Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pedagang kaki lima masih menempati trotoar di dekat Blok G Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, pascakerusuhan dengan Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP pada Rabu, 16 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah seorang PKL diwawancarai Tempo mengatakan dirinya nekat tetap berjualan lantaran tak memiliki mata pencaharian lain. “Kalau tidak jualan, kami mau makan dari mana? Toh kami tidak mengganggu pejalan kaki,” ujar pria penjual pakaian pria yang enggan disebut namanya itu di Tanah Abang pada Sabtu, 19 Januari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hari ini ia tidak membawa barang jualan sebanyak biasanya. Hal itu ia lakukan agar mudah untuk menghindari Satpol PP jika kembali dirazia. “Jatuhnya kami jualan di sini kucing-kucingan,” kata pria itu.
Seorang pedagang lain yang berjualan tepat di bawah Jembatan Penyeberangan Serbaguna alias Skybridge Tanah Abang menyaksikan langsung kericuhan dengan Satpol PP. Ia menyebut para pedagang menyayangkan cara kasar yang dilakukan petugas Satpol PP saat merazia.
Ia menyaksikan langsung saat petugas menarik secara paksa barang jualan para PKL. Bahkan, pria asal Padang, Sumatera Barat itu menyebut sempat ada saling pukul antara PKL dengan Satpol PP. “Setelah pedagang makin ramai, baru petugas naik ke truk untuk pergi dan tiba-tiba saja mereka dilempari batu dan kayu,” ujarnya.
Akibat dari kericuhan, kaca spion truk dan mobil patroli milik Satpol PP pecah. Polisi sudah menetapkan dua orang berinisial EW, 27 tahun, dan SE, 54 tahun, sebagai tersangka terkait bentrokan itu.
Polisi menyita sejumlah barang bukti seperti tongkat serta batu yang digunakan untuk melempar anggota Satpol PP serta kendaraan patroli dan truk yang spionnya pecah. Kepala Kepolisian Sektor Tanah Abang Ajun Komisaris Besar Lukman Cahyono mengatakan pihaknya masih terus mengembangkan kasus ini dan tak menutup kemungkinan ada tersangka lain.