DI sisi kiri jalan Diponegoro deretan terujung ada sebuah pasar
khusus. Di Banda Aceh orang mengenalnya dengan nama "Pasar
Jengek". Udara pengap? suasana kumal, manusia berlalu lalang,
gangnya sempit serta barang-barang luks dan super luks
berjejalan adalah potret tersendiri dari pasar yang juga
termasuk dalam kawasan pasar Aceh itu. Kios-kios darurat
berhimpitan di pasar sebenarnya di mana tempat domisilinya dulu
sedang dibangun Shopping Center Banda Aceh. Pusat perbelanjaan
ini ditargetkan selesai tahun kemarin. Tapi entah apa pasalnya
hingga tahun 1976 tutup proyek itu belum rampung juga.
Nama pasar ini telah begitu akrab dengan penduduk kota Serambi
Mekkah ini. Dari nyonya-nyonya gedongan hingga isteri-isteri
penarik beca. Lagi pula segala barang di pasar khusus ini
berasal dari Sabang di pulau Weh sana. Di sini orang bisa
menemukan segala jenis piring duralexs, kursi lipat plastik,
kipas angin model mutakhir dan sebagainya. Pokoknya, kawanan
barang mewah yang di toko besar dipajang di etalase, di sini
nongkrong di emperan tanpa alas.
Kisah sampainya barang-barang itu ke Pasar Jengek ada
bermacam-ragam. Menurut beberapa kalangan istilah jengek ini
singkatan dari "jenggo ekonomi". Dan merupakan salah satu bagian
dari penyelundupan kecil-kecilan, berusaha menghindari
pembayaran bea masuk barang-barangnya. Kurang lebih sama dengan
istilah inang-inang di Tanjung Pinang. Menyelundup? "Terserah",
kata seorang pedagang di Pasar Jengek, "yang pasti pekerjaan ini
kami anggap halal ketimbang permainan cukong-cukong yang
menembus saluran resmi sambil bermain mata. Dibanding dengan
Tanjung Pinang dan Belawan misalnya, arus pedagang kecil bernama
jengek itu, belum seberapa, tutur seorang petugas Douane pada
TEMPO di Ulee Lhueue. Perkara gesit pun mereka masih kalah
dibanding dari yang namanya inang-inang di Belawan, Tanjung
Pinang maupun Periuk. Walaupun begitu wajah wajah wanita
Tapanuli juga tak luput menjalani rute ini.
Banting Harga
Dalam soal harga di Pasar Jengek ini memang agak terbanting
Seumpama harga sarung palikat Madras ex India cuma berharga Rp
2.000 dan kursi lipat plastik cuma Rp 4.000/buah, dan tentu saja
harga barang jenis duralex jauh murah dibanding dari tempat
manapun di lndonesia. "Selisih harga memang sedikit sekali
dibanding dengan di Sabaulg", ucap seorang nyonya pejabat yang
pernah langsung berbelanja ke Sabang. Apakah Pasar Jengek pernah
punya urusan derigan berwajib? Hingga sekarang jelas belum,
tutur Mahmud. Walaupun di tahun-tahun kemaren tempatnya pernah
didatangi petugas mencari rokok sejenis Dun Hill, State Express
555 tanpa pita cukai resmi. Namun hasilnya tetap aman-aman saja.
Hingga kini legalitas Pasar Jengek tetap tak diutak-utik.
Kesibukan berbenah semakin ramai saja. Ditambah lagi masyarakat
pembeli semakin tergiur saja oleh cepatnya perobahan mode yang
menyusup Hal ini diakui oleh Dullah, seorang pedagang pemilik
kios di salah satu sudut kawasan ini. "Mode kelewat cepat
beralih, bila hari ini desain mangkuk duralex bulat, besok sudah
berobah bersegi banyak", tutur seorang pembeli. Dari sini
nampaknya barang-barang juga disuplai ke Medan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini