Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MOHAMMAD Mahfud Mahmodin mengingat Presiden Joko Widodo begitu serius membahas Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja sebelum drafnya diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan itu juga mengingat, dalam sehari, Jokowi bisa dua kali memimpin rapat membahas rancangan tersebut.
Menurut Mahfud Md., tak pernah ada diskusi untuk mengantisipasi jika RUU Cipta Kerja ditolak DPR. Sebagian peserta rapat adalah ketua umum partai politik. Misalnya Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, yang juga Menteri Koordinator Perekonomian. “Artinya, DPR sudah dipegang,” ujar Mahfud kepada Tempo di kantornya di Jakarta Pusat, Selasa, 23 Juli 2024.
Masinton Pasaribu, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, membenarkan ucapan Mahfud. Ia pernah mengikuti rapat Fraksi PDIP tak lama setelah draf RUU Cipta Kerja diserahkan kepada DPR pada Februari 2020. “Dalam rapat disebutkan bahwa RUU itu maunya Istana dan kami harus menyetujuinya,” kata Masinton. RUU Cipta Kerja disahkan pada Oktober 2020.
Mahfud dan Masinton yang ditemui terpisah sama-sama mengatakan sejumlah rancangan aturan yang diajukan pemerintah hampir tak pernah terganjal di parlemen. Mahfud mencontohkan ada sejumlah RUU yang pembahasannya simsalabim alias berlangsung kilat di DPR. Misalnya RUU Ibu Kota Nusantara atau IKN.
Mulai dibahas pada 7 Desember 2021, RUU IKN disahkan pada 18 Januari 2022. Ketika Jokowi ingin merevisi aturan itu, DPR juga tak menghambat. Perubahan terkait dengan status IKN sebagai proyek strategis nasional atau PSN serta bisa didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Menurut Masinton, hampir tak ada perdebatan dalam pembahasan revisi aturan itu.
Masinton mengibaratkan DPR di era pemerintahan Jokowi seperti tukang stempel. “Bisanya setuju-setuju saja,” ujarnya. Seiring dengan pisah jalan PDIP-Jokowi, partai banteng kini malah mengkritik kebijakan penggunaan APBN untuk membiayai IKN. Ketua PDIP Djarot Saiful Hidayat menilai pendanaan IKN terlalu besar dan pembangunannya terburu-buru.
Dalam diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion) dengan Tempo pada pertengahan Juli 2024, pengamat hukum tata negara Feri Amsari dan pengamat pemilihan umum Titi Anggraini sama-sama menilai kebijakan Jokowi bisa lolos dengan mudah di DPR karena Presiden punya kendali besar atas partai politik. Alih-alih bersikap kritis, DPR cenderung membebek keinginan Presiden.
Upaya Jokowi menancapkan kekuasaan di DPR dimulai pada Oktober 2014. Saat itu pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla menjadi minoritas di DPR. Dari 560 kursi DPR, 353 dipegang oleh koalisi pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, yang kalah dalam pemilihan presiden.
Mantan Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto, bercerita, Presiden membutuhkan tambahan kekuatan di DPR. Sebab, berbagai program unggulan Jokowi, seperti pembangunan infrastruktur dan Kartu Indonesia Sehat, butuh biaya besar. “Caranya, menarik Golkar ke pemerintahan,” kata Andi kepada Tempo di rumahnya di Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu, 17 Juli 2024.
Di Golkar terjadi dualisme kepemimpinan, yaitu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono. Pemerintah mendukung Agung Laksono. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan surat pengesahan kepengurusan Agung pada awal Maret 2015.
Konflik itu berakhir pada Mei 2016 dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa Golkar di Bali. Setya Novanto, calon yang didukung Jokowi, terpilih sebagai ketua umum. Setelah Setya lengser karena terjerat kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik, Jokowi menginginkan Airlangga Hartarto menjadi nakhoda Golkar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Joko Widodo didampingi Setya Novanto menghadiri Rapimnas I Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta, Juli 2016. Dok. Tempo/Aditia Noviansyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Maret 2024, politikus senior Golkar, Yorrys Raweyai, mengatakan kepada Tempo bahwa ia mendengar langsung keinginan Jokowi itu. Dukungan terhadap Airlangga disampaikan oleh Presiden setelah resepsi putrinya, Kahiyang Ayu, dengan Bobby Nasution di Medan, Sumatera Utara, 26 November 2017.
Cawe-cawe Jokowi berlanjut dalam Musyawarah Nasional Golkar di Jakarta pada 2019. Jokowi kembali menginginkan Airlangga memimpin Golkar. Menurut Andi Widjajanto, Istana mengirimkan Listyo Sigit Prabowo—kini Kepala Kepolisian RI—untuk melobi petinggi Golkar. “Diarahkan supaya aklamasi,” tutur Andi. Listyo Sigit tak merespons pesan dan panggilan telepon Tempo.
Istana pun terlibat dalam dualisme kepengurusan di Partai Persatuan Pembangunan, yaitu antara Muhammad Romahurmuziy dan Suryadharma Ali. Romahurmuziy mengatakan Jokowi pernah meminta dia membawa PPP mendukung pemerintah. Bertemu dengan Jokowi dalam suatu acara pada 2014, Romy—panggilan Romahurmuziy—meminta kepastian agar Kementerian Hukum dan HAM mengakui kepengurusannya.
Permintaan itu disetujui oleh Jokowi. Dalam muktamar yang digelar pada April 2016, Romy menjadi Ketua Umum PPP. “Memang ada kebutuhan memperkuat posisi pemerintah di DPR,” ujarnya.
Romy menuturkan, Jokowi juga meminta PPP mendukung calon yang dijagokannya dalam pemilihan kepala daerah Jakarta, yaitu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. PPP baru mendukung Basuki pada putaran kedua.
Tiga pengamat yang terlibat dalam diskusi kelompok terpumpun bersama Tempo, yakni Titi Anggraini, Feri Amsari, serta Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies atau CSIS Arya Fernandes, menilai kemandirian partai politik memudar pada pemerintahan Jokowi. Dampaknya tak hanya terlihat dalam lolosnya kebijakan pemerintah di DPR dengan mudah, tapi juga dalam pemilu.
Arya menduga partai menganggap calon yang didukung Jokowi punya peluang menang lebih besar. “Mereka bergantung pada keputusan Jokowi sebagai penguasa,” ucap Arya.
Sedangkan Titi menilai ada penggunaan lembaga penegak hukum untuk menekan petinggi partai politik. Ia mencontohkan, dukungan Partai Golkar kepada Prabowo Subianto muncul setelah Airlangga Hartarto diperiksa dalam kasus dugaan korupsi minyak goreng. “Kalau dilihat timeline-nya, diduga ada tekanan hukum untuk agenda politik,” kata Titi.
Sejumlah politikus Golkar bercerita, partai mereka sebetulnya hampir berkoalisi dengan PDIP untuk mengusung Ganjar Pranowo dalam pemilihan presiden. Menurut mereka, setelah diperiksa Kejaksaan Agung, Airlangga menemui Jokowi di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Agustus 2023 dan menyampaikan akan membawa Golkar “tegak lurus” dengan Jokowi dalam pemilihan presiden 2024.
Airlangga tak merespons pesan dan panggilan telepon Tempo. Wakil Ketua Umum Golkar Melchias Markus Mekeng mengatakan segala keputusan politik partai dibahas secara musyawarah dan mufakat. Ia menampik jika Golkar disebut terikat dengan presiden. “Kalau soal kasus hukum, itu sangat personal, tergantung orangnya,” tutur Mekeng, Selasa, 23 Juli 2024.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyangkal bila Jokowi disebut ingin menguasai parlemen untuk memuluskan program kerjanya. “Bahasanya adalah kerja sama yang baik dengan DPR,” ujarnya.
•••
TAK hanya melemahkan partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden Joko Widodo juga ditengarai mengerdilkan Mahkamah Konstitusi. Ahli hukum tata negara Feri Amsari dan pengamat pemilu Titi Anggraini menilai pelemahan MK terlihat dari putusan nomor 90. “Makin menguatkan kecurigaan bahwa kini MK berada di tangan Presiden,” ujar Feri dalam diskusi yang diadakan Tempo.
Putusan nomor 90 yang dibacakan pada 16 Oktober 2023 membuka jalan bagi putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden. Saat itu usia Gibran masih 36 tahun. Ia belum memenuhi syarat usia calon presiden-wakil presiden, yaitu 40 tahun. Akibat putusan itu, Ketua MK Anwar Usman terpental dari posisinya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, memimpin sidang Majelis Kehormatan MK yang memecat Anwar sebagai Ketua MK. Majelis Kehormatan menyimpulkan bahwa Anwar melakukan pelanggaran etik berat karena terlibat konflik kepentingan. Anwar adik ipar Jokowi. Ia menikah dengan Idayati, adik Jokowi, di Solo, Jawa Tengah, pada 25 Mei 2022.
Anwar Usman ketika masih menjabat ketua MK dalam sidang putusan atas gugatan terkait usia minimal capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Oktober 2023. Tempo/Subekti
Menurut Jimly, pernikahan Anwar dengan Idayati bisa menjadi penyebab munculnya putusan nomor 90 dan pelemahan Mahkamah Konstitusi. Jimly tak mau hadir dalam pernikahan Anwar-Idayati karena ia khawatir terhadap benturan kepentingan di MK.
Ketua MK periode 2008-2013, Mahfud Md., menilai pada masa pemerintahan Jokowi kerap terjadi pelemahan Mahkamah Konstitusi. Menurut Mahfud, upaya mengontrol MK pertama kali terjadi dalam kasus rekaman penyadapan Ketua DPR Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2016. MK menyebutkan rekaman tanpa izin pengadilan tak bisa dijadikan alat bukti.
Setahun kemudian, atau pada 2017, MK mengeluarkan putusan bahwa KPK merupakan lembaga eksekutif. “Kalau melihat gejalanya, putusan ini sudah di-setting,” tutur Mahfud.
Istana juga diam saat DPR mencopot hakim konstitusi Aswanto pada September 2022. Aswanto, hakim pilihan DPR, dianggap kerap membatalkan produk hukum parlemen. Ia ikut menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. “Sebagai kepala negara, kalau ada yang salah seperti ini, jangan diteruskan,” ujar Jimly.
Upaya pelemahan Mahkamah makin terlihat dari munculnya revisi Undang-Undang MK. DPR bersama pemerintah tiba-tiba mengesahkan pembahasan tingkat pertama revisi Undang-Undang MK itu pada 13 Mei 2024. Satu tahap lagi, yaitu pengesahan di rapat paripurna DPR, Undang-Undang MK yang baru akan berlaku.
Mahfud Md. menilai upaya pelemahan terlihat dari ketentuan hakim konstitusi yang telah menjabat selama lima tahun atau satu periode harus mendapat persetujuan dari lembaga pengusul agar bisa menjabat lima tahun berikutnya. Tanpa persetujuan itu, hakim konstitusi tak lagi bisa berkantor di gedung MK. “Aturan ini koruptif,” kata Mahfud.
Juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, enggan memberikan tanggapan soal berbagai manuver pelemahan MK. Pada 15 Mei 2024, Fajar menyatakan semua undang-undang yang telah disahkan bisa diuji materi di MK. Ia dan para hakim konstitusi tak boleh ikut berkomentar.
Lembaga lain yang digembosi pada masa pemerintahan Jokowi adalah KPK. Pelemahan KPK terjadi melalui revisi Undang-Undang KPK yang disahkan DPR pada 17 September 2019. Masinton Pasaribu, anggota Panitia Kerja Revisi Undang-Undang KPK, mengatakan perubahan itu berasal dari Istana. “DPR yang jadi bantalan,” Masinton mengklaim.
Pegawai KPK melakukan aksi Selamatkan KPK di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, September 2019. Tempo/Imam Sukamto
Andi Widjajanto, mantan orang dekat Jokowi, menyatakan saat itu Presiden kurang sreg dengan penindakan yang dilakukan KPK terhadap sejumlah pejabat. “Dari awal memerintah, Jokowi ingin penguatan KPK mengarah ke transparansi akuntabilitas,” ucap Andi.
Di tengah-tengah kegaduhan penolakan revisi Undang-Undang KPK, Jokowi mengundang sejumlah tokoh ke Istana pada 26 September 2019. Feri Amsari ikut hadir. Menurut dia, Jokowi justru menyampaikan bahwa revisi berasal dari DPR. Para tamu yang hadir meminta Jokowi mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk membatalkan revisi.
Mendengar pernyataan Feri, Jokowi justru menanyakan kemungkinan perpu itu ditolak DPR. Menjawab Jokowi, Feri menyatakan ingin mengetahui sikap Jokowi, apakah bersama rakyat atau partai. “Presiden tidak menjawab,” ujar Feri.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menampik bila Jokowi disebut melemahkan MK dan KPK. Ia menyebut dugaan intervensi Istana hanya spekulasi. “Menteri saja ditangkap. Tidak lemah, kan?” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo