APA yang dituturkan Deborah, 16, dan Siska, 20, hampir-hampir tak masuk akal. Kepada Badan Konsultasi Bantuan Hukum (BKBH) UNS, Surakarta, kedua nama samaran itu mengaku telah diperkosa David. Yang dituduh ini bukan orang sembarangan. Ia seorang pendeta sebuah gereja, yang terletak di Jalan Gajah Mada, Solo. Di samping kedua wanita muda itu, ada 11 gadis lain yang juga mengaku telah mendapat perlakuan tidak senonoh, dicium atau diraba dan diremas-remas. Pengakuan mereka itu, pekan lalu, direkam oleh BKBH UNS, yang dimintai tolong memberikan bantuan hukum. Perekaman itu dianggap perlu sebagai pegangan, bila kasusnya nanti sampai ke pengadilan. Selain meminta bantuan ke BKBH, kesemua gadis yang merasa sudah dicemarkan dan dinodai itu juga telah mengadu ke polisi, April lalu. "Persoalan ini sedang kami tangani dengan sungguh-sungguh," ujar Letnan Kolonel Khasbullah, Kapolresta Surakarta, kepada TEMPO. Hanya, dalam menangani kasus itu Khasbullah sangat berhati-hati. Misalnya, pendeta yang dituding berbuat tak senonoh itu tidak langsung ditahan. Ia masih bebas dan bahkan masih memberikan khotbah setiap Selasa dan Minggu. Di antara jemaatnya yang berjumlah sekitar 400 orang, memang banyak tak percaya bahwa Pendeta David telah berbuat cabul. Merek menduga, ada pihak tertentu yang ingin mendongkel David dari gereja ini. Namun, kesemua gadis yang juga jemaat di gereja itu berkeras bahwa sang pendeta telah berbuat di luar jalan Tuhan. "Kami bersedai dituntut bila yang kami laporkan ini tidak benar. Pokoknya apapun yang terjadi, kami sanggup menerima resikonya," ujar mereka. Dahlia (juga bukan nama sesungguhnya), 21, termasuk yang menuntut tanpa ragu sedikitpun. Mahasiswa yang berparas cantik itu mulanya mengaku tak curiga ketika suatu sore rambutnya dibelai dan dahinya dicium. Setiap sore, ia dan kawan-kawannya, yang tergabung sebagai anggota koor gereja, memang suka datang ketempat ibadah yang sekaligus tempat kediaman pendeta. Selain berlatih, mereka biasanya bergantian menyapu lantai, mengepel, bahkan memasak, dan menyetrika. Mereka sukarela melakukannya, semata karena pengabdian kepada Pendeta. Sewaktu dahinya dicium, kata Dahlia, "Saya masih menganggapnya sebagai tindakan biasa, seperti kasih sayang ayah pada anaknya." Namun, pada sore yang lain, ia jadi tergahap ketika bibirnya yang tipis itu dicium. Untuk menenangkan hati Dahlia, Pendeta mengatakan bahwa tindakan itu sesuai dengan bunyi surat Korintus ayat 12 yang berbunyi, "Berilah salam seseorang pada yang lain. Cium Kudus." Hanya, meski sudah dibacakan ayat, hati Dahlia tetap gundah. Ia tak yakin, pengertian ayat itu sesuai dengan yang baru saja dilakukan Pendeta. Sampai suatu malam, ketika dalam perjalanan untuk acara gerejani, ia tertidur dalam mobil dan bermimpi. Ketika terbangun, tahu-tahu, "Kancing baju saya sudah terlepas dan saya lihat Pak Pendeta mengerayangi dada saya." Saat itulah, katanya, ia semakin yakin bahwa pendeta telah berlaku salah. Hanya, ia termasuk beruntung dibandingkan dengan Deborah, yang sampai diperkosa. Pelajar SMP itu mengaku, sore hari November 1983 lalu, setelah selesai menyeterika di kediaman Pendeta, ia disuruh mandi. Selesai mandi, gadis ayu berkulit putih dengan mata bulat itu mengaku langsung disergap. Ia lalu dibopong ke dalam kamar, dan di sana, "Saya diperlakukan sebagai suami istri sampai dua kali," katanya pekan lalu kepada TEMPO. Ia baru menceritakan yang dialaminya kepada orangtuanya April lalu, karena takut. Pada mulanya, orangtuanya tak percaya. Tapi belakangan ia yakin, laporan anaknya benar setelah mendengar cerita dari rekan-rekan Deborah yang juga mengaku pernah diperlakukan kurang ajar. Kakak Dahlia, Widodo, segera pula menanyai teman adiknya yang lain, yang tergabung sebagai anggota koor. Ia dibantu Sundoro, yang adiknya juga mengaku pernah diganggu Pendeta. Pada akhir April itu, kata Widodo, tercatat 15 orang yang terus terang merasa pernah diperlakukan tak pada tempatnya. Ketika itu, kata Sundoro, mereka pernah mencoba menghubungi Pendeta In Yuwono, kepala Gereja Pentakosta di Surabaya, untuk mengadu. Namun, mereka gagal karena tak berhasil menemui yang bersangkutan. Sebab itulah mereka kemudian mengadu ke polisi. Tapi, beberapa hari kemudian, dua orang gadis mencabut pengaduanya, yaitu Amelia, 22, dan Rusita, 18, keduanya juga nama samaran. "Dulu kami melapor ke polisi karena terbawa emosi. Kini, setelah kami pikir dalam-dalam, perbuatan Pak Pendeta mengelus rambut itu kami anggap sebagai perlakuan kasih sayang," kata keduanya. PENCABUTAN pengaduan dari dua orang itu tak membuat BKBH menyurutkan langkah. Tiga belas orang lainnya toh masih tetap pada pendirian mereka. Dan meski tak ada saksi yang melihat langsung kejadian, menurut Sukasno dari BKBH, ia yakin bahwa yang dilaporkan kliennya benar. Bahwa ada belasan orang, bukan hanya satu dua - yang mengaku telah diperlakukan tak pada tempatnya, kata Sukasno, "Bisa dianggap sebagai bukti dan indikasi kuat adanya perbuatan cabul." Polisi Surakarta memang telah meminta agar dua gadis yang mengaku diperkosa, Siska dan Deborah, dibuatkan visum. Tapi Dokter Lukmono Hadi, yang membuat visum, enggan menjelaskan hasilnya. "Tunggu saja di pengadilan, kalau persoalannya memang akan sampai ke sana," ujarnya. David sendiri, 41, tenang-tenang saja dituding telah berbuat mesum. Ayah satu anak yang bertubuh atletis dan bersorot mata tajam itu merasa sedang mendapat cobaan. Tapi, "Cobaan ini hanyalah penderitaan kecil dibanding penderitaan Yesus pada umatnya," katanya. Ia menyatakan bahwa pengaduan belasan jemaatnya sama sekali tidak benar, tapi ia tak akan menuntun "Saya ini pendeta, bekerja dengan hati nurani. Saya hanya mendoakan agar anak-anak itu sadar kembali," ujarnya kalem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini