Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Penghuni rumah dinas TNI yang dipaksa angkat kaki di kompleks perumahan TNI AD Cijantung, Jakarta Timur, berencana menggugat Komando Daerah Militer (Kodam) Jakarta Raya. Pengosongan paksa rumah purnawirawan TNI di lokasi itu telah dilakukan bertahap sejak 2017 hingga yang terbaru dilakukan hari ini, Kamis 21 November 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kami ingin menggugat pengosongan rumah ini karena statusnya masih abu-abu," kata koordinator warga setempat, Bambang Sasmito, di kompleks perumahan itu, Kamis 21 November 2019
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kodam Jaya sejatinya mengosongkan 10 rumah dinas pada hari ini. Dari jumlah tersebut satu rumah di antaranya ditunda pengosongannya, dan tiga rumah berinisiatif mengosongkan sendiri.
Bambang menuturkan seluruh warga di kompleks TNI Cijantung yang berlokasi di Jalan Sederhana Raya itu telah menempati rumah mereka sejak 1972. Kepindahan mereka ke permukiman TNI ini karena adanya pilihan dari Kodam Jaya saat itu kepada prajurit TNI.
Prajurit TNI yang saat itu tinggal di hotel diberi alternatif untuk menerima uang pembelian rumah sebesar Rp 500 ribu atau dibangunkan hunian oleh Kodam Jaya. Sebagian warga termasuk almarhum orang tua Bambang memilih dibangunkan rumah di kompleks TNI Cijantung yang berdiri saat ini.
"Ada sekitar 160 prajurit TNI yang saat itu memilih dibangunkan rumah di kompleks ini," ujarnya. "Sedangkan prajurit lain memilih membeli atau membangun sendiri rumah di lokasi lain."
Belakangan, menurut Bambang, rumah warga di kompleks TNI Cijantung diklaim sebagai rumah dinas dan menjadi milik pemerintah. Purnawirawan yang telah meninggal dan tidak ada keluarga yang aktif sebagai prajurit TNI diminta untuk mengosongkan rumah yang mereka telah tempati.
"Kami merasa tidak adil. Sebab orang tua kami tidak menerima uang yang pernah ditawarkan itu," katanya.
Menurut Bambang, warga kompleks TNI berhak memiliki rumah-rumah tersebut terlebih sebagian besar rumah yang telah direnovasi dan berubah bentuk dari kondisi awal. "Kami punya hak atas rumah ini," ujarnya.
Pengosongan rumah di kompleks perumahan TNI AD Cijantung, Jakarta Timur, Kamis 21 November 2019. TEMPO/Imam Hamdi
Atas dasar itu, Bambang mengungkapkan, warga yang dipaksa keluar dari rumahnya bakal menggugat Kodam Jaya. "Kodam Jaya tidak mempunyai bukti atas kepemilikan lahan yang ditempati warga. Jadi status lahan ini masih abu-abu," katanya menegaskan.
Advokat dari Lokataru, Fakhry Ilmullah, mengatakan lembaganya mendampingi tiga dari 10 pemilik rumah yang diminta paksa untuk dikosongkan. Mereka sedang mengajukan gugatan ke pengadilan atas rencana pengosongan rumah tersebut saat eksekusi terjadi hari ini.
"Ketiga rumah yang saya dampingi telah dikosongkan paksa. Padahal belum ada putusan hukum," kata Fakhry di lokasi yang sama.
Dalam pengosongan tersebut Fakhri sempat menghalangi anggota TNI mengeluarkan barang dari rumah-rumah warga. Fakhri juga sempat menghalangi anggota TNI membuka pintu rumah salah satu warga yang dikosongkan.
Namun, Fakhri dipaksa untuk keluar. Anggota TNI mulai mendobrak pintu dan mengeluarkan satu per satu seluruh isi rumah di Jalan Sederhana III Kelurahan Gedong, Kecamatan Pasar Rebo, itu.
Perwakilan Kodam Jaya yang menemui Lokataru menyatakan pengosongan merupakan instruksi langsung dari Pangdam Jaya. "Kami di sini hanya menjalankan instruksi," ujarnya.
Perwakilan tim hukum Kodam Jaya itu meminta agar pengosongan rumah dinas TNI tidak dihalangi karena institusinya telah memberikan tiga kali surat peringatan kepada penghuni. "Seharusnya mereka kalau mau ditunda mengajukan saja ke Pangdam. Kalau sekarang kami mengosongkan hanya menjalankan tugas saja," kata rekannya.