-meski Golkar akhirnya ikut lepas dari koalisi-Demokrat tetap mayoritas di DPR. Koalisi baru nanti akan memiliki 285 suara, unggul 10 kursi dibanding gabungan PDIP, Golkar, Hanura, dan PKS.

Meski di atas kertas tetap mayoritas, Yudhoyono dikabarkan masih ingin mempertahankan kerja sama dengan Golkar. Maka, seperti juga yang diakui Aburizal Bakrie di blognya, beberapa kali SBY secara khusus bertemu dengan Ketua Umum Golkar itu. Lobi Demokrat dan para anggota staf khusus presiden pun kini banyak ke Golkar. Targetnya jelas: mengubah pendapat Golkar tentang bail out Century dan koalisi berlangsung langgeng. Demokrat ingin Golkar lebih lunak dalam kesimpulannya menyangkut Wakil Presiden Boediono, yang ketika itu Gubernur Bank Indonesia, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Di depan publik, Aburizal Bakrie tak menunjukkan kesan kendur. Dalam pidato politiknya sewaktu membuka Rapat Kerja Nasional Golkar di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Jumat malam pekan lalu, dia kembali menegaskan bahwa sikap Golkar dalam kasus Century sudah final. Golkar tetap beranggapan Boediono dan Sri Mulyani bertanggung jawab, dan mendukung penyebutan nama kedua pejabat negara itu dalam kesimpulan akhir.

Tapi sumber Tempo yang dekat dengan Wakil Presiden Boediono menyebut Aburizal sesungguhnya tak seberani yang diperkirakan orang. Dengan tunggakan pajak yang kini tengah ditelisik Kementerian Keuangan, Ical sesungguhnya tak menutup pintu negosiasi. Analisis ini dibenarkan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto. Kepada Evana Dewi dari Tempo, Setya mengatakan mereka masih terus melakukan koordinasi. "Intinya, kami mau semuanya dapat diselesaikan dengan baik-baik saja."

Philipus Parera

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus