UNTUK pertama kali dalam sejarah Kamis pekan lalu Pengadilan
Negeri Padang menyelesaikan pemeriksaan 118 tersangka suatu
perkara sekaligus tuntas dalam 2 jam. Selain Hakim Tunggal
Dahlia Nur SH tampak sibuk, suasanapun kelihatan seperti di
pasar.
Apa boleh buat. Perkaranya terbilang sangat sumir dan
pemeriksaan terhadap ke-118 warga kota tadi dilakukan seorang
demi seorang hingga ada kesempatan di antara tersangka untuk
mondar mandir keluar masuk ruang sidang.
Apa kesalahan yang dituduhkan mereka? Ke-118 warga kota itu
dipersalahkan telah melanggar Peraturan Daerah Kotamadya Padang
No 4/PD/1973. Dengan Perda itu antara lain ditetapkan setiap
warga kota harus mempunyai bak sampah di depan kediamannya
masing-masing berukuran 60 x 70 Cm. Dalam pada itu tukang bendi
atau sado diharuskan pula memiliki tempat penampungan kotoran
kuda yang dipasang persis di belakang hewan yang sedang bertugas
menarik bendi atau sado.
Dalam pemeriksaan yang berlangsung rata-rata 10 menit itu,
ke-118 orang tersangka mengaku salah. Di antara mereka ada yang
memenuhi ketentuan membuat bak sampah itu dengan hanya
menempatkan ember plastik. Apapun kesalahannya, sesuai dengan
ketentuan Perda yang mengancam hukuman penjara selama-lamanya 6
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 10 ribu bagi setiap
pelanggar, ke-118 warga kota memenuhi vonis hakim berupa denda
antara Rp 2600 sampai Rp 5000.
Tapi yang menarik ialah: kesemua terhukum menyatakan telah
melanggar peraturan kotamadya itu tidak dengan sengaja. Bahkan
mereka sebagian besar menyatakan tidak tahu bahwa sebelumnya ada
Peraturan Daerah tadi. Kecuali terhukum Umar Syarif yang
sehari-hari antara lain menjabat salah satu ketua RT di kotanya.
Menurut Umar, adanya Perda itu memang pernah didengarnya. Namun
sampaipun selama 20 hari sejak pertengahan April pemerintah
Kotamadya mengadakan kampanye kebersihan, "saya tidak tahu
pemerintah kotamadya sekali ini bakal setegas ini," katanya
kepada TEMPO.
Masih Dipertanyakan
Kampanye kebersihan sebelumnya memang bukan tak pernah diadakan.
Tapi mengingat berbagai pertimbangan, antara lain pemerintah
kotamadya sendiri beberapa waktu sebelumnya tidak cukup mampu
memusnahkan sampah-sampah tadi, kampanye yang diadakan selama
ini tampaknya memang hanya sekedar mengingatkan warga kota akan
perlunya kebersihan saja. Lebih dari itu tidak.
Kemampuan pemerintah kotamadya Padang untuk memusnahkan sampah
sekarang inipun sepanjang komentar sambil lalu para terhukum
yang divonis hakim Kamis pekan lalu masih dipertanyakan. Namun
sebagaimana dikatakan seorang petugas yang mengadakan operasi
pelaksanaan Perda 14 dan 15 Mei lalu, pelaksanaan urusan
kebersihan di Kotamadya Padang sekarang ini tidak akan
hangat-hangat tahi ayam lagi. "Operasi akan jalan terus, setiap
pelanggaran dibuatkan berita acaranya di tempat sekaligus pada
saat operasi dilakukan dan selanjutnya setiap Selasa dan Kamis
Pengadilan Negeri akan mengadilinya," kata petugas tadi.
Menurut Ketua Pengadilan Negeri Padang Chaidir Gani SH, apa yang
dilakukan Pengadilan Negeri Padang Kamis pekan lalu terasa baru.
Namun ketika ia menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri
Bukittinggi beberapa waktu sebelumnya ia pun pernah menggerakkan
salah seorang hakim melaksanakan peradilan serupa.
Bagaimana dengan kota lain? Jakarta sebagai kota metropolitan
misalnya sejauh ini tak begitu terdengar galak melaksanakan
Peraturan Daerah No. 3/1972. Seperti dikatakan B. Harahap selaku
juru bicara pemerintah DKI, "sejak dikeluarkannya Perda itu
belum dilaksanakan secara penuh." Ditanya, apakah ada terhukum
perkara kebersihan tahun lalu di Jakarta, Harahap menyatakan
"datanya masih harus dicari."
Dengan kata lain, biarpun menurut teori pelanggar ketertiban
umum di DKI diancam hukuman penjara setinggi-tingginya 6 bulan
atau denda sebesar-besarnya Rp 10 ribu, Jakarta rupanya belum
perlu merasa malu melihat contoh Singapura. Dan kali ini Padang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini