Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ukke R. Kosasih, pekerja sosial dan pendiri Kabin Kebun, mengatakan bahwa aktivisme yang dilakukan perempuan tak dapat dilepaskan dari kegiatan sehari-hari. Ia mengatakan hal ini setelah merefleksikan apa yang ia lakukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Tarlen Handayani, peneliti sosial serta ‘bookbinder’ dan Manajer Program Ruang Arsip dan Sejarah Perempuan (RUAS) Indonesia, meminta pendapat mengenai gerakan perempuan berdasarkan pengalaman para pembicara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ukke yang berpindah ke desa bersama keluarga untuk memutuskan melakukan slow living atau hidup melamban dan fokus pada pekerjaan domestik. Ukke melihat apa yang dilakukan hampir mirip dengan apa yang terjadi pada 1923.
Pada saat itu, pemerintah kolonial membuat sekolah pekerjaan domestik. Pemerintah kolonial membuat sekolah pekerjaan domestik dengan standar kolonial untuk melakukan pekerjaan eksploitatif. Padahal, masyarakat bumiputera pada saat itu telah memiliki standar mereka sendiri.
Namun, meski mirip dengan apa yang dilakukan pemerintah kolonial, Ukke tidak terjebak dalam dalam hal itu. “Kami, saya dan keluarga, mengartikannya lain sama sekali, itu adalah kemerdekaan, karena kami tahu persis kenapa kami memilih barang ini. Kami bilang bahwa, ‘Enough, saya tidak butuh lagi iming-iming, keinginan-keinginan yang dibungkus menjadi kebutuhan baru’,” ucap Ukke dalam diskusi bertajuk Perempuan dan Kerja Domestik pada Selasa, 16 Mei 2023.
Ukke juga melihat bahwa perjuangan atau aktivisme sebenarnya tak bisa lepas dengan kehidupan keseharian.
“Activism itu bukan pekerjaan, bukan kemudian kita keluar dari rumah dan kemudian kita bicara ‘hei perempuan, mari kita berjuang’, sementara kita di rumah masih dalam sebuah kerangka yang sama sebetulnya dari tahun 1923 itu,” kata Ukke.
Astrid Reza, sejarawan dan periset RUAS Indonesia, pun satu suara dengan Ukke. Menurutnya, dengan mengklaim ruang domestik, perempuan telah melakukan satu aksi politik. Apalagi ketika masa Orde Baru, peran domestik perempuan dikecilkan.
“Kita sebenarnya tidak memisahkan wilayah aktivisme, baik di ruang domestik ataupun publik gitu. Itu jadi satu,” kata Astrid dalam acara yang sama.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.