Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penggeledahan tim Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror di Gelanggang Mahasiswa Universitas Riau pada Sabtu, 2 Juni 2019, mengejutkan Syafri Harto, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau. "Selama ini tidak ada mencurigakan di sana, kami pun terkejut," ujarnya ketika menyaksikan penggeledahan pada Sabtu, 2 Juni 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Densus 88 Antiteror dibantu pasukan Brimob Polda Riau menangkap tiga terduga teroris di gelanggang mahasiswa. Kepala Kepolisian Daerah Riau Inspektur Jenderal Nandang mengatakan ketiga orang yang ditangkap itu adalah alumni Universitas Riau. "Gerak mencurigakan ketiga terduga ini sudah kami ketahui sejak dua pekan lalu," kata Nandang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah barang bukti pun disita. Beberapa di antaranya empat buah bom siap ledak serta material bom berupa serbuk dan kabel. Nandang menduga ketiganya melakukan perakitan bom ketika sengaja menumpang tidur di Sekretariat Mapala Sakai, FISIP Universitas Riau, satu bulan terakhir.
Nandang menyebutkan bom rakitan itu akan digunakan terduga teroris untuk melakukan aksi peledakan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau dan DPR RI. Daya ledaknya diperkirakan menyamai rentetan bom yang meledak di Surabaya, Jawa Timur. Kepolisian pun masih menelusuri alasan ketiganya akan melakukan peledakan di gedung Dewan. "Apa alasannya, masih dalam penyidikan Densus," ujarnya.
Tiga terduga teroris yang juga alumni Universitas Riau pun ditangkap. Mereka adalah ZM, alumnus jurusan Ilmu Pariwisata FISIP angkatan 2004; BM, alumnus jurusan Administrasi Publik angkatan 2005; dan ED, alumnus jurusan Ilmu Komunikasi FISIP angkatan 2005. ZM disebut berperan merakit bom. Melalui media sosial Instagram, ZM juga diduga menyebarkan ajakan melakukan amaliah dengan bom bunuh diri.
Kabar ini juga mengejutkan Rektor Universitas Riau Aras Mulyadi. Sebab, menurut dia, pihaknya tak menemukan kegiatan mencurigakan di lingkungan kampus. "Sebenarnya alumni tidak dibenarkan berada di sekretariat itu karena dia bukan pengurus," katanya menanggapi penangkapan terduga teroris, yang juga alumni Universitas Riau.
Penggeledahan Densus 88 Antiteror ini mengafirmasi penelitian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengenai radikalisme di lingkungan kampus. Dalam majalah Tempo edisi 27 Mei-2 Juli 2018, BNPT menyebutkan lingkungan kampus di Indonesia sudah terpapar radikalisme sejak 30 tahun lalu. "Sekarang semua kampus di Jawa sudah kena,” ucap Direktur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Hamli.
Penelitian BNPT juga memperkuat temuan lembaga penelitian yang menunjukkan tingginya paparan radikalisme di mahasiswa. Menggunakan 1.800 responden di 25 universitas se-Indonesia, penelitian Alvara Research Center pada Oktober 2017 menyebutkan 23,5 persen menyetujui gerakan Negara Islam Irak dan Suriah. Selain itu, 23,4 persen menyetujui kesiapan untuk berjihad mendirikan khilafah.
Penggeledahan di Universitas Riau ini pun dilakukan tak lama setelah serangan teroris di Markas Kepolisian Polda Riau pada 16 Mei 2018. Empat pelaku ditembak mati. Mereka adalah Mursalim alias Ical, 42 tahun, Suwardi (28), Adi Sofian (26), dan Daud. Kepolisian menduga keempatnya memiliki hubungan dengan Wawan Kurniawan alias Abu Afif, narapidana terorisme yang memicu kerusuhan di Markas Komando Brigade Mobil, Depok, Jawa Barat, sepekan sebelumnya.
Aras menyatakan pihaknya mengutuk rencana aksi terorisme yang dilakukan di kampusnya. "Kami tidak mentolerir tindakan ini," tuturnya. Ia pun menyerahkan penanganan kasus tiga orang terduga teroris yang ditangkap di Universitas Riau ini kepada Densus 88 Antiteror dan Kepolisian Daerah Riau.
RIYAN NOVITRA