Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari memiliki gagasan fikih yang maju.
Ia menyerukan kepada umat Islam agar meneguhkan fungsi keadilan sosial zakat.
Syekh Arsyad mengadopsi hukum adat Banjar untuk membuat aturan pembagian waris yang lebih adil buat perempuan.
GURU Ahmad Daudi bin Ibnu Irsyad Zein terlihat berhati-hati ketika menjejerkan tujuh kitab di atas meja. Kitab yang ditulis dalam huruf Arab itu memiliki ukuran dan ketebalan berbeda. Enam kitab merupakan cetakan baru, satu kitab lain memiliki ukuran paling tebal dan tampak usang. “Ini kitab Fatawa Sulaiman Kurdi, ditulis tangan oleh Syekh Arsyad pada 1223 Hijriah. Kalau yang lain hasil cetak ulang,” ujar Daudi sambil menunjuk kitab kuno bersampul hijau di depannya pada Kamis, 7 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keturunan ketujuh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari berusia 57 tahun itu mengatakan bahwa Fatawa Sulaiman Kurdi adalah kumpulan dialog antara Arsyad dan gurunya, Syekh Sulaiman Kurdi. Isinya tentang hukum memungut pajak dari rakyat di Kerajaan Banjar. Kitab itu ditulis dalam huruf dan bahasa Arab, tapi dilengkapi terjemahan bahasa Melayu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sedangkan kitab yang lain—Tuhfaturraghibin, Luqthatul 'Ajlan, Qaulul Mukhtashar, Kanzul Ma’rifah, dan Sabilal Muhtadin—ditulis dalam bahasa Arab-Melayu. Menurut Daudi, Syekh Arsyad sengaja tidak menggunakan bahasa Arab supaya masyarakat Banjar lebih mudah memahaminya.
Lahir pada 17 Maret 1710 di Kampung Lok Gabang, yang menjadi bagian Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan, Syekh Arsyad adalah wali yang produktif menulis buku. Wakil Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Kalimantan Selatan Humaidy mengatakan, dari 20 buku yang ditulis Syekh Arsyad, Sabil al-Muhtadinli at-Tafaqquh fi Amr ad-Din (1779-1781) adalah kitab karyanya yang paling terkenal. “Hingga saat ini menjadi bahan kajian di berbagai lembaga pendidikan Islam,” kata Humaidy.
Fatwa Sulamaina Kurdi, buku yang berisi dialog antara Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dengan gurunya Syekh Sulaiman Kurdi. Muhammad Robby
Pemikiran-pemikiran Arsyad juga kontekstual, bahkan dianggap melampaui zamannya. Misalnya gagasannya mengenai zakat produktif. Arsyad melarang zakat barang konsumtif karena hanya akan memenuhi kebutuhan sesaat. Ia menganjurkan zakat berupa benda yang mampu mendorong mustahik menjadi produktif dan akhirnya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Salah satunya bisa berupa kebun untuk dikelola sehingga penerima zakat memperoleh penghasilan.
Pemikiran Arsyad itu mengajak umat bersungguh-sungguh menjalankan konsep zakat yang berdimensi ibadah sekaligus sosial. Lebih jauh dia memaknai zakat sebagai sistem untuk menciptakan keadilan sosial.
Arsyad juga berperan melahirkan hukum adat parpantangan dan baislah, yang merupakan aturan pembagian warisan di masyarakat Banjar. Parpantangan adalah pembagian harta yang diperoleh setelah pasangan resmi menjadi suami-istri. Jika mereka bercerai, harta tersebut harus dibagi rata. Bila suami meninggal, istri akan mendapat 50 persen. Jika mereka punya anak, istri akan mendapat tambahan seperdelapan warisan. Bila mereka tidak punya anak, istri hanya mendapat tambahan seperempatnya.
Konsep parpantangan diadopsi dari hukum adat masyarakat Banjar yang menganggap semua harta yang diperoleh setelah pernikahan adalah harta milik bersama. Tak ada harta milik suami atau milik istri kecuali harta bawaan sebelum menikah atau harta warisan orang tua mereka.
Baislah adalah aturan yang memungkinkan ahli waris yang menerima warisan lebih banyak memberikan sebagian warisannya kepada penerima bagian yang lebih kecil. Anak laki-laki yang mendapat waris dua bagian bisa menyerahkan separuh harta warisnya kepada saudara perempuannya.
Konsep parpantangan dan baislah menjadikan perempuan Banjar lebih berdaya secara sosial. “Pembagian harta waris inilah peninggalan Syekh Arsyad yang paling monumental,” ujar Humaidy.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo