Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LETNAN Jenderal Purnawirawan Prabowo Subianto tertunduk mendengarkan pertanyaan Hira Teti. Ibunda mendiang Elang Mulia Lesmana itu menagih janji sang Jenderal yang diucapkan beberapa hari setelah tragedi 12 Mei 1998, yang merenggut nyawa empat mahasiswa Trisakti, termasuk Elang. "Saya tanya kenapa Bapak tak jadi datang," kata Teti kepada Tempo pekan lalu.
Teti menyampaikan pertanyaan itu dalam pertemuan tertutup di salah satu ruang lobi Hotel Grand Hyatt, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu dua pekan lalu. Ia datang bersama putranya, R.M. Awangga. Dalam pertemuan itu, hadir pula anggota keluarga korban lainnya, yaitu Lasmiyati Syahrir, ibunda Heri Hartanto; dan Sunarmi Yunus, ibunda Hafidin Royan. Prabowo hadir didampingi anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim S. Djojohadikusumo.
Pertemuan yang dimulai pukul 17.00 itu berakhir menjelang magrib. Kepada Teti, Prabowo mengatakan kala itu dia tak mungkin mendatangi keluarga korban satu per satu. "Karena situasi pada saat itu, semua memojokkan saya," ucap Teti menirukan Prabowo.
Unjuk rasa mahasiswa yang berakhir ricuh pada 12 Mei itu mengawali rentetan kerusuhan yang berujung pada tumbangnya rezim Orde Baru. Empat mahasiswa Universitas Trisakti menjadi korban, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie. Mereka tewas diterjang peluru dari Styer kaliber 5,56 yang ditembakkan pasukan Unit II Patroli Motor Gegana Brimob. Ratusan orang juga terluka.
Teti mengungkapkan Prabowo sempat mengirim seseorang mendatangi keluarganya beberapa hari setelah kejadian. Utusan itu datang membawa kartu ucapan dukacita yang dibubuhi tanda tangan sang Jenderal. Mengaku sebagai ajudan, utusan itu bertanya apakah keluarga akan mengadakan tahlil atau upacara kirim doa untuk mendiang Elang. "Dia menyatakan akan datang untuk ikut tahlil," ujar Teti, mengutip janji sang ajudan.
Namun yang diharapkan tak kunjung datang. Prabowo hanya sempat bertandang ke rumah orang tua Heri Hartanto pada 15 Mei. Di depan orang tua Heri, masih menurut Teti, Prabowo meminta diambilkan Kitab Suci. Prabowo, yang kala itu menjabat Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, bersumpah tak terlibat dalam penembakan di kampus Trisakti.
Keluarga korban sempat bertemu lagi dengan Prabowo pada Februari 2001, ketika Prabowo menghadiri panggilan Panitia Khusus Trisakti di Dewan Perwakilan Rakyat. Ia diminta menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Seusai rapat, kata Teti, Prabowo menghampiri keluarga korban, lagi-lagi, untuk menyampaikan dukacita. Diminta mengungkap dalang penembakan, Prabowo tak pernah buka suara.
Nama Prabowo kerap dikaitkan dengan peristiwa Mei 1998. Tim Gabungan Pencari Fakta merekomendasikan penyelidikan terhadap pertemuan Prabowo dengan beberapa tokoh masyarakat, di antaranya Adnan Buyung Nasution dan Bambang Widjojanto, di Markas Kostrad pada 14 Mei, dua hari setelah penembakan, ketika Jakarta telah dikepung api. Tim Gabungan mencurigai pertemuan itu membahas rencana makar. Dalam laporan majalah Tempo pada November 1998, Bambang mengatakan, "Pertemuan itu informal. Kami tanya Prabowo tentang penculikan dan dia bersumpah tidak terlibat."
Teti pun menegaskan pertemuan di Grand Hyatt hanya silaturahmi. Tak ada pembicaraan tentang kerusuhan 1998 atau dukungan kepada Prabowo, yang mencalonkan diri sebagai presiden. Di akhir pertemuan setengah jam itu, Teti mengingatkan Prabowo agar mengusut tuntas kasus penembakan 12 Mei jika terpilih. "Dia tidak menjanjikan apa-apa," ujar Teti.
Pertemuan tersebut berlangsung hanya beberapa jam setelah Forum Alumni dan Mahasiswa Trisakti mendeklarasikan dukungan kepada calon presiden dari Partai Gerindra itu. Ketua Forum, Todotua Pasaribu, dan anggotanya, Achmad Kurniawan, mengantarkan Teti dan rombongan hingga ke lokasi pertemuan. Tapi keduanya tak ikut dalam pembicaraan. "Kami menunggu di lounge," kata Kurniawan, yang akrab disapa Iwan.
Upaya menemui Prabowo sebenarnya sudah dirintis alumnus Trisakti sejak 2009. Iwan adalah Ketua Paguyuban Persaudaraan Trisakti 12 Mei atau Paperti, forum yang dibentuk sebagai wadah perjuangan korban tragedi Trisakti. Anggotanya adalah mantan pengurus Senat Mahasiswa Universitas Trisakti periode Mei 1998. Mereka tak hanya berusaha menemui Prabowo, tapi juga mantan Panglima TNI Wiranto, yang diduga terlibat pula. "Hanya dengan Prabowo yang belum berhasil," ujar Iwan.
Lima tahun lalu, Iwan bersama Hendro Julianto, juga alumnus Trisakti, dua kali menemui Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon. Orang dekat Prabowo ini diharapkan bisa membawa keluarga korban menemui Prabowo. Tapi upaya itu tak membuahkan hasil. Fadli Zon membenarkan ada pertemuan antara keluarga korban tragedi Trisakti dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo di Grand Hyatt. Fadli mengaku hadir dalam pertemuan itu. Tapi dia tidak menjawab ketika ditanya soal pertemuannya dengan Iwan pada 2009.
Harapan untuk mempertemukan kedua pihak terbuka kembali setelah satu bulan lalu sekelompok alumnus Trisakti memutuskan mendukung Prabowo. Menurut Todotua, dukungan terhadap Prabowo antara lain untuk merespons kelompok alumnus lain yang lebih dulu mendeklarasikan dukungan kepada Joko Widodo, calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. "Tak semua kelompok di Trisakti mendukung Jokowi," katanya.
Dalam salah satu rapat, Todotua, yang mengaku sebagai kader Partai Golkar, meminta rekan-rekannya mencarikan jalan berkomunikasi langsung dengan Prabowo. Salah seorang alumnus menyarankan mengontak Fadli Zon, sementara alumnus lain menyarankan menghubungi Budi Purnomo, koordinator media tim Prabowo Subianto. Kedua usul tersebut ditolak mengingat kegagalan lima tahun lalu.
Usul lain datang dari kolega Todotua yang kenal dekat dengan Aryo Djojohadikusumo. Todotua akhirnya menemui anak Hashim itu untuk menyampaikan dukungan kepada Prabowo. Kepada Aryo, ia meminta dipertemukan dengan Hashim atau Prabowo, bukan yang lain. Aryo, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, menyanggupi permintaan itu.
Sebelum bertemu dengan Hashim, perwakilan alumnus kembali mendatangi orang tua Elang, Heri, Hafidin, dan Hendriawan. Orang tua korban kembali meminta alumnus Trisakti menyampaikan keinginan mereka bertemu dengan Prabowo.
Pertemuan dengan Hashim digelar Senin dua pekan lalu di kompleks perkantoran Midplaza, Jalan Sudirman, Jakarta. Tiga puluh anggota Forum menyampaikan keyakinan mereka bahwa Prabowo tak terlibat tragedi 12 Mei. Karena itu, Forum siap mendukung pencalonan Prabowo sebagai presiden. Perbincangan yang dijadwalkan hanya satu jam berlangsung hingga lima jam.
Todotua mengatakan, setelah deklarasi, mereka akan membentuk sayap pemenangan Prabowo. Tim akan bekerja membentuk opini publik, antara lain dengan menangkal serangan-serangan terhadap catatan gelap Prabowo dalam pelanggaran hak asasi manusia. "Ini adalah investasi politik dari alumnus untuk Prabowo," ujarnya. Ia mengatakan seluruh biaya pembentukan tim pemenangan disediakan Forum. Ia menambahkan, "Jika menang, kami siap ikut di dalam pemerintahan."
Kartika Candra, Reza Aditya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo