Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Makin Lama Kebijakan Satu Peta Makin Kompleks

Tercapainya satu peta Indonesia diharapkan menjamin akuntabilitas pemanfaatan ruang. Bagaimana pelaksanaannya?

18 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Niken Ariati, Koordinator Stranas Pemberantasan Korupsi. stranaspk.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Penyelesaian tata ruang menjadi salah satu prioritas Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).

  • Permasalahan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) sangat penting dalam konteks pencegahan korupsi.

  • RTRW ini memang menjadi bagian payung di Stranas KPK.

PENYELESAIAN tata ruang menjadi salah satu prioritas Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Tercapainya satu peta Indonesia diharapkan akan menjamin akuntabilitas pemanfaatan ruang sehingga dapat menutup celah korupsi dan mencegah potensi kehilangan penerimaan negara. Penyusunan rencana tata ruang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan tumpang-tindih, seperti antar-tata ruang, kawasan hutan, hak atas tanah, ataupun perizinan yang berpotensi terjadinya korupsi. Berikut ini keterangan Niken Ariati, Koordinator Stranas PK; dan Tenaga Ahli Stranas PK, Muhammad Isro, perihal pentingnya rumusan konsepsi rencana tata ruang wilayah (RTRW) di tingkat provinsi hingga kabupaten.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagaimana Stranas PK mengawal revisi tata ruang serentak yang dilakukan di seluruh provinsi?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Permasalahan rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) sangat penting dalam konteks pencegahan korupsi. Sebab, di RTRWP inilah yang akan ada dalam perizinan yang berhubungan dengan spasial. Hal kedua, RTRWP begitu penting karena materi RTRWP dan rencana detail tata ruang (RDTR) sarat akan benturan kepentingan. Di suatu daerah, ketika mau dijadikan misalnya pariwisata atau zona untuk galian C, itu tergantung siapa yang punya duluan. Ini juga tergantung perspektif mana dan apa kepentingannya.

Masalah ini di suatu daerah kerap tidak selesai karena beragam alasan. Ketika ini tengah ada masalah dan sedang struggling (berjuang), tiba-tiba keluar Undang-Undang Cipta Kerja yang mem-bypass dan menyegerakan. Karena memang di daerah masalah ini terlalu berlama-lama. Dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja, masalah di daerah ternyata tidak langsung menjadi lebih simpel. 

Ada beberapa hal yang diperluas, misalnya menjadi RTRWP. Ada lagi, misalnya, RTRW yang sudah ada tiba-tiba harus diintegrasikan dengan matra laut. Itu memang terintegrasi, tapi harus mengulang dari awal. Kalau RTRW-nya berubah menjadi RTRWP, tentunya RDTR-nya juga berubah.

Kepala adat Dayak Bahau Kampung Long Isun, Lusang Aran (kiri) memperlihatkan lahan miliknya di Long Pahangai, Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, 3 Agustus 2023. TEMPO/Andi Adam Faturrahman

Kebijakan Stranas PK?

Kami melihat makin lama kebijakan satu peta itu makin kompleks. Awalnya itu cuma beres-beres kawasan dan penataan atau peta dasar. Penetapan kawasan hutan diatur dan ditetapkan supaya beres karena kerap terjadi penumpukan dengan kawasan tambang dan perkebunan. 

Dalam pelaksanaannya, kami membutuhkan RDTR, dan ternyata harus ada RTRW. Akhirnya paralel, kami minta masing-masing. Kami minta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera menetapkan kawasan hutan. Di satu sisi, kami juga minta segera diselesaikan RTRW-nya. 

Kawasan di mana saja?

Memang sekarang itu baru 8 dari 31 provinsi, yakni Sulawesi Selatan, Papua Barat, Jawa Barat, Banten, Bali, Kalimantan Timur, Jambi, dan Sulawesi Tengah. Tapi itu pun saya enggak berani jamin apakah dari delapan provinsi itu benar-benar tidak menyisakan masalah. Kami sudah mengkoordinasikan. Semua stakeholder dalam beberapa rapat koordinasi menyepakati. Detailnya mungkin kami tidak sampai karena memang tidak ada orang. 

Sebenarnya ada hal yang menarik, misalnya saat membahas penyelamatan danau. Danau itu sama dengan hutan, sumber daya alam juga. Coba cek di website Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di bagian sumber daya air. Pada 2022, ada berapa danau, dan bagaimana pada 2023 berapa danau yang hilang. Hilang dari mana. 

Sebagian besar di wilayah perkotaan? 

Yang hilang sebagian besar di wilayah perkotaan. Bisa karena pendangkalan atau bisa saja sengaja dibuat menjadi dangkal sebagai bagian dari contoh-contoh penyalahgunaan. 

Dari delapan provinsi yang dikawal tim Stranas, sejauh apa prosesnya?

Itu sudah selesai, sudah keluar peraturan daerah (perda)-nya. Kami sedang mendorong terus, karena kalau tidak selesai, RDTR juga tidak jalan dan perlu ada integrasi. Karena satu kabupaten bisa banyak RDTR-nya.

Kawasan Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, 30 Juli 2023. Betahita.id/Aryo Bhawono


Muhammad Isro

“Izin Kawasan Hutan dan Izin Tata Ruang Selalu Beda dan Ribet”

SEHUBUNGAN dengan RTRW memang ini menjadi bagian payung di Stranas PK atau masuk sebagai kebijakan payung satu peta. Aksinya itu namanya penyelesaian tumpang-tindih pemanfaatan ruang melalui pendekatan kebijakan satu peta. Kalau kebijakan satu peta itu, kami kumpulkan dan integrasikan informasi geospasial tematik (IGT) untuk seluruh wilayah Indonesia, kemudian kami aplikasikan dengan peta dasarnya. Kami kemudian menyusun indikasi tumpang-tindihnya di mana saja dan mana saja tahapan-tahapannya. 

Bagaimana Stranas PK melihat masalah yang ada?  

Hal yang sering tidak terkawal adalah bagaimana menyelesaikannya. Wasitnya kurang kuat, antara KLHK serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang-Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN). Izin kawasan hutan dan izin tata ruang ini selalu beda dan ribet. Jadi, Stranas untuk langkah pertama mengawal adalah tatakannya kami bereskan. Yang disebut tatakan itu tata ruang, batas administrasi, termasuk tata ruang di dalamnya ada batas antara laut dan darat. Itu yang coba kami bereskan tatakannya. Baru kemudian kita ngomong izin. Izin sawit, pertambangan dan kehutanan. Itu ada di lima provinsi. 

Upaya yang dilakukan?  

Kalau yang RTRW kami mendorongnya di kawasan hutan provinsi. Untuk kawasan hutan ternyata masih 26 juta yang belum ditetapkan. Baru ditunjuk 125 juta, kemudian ditetapkan 90-an juta. Sisanya, 26 juta, belum ditetapkan. Ini sering juga menjadi masalah di daerah. Ambil contoh kasus di Riau. Ada sengketa sertifikat tanah di dalam kawasan. Menurut pengadilan, kawasan yang disengketakan belum ditetapkan. Padahal tahapan pengukuhan kawasan itu kan ditunjuk, ditata batas, lalu ditetapkan. Itu pertama ada pada tatakan. 

Hal kedua sehubungan dengan batas administrasi. Jadi, soal batas-batas ini isunya lagi-lagi soal sumber daya alam. Menjelang pemilihan umum seperti ini, isunya pasti soal daerah pemilihan (dapil). Misalnya, desa ini tidak masuk dapil di sana tapi masuk dapil di sini, lalu ribut-ribut. Kementerian ATR-BPN dan DPRD setempat ikut meramaikan isu batas administrasi ini. Isu batas administrasi lainnya, permasalahannya, sebenarnya kalau bersepakat, kabupaten/kota kan bisa langsung diselesaikan, tapi kalau tidak diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri. Tapi, ketika keputusan Kementerian Dalam Negeri tidak sesuai, lalu muncullah gugatan oleh mereka. Hal yang ada saat ini antara provinsi dan kabupaten/kota tumpang-tindih dan tidak sinkron. 

Dalam Undang-Undang Cipta Kerja, matra laut dan darat harus sinkron dan harus digabung. Kalau dulu berbeda karena ada perda. Nah, Stranas PK mengawalnya. Pertama, mulai dari penyusunan materi teknis pesisir. Artinya, ada di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kami kawal bareng, ikuti konsultasi publik, teknis, dan lainnya, termasuk juga Stranas banyak berperan. ***

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Tim Laporan Khusus Koran Tempo

Penanggung jawab: Jajang Jamaludin | Kepala proyek: Agoeng Wijaya | Koordinator kolaborasi: Avit Hidayat | Penulis & penyumbang bahan: Agoeng Wijaya, Avit Hidayat, Andi Adam Faturrahman (Tempo), Fachri Hamzah (Padang), Harry Siswoyo (Bengkulu), Sapri Maulana (Samarinda), Aryo Bhawono, Raden Aryo W. (Betahita.id) | Editor: Yandhrie Arvian, Agoeng Wijaya, Rusman Paraqbueq, Suseno, Reza Maulana | Analis spasial: Adhitya Adhyaksa, Andhika Younastya (Auriga) | Bahasa: Suhud, Tasha Agrippina, Sekar Septiandari, Ogi Raditya | Periset foto: Ijar Karim, Bintari Rahmanita

Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus