Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEMBARI kuliah di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya pada 1973, Setya Novanto berjualan madu dan beras di pasar. Uang bekal yang diberikan orang tuanya, menurut dia, hanya cukup untuk mendaftar kuliah. "Saya bekerja keras agar bisa sekolah," katanya pada pertengahan September lalu.
Setya lahir di Bandung 60 tahun lalu dari pasangan Suwondo Mangunratsongko dan Julia Maria Sulastri. Ia pindah ke Jakarta pada 1967 ketika melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 73. Ia tinggal di Ibu Kota hingga menamatkan sekolah menengah, sebelum hijrah ke kampung ayahnya di pusat kota Jawa Timur itu. "Saya tak malu bekerja apa pun," ujarnya.
Olis Datau, teman Setya di Surabaya, mengatakan, sambil kuliah diploma, selain berjualan di pasar, koleganya itu menjadi anggota staf penjualan PT Sinar Mas Galaxy, dealer mobil Suzuki. Ia juga menjajal dunia model hingga terpilih menjadi Pria Tampan Surabaya pada 1975. "Ia ulet dan banyak sahabat," kata Olis.
Lulus kuliah, Setya pindah kerja ke PT Aninda Cipta Perdana, penyalur pupuk PT Petrokimia Gresik untuk wilayah Surabaya dan Nusa Tenggara Timur, milik Hayono Isman. Hayono, Menteri Pemuda dan Olahraga kabinet Presiden Soeharto, tak lain teman sekelas Setya di SMA Negeri 9 Jakarta. Hayono membenarkan cerita pertemanan itu tanpa mau bercerita banyak.
Menjadi penyalur pupuk itulah awal mula persinggungan Setya dengan Nusa Tenggara Timur. Selama tiga periode menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Golkar, ia mewakili provinsi itu. Di Kupang, ia memiliki rumah 700 meter persegi, dua lantai, yang dilengkapi kolam renang. Rumah itu belakangan menjadi Novanto Center. Tiap kali berkunjung ke sana, ia rajin menyumbang banyak gereja, petani, dan peternak.
Pada 1982, ia balik ke Jakarta untuk meneruskan kuliah sarjana akuntansi di Universitas Trisakti. Pekerjaannya di perusahaan pupuk tetap diteruskan dan ia menumpang tinggal di rumah Hayono di Menteng. Menurut Leo Nababan, Wakil Sekretaris Jenderal Golkar, selain menjadi anggota staf, Setya menjadi sopir pribadi keluarga Hayono.
Setya menikah dengan Luciana Lily Herliyanti, putri Brigadir Jenderal Sudharsono, mantan Wakil Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat. Menjadi menantu pejabat kepolisian membuat Setya punya akses ke dunia bisnis. Ia dipercaya mengelola pompa bensin milik mertuanya di Cikokol, Tangerang.
Dari pompa bensin, usahanya merembet ke peternakan, kontraktor, jual-beli bahan baku kertas, tekstil, hotel, hingga lapangan golf. Perusahaannya tersebar di Jakarta, Batam, dan Kupang. Meski usahanya berhasil, perkawinannya kandas. Ia bercerai dengan Lily dan menikahi Deisti Astriani Tagor. Dari pernikahan itu, Setya memiliki empat anak.
Namanya dikenal publik ketika tersandung kasus Bank Bali. PT Era Giat Prima, perkongsiannya dengan Djoko S. Tjandra—pemilik Mulia Group—menjadi juru tagih cessie Bank Bali di empat bank yang dilikuidasi pemerintah. Dari piutang Rp 904 miliar, Setya mendapat fee Rp 546 miliar, yang diduga mengalir ke kas Partai Golkar. Kendati jelas merugikan negara, kasus ini dihentikan Kejaksaan Agung. "Itu bukti saya tak bersalah," kata Setya.
Dari kasus itulah Setya menjadi politikus andalan di Golkar. Jabatannya selalu bendahara. Namanya disebut dalam banyak kasus korupsi yang berhubungan dengan keputusan anggaran di parlemen. Dari suap anggaran Pekan Olahraga Nasional di Riau, pengaturan tender KTP elektronik, hingga dugaan penyuapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. "Saya sering dituduh macam-macam," ujarnya.
Puncak karier diraih Setya awal bulan lalu. Pemilihan dengan sistem paket membuat mulus langkahnya meraih kursi Ketua DPR. Ia lebih dulu menggenggam restu Ketua Umum Aburizal Bakrie, dengan menyingkirkan pesaing-pesaingnya di partai beringin.
Rusman Paraqbueq
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo