Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah pihak berharap upaya perbaikan jembatan penyeberangan orang di Jakarta dilakukan secara adil.
Pemprov DKI wajib membenahi kebiasaan warga yang salah menggunakan jembatan penyeberangan.
Tak semua JPO perlu dipercantik seperti JPO Pinisi.
JAKARTA – Sejumlah pihak berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak cepat puas setelah meresmikan jembatan penyeberangan orang atau JPO Pinisi di Setiabudi, Jakarta Selatan. Pemerintah provinsi harus bisa memastikan semua jembatan penyeberangan di Ibu Kota dalam kondisi layak dan tak membahayakan keselamatan pejalan kaki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengamat tata kota Yayat Supriatna berharap pemerintah DKI Jakarta bisa mengaudit kelayakan semua jembatan penyeberangan di Ibu Kota. Intinya, semua jembatan penyeberangan di Jakarta harus aman. “JPO yang atapnya bolong, tiang penyangganya keropos, dan sebagainya, harus dibenahi,” kata Yayat ketika dihubungi, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Yayat, Pemprov DKI tak boleh hanya berfokus membenahi jembatan penyeberangan yang ada di jantung Jakarta, seperti di Jalan M.H. Thamrin dan Jenderal Sudirman. Selain itu, menurut Yayat, kondisi jembatan penyeberangan menjadi salah satu bagian dari sistem transportasi sebuah kota.
Jika Pemprov ingin sistem transportasi Jakarta dianggap memiliki kualitas yang bagus, kondisi jembatan penyeberangan orangnya pun harus sesuai dengan standar keamanan. “JPO itu bisa meningkatkan minat warga untuk mau jalan kaki dan pakai transportasi umum,” kata Yayat.
Menurut Yayat, pada dasarnya jembatan penyeberangan memiliki fungsi untuk mempermudah mobilitas warga dari satu sisi jalan ke sisi seberang. Intinya, tujuan warga adalah mencapai sisi seberang. Namun, dengan mempercantik JPO Pinisi, tujuan masyarakat menggunakan jembatan penyeberangan akan berubah. “Sudah bukan untuk berpindah lagi, tapi untuk lebih lama di atas jembatan berfoto-foto,” ujar Yayat.
Walhasil, fungsi jembatan penyeberangan pun berubah dari sarana mempermudah akses warga menjadi sekadar rekreasi di tengah kota. Namun kondisi itu membuka risiko lain. Menurut Yayat, jika nanti pemandangan JPO Pinisi sudah tak viral lagi, jembatan penyeberangan itu berpotensi ditinggalkan masyarakat.
Kondisi atap jembatan penyeberangan orang (JPO) di Jalan Letjen Suprapto, Jakarta, 30 November 2021. TEMPO/Dwi Nur A.Y.
“Nanti jadi sepi seperti JPO di Sudirman yang sempat viral karena dihilangkan atapnya. Apakah sekarang masih ramai? Hanya orang yang tujuannya menyeberang saja,” kata Yayat.
Adapun Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, mengatakan pembenahan JPO di seluruh Jakarta bukan sekadar secara fisik bangunan. Namun perilaku masyarakat pengguna jembatan penyeberangan perlu ikut dibenahi.
Deddy mencontohkan JPO di Pasar Minggu Baru, Jakarta Selatan, yang kerap dilewati sepeda motor. Menurut dia, mayoritas pengguna jembatan penyeberangan tersebut adalah pengendara sepeda motor. “Jelas ini membahayakan pejalan kaki. Jika dibiarkan, menjadi edukasi yang buruk bagi masyarakat,” kata Deddy ketika dihubungi, kemarin.
Selain itu, Deddy berharap pemerintah provinsi berfokus membenahi semua JPO yang dianggap tak layak. Jika ditemukan jembatan penyeberangan dengan kondisi tak layak, upaya pembenahan harus tuntas. “Misalnya, jika sudah parah, jangan asal ditambal sulam. Justru itu bisa memperburuk keadaan,” kata Deddy.
Sementara itu, pengamat tata kota Nirwono Joga mengatakan pembangunan JPO indah seperti di Setiabudi tak cocok diterapkan di seluruh Jakarta. Sebab, menurut dia, jembatan penyeberangan dengan suasana keindahan hanya cocok diterapkan di lokasi yang berdekatan dengan pusat belanja atau perkantoran.
“Tidak semua JPO butuh dipercantik,” kata Nirwono.
Terlebih, menurut Nirwono, masyarakat modern Ibu Kota justru cenderung memilih disediakan fasilitas menyeberang yang berupa pelican crossing. Sebab, faktanya, penggunaan pelican crossing dianggap lebih mudah dan lebih ramah bagi masyarakat difabel.
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo