SULAWESI Tengah mulai tahun anggaran 1977/1978 akan menerima
2.000 KK transmigran dengan mentrapkan pola Sitiung (TEMPO 11
Desember 1976). Gubernur Sulteng AM Tambunan sudah menyiapkan
areal tanah di tepi jalan seluas 300.000 hektar untuk persiapan
sampai Pelita III. PUTL pun bersama Nakertranskop akan mendrop
30 peralatan besar untuk pembenahan sarananya. Menurut rencana
transmigran yang bakal dibawa ke sana berasal dari jebol desa
sekitar gunung Merapi di Jawa Tengah. Tapi pola lama dengan
transmigrasi umum tetap diteruskan dengan mendatangkan 2.800 KK
- sesuai rencana semula.
Apa perbedaan pola Sitiung dengan pola lama? Buat Sulteng,
sebenarnya tak banyak perbedaan. Seperti dikatakan oleh drs. A.
Amirroenas Ka Kanwil Direktorat Transmigrasi yang baru saja
pulang meninjau Sitiung, perbedaan hanya terletak pada biaya.
Menurut Amirroenas, pola Sitiung sebenarnya sudah sejak lama
ditrapkan di Sulteng. Sejak lama di Sulteng sudah ada Badan
Pembina Pembangunan Daerah Transmigrasi yang dibentuk dan
diketuai oleh Gubernur Tambunan.
Badan ini beranggotakan beberapa instansi yang secara aktip
menangani pembinaan dan bimbingan proyek transmigrasi sesuai
bidang masing-masing. Antaranya Dinas Pekerjaan Umum, Pertanian,
Perkebunan, Peternakan, P dan K, Kesehatan, Agama, Pramuka, LSD
dan WD. Pembinaan semacam ini sudah berjalan sejak Pelita II.
"Soal kecepatannya, kita memang angkat tangan. Sebab setiap
lokasi transmigrasi di Sulteng rata-rata membutuhkan waktu
persiapan 1« sampai 2 tahun", ucap Amirroenas.
Buat apa pola Sitiung ditrapkan kalau memang sudah lama Sulteng
menjalankan pola semacam? Jawab Gubernur Tambunan: "Dengan pola
Sitiung, berarti biaya dan fasilitas akan lebih banyak tercurah
dari pusat". Apalagi pola semacam itu dikaitkan pula dengan
penyediaan sarana secara lengkap dan cepat, misalnya jalan raya
dalam lokasi tansmigrasi. Sarana semacam ini tidak mampu
diusahakan oleh pemda sendiri lewat APBDnya. Apalagi sesuai
dengan janji Menteri Sutami, rencana pola Sitiung ini berkaitan
dengan rencana pembukaan lintas Sulawesi yang akan dikerjakan
bulan April 1977.
Di Sulteng, lokasi transmigrasi sebelumnya diisi dulu baru
dibuatkan jalan. Itu pun hanya dengan swadaya pemda atau sedikit
anggaran dari Nakertranskop. Lain halnya dengan proyek Sitiung,
di samping ada lintas Sumatera yang hanya 4 km dari lokasi
proyek dalam lokasi seluas 2.734,5 hektar itu juga tersedia
jalan sepanjang 120 km. Bahkan peralatan besar yang dikerahkan
untuk membenahinya sejumlah 65 buah. Jumlah itu tak sebanyak
peralatan DPU di seluruh Sulteng.
Pembukaan jalan itu tak lain karena pertimbangan kepadatan
jumlah penduduk. Agar jalanjalan (terutama lintas Sulawesi)
yang sudah dibiayai cukup besar itu tak mubazir. Sekarang
Sulteng kepadatan penduduk baru mencapai 15 jiwa per kmÿFD
dengan jumlah penduduk hanya 1,1 juta jiwa. "Asal kita
dibuatkan jalan, berapa pun banyaknya transmigran bakal kita
tampung", ucap Tambunan. Dengan adanya jalan, bukan saja akan
ditarik manfaatnya oleh penduduk asli, tetapi juga akan
menjamin masa depan transmigran sendiri. Mereka akan tak sukar
lagi memasarkan hasil pertanian ke kota. Apa lagi perbaikan
jalan ini memang sudah lama dirindukan. Sampai sekarang, dari
736,5 km jalan negara dan 1293,5 km jalan propinsi yang
berfungsi baru 55%. Sisanya masih payah disebut sebagai jalan.
Tapi mata bisa terbeliak mendengar biaya pola Sitiung. Untuk
pembuatan rumah sederhana ukuran 34,5 MÿFD misalnya, harganya
mencapai Rp 200.000. Padahal dengan kondisi lebih baik dari
Sitiung, di Sulteng bisa dicapai hanya dengan Rp 150.000. Begitu
pun upah membabat hutan hanya berkisar Rp 50.000 per hektar,
sedang di Sitiung sampai mencapai Rp 200.000. Belum lagi hak
"pensiun" Rp 1,5 juta per tahun untuk transmigran Sitiung yang
berarti 5 kali lipat dari jumlah yang didapat transmigrasi
umum. "Dengan biaya melimpah begini, kita bisa lebih baik
mengatur dari Sitiung sendiri", ucap Amirroenas. Nampaknya
pola biaya Sitiung ini (ditambah jaminan sarananya) menjadi
inceran Sulteng untuk bergegas siap menerima 2.000 KK jebol
desa ~dari Merapi itu.
Nah, terbukti. Pejabat pusat pun mulai dari Bappenas, PUTL
sampai Nakertranskop - sejak akhir Januari lalu sudah mulai
ramai berdatangan ke sana. Bahkan Menteri PUTL Sutami dan
Menteri Nakertranskop Subroto sudah memasang acara bulan
Pebruari ini akan berkunjung ke sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini