Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUTUH kemampuan istimewa untuk meniru aksi Eddie Murphy dalam Norbit, film komedi Hollywood yang meraih Piala Oscar kategori tata rias terbaik, lima tahun lalu. Di samping menjadi produser, Murphy memerankan tiga tokoh sekaligus dalam film ini: Norbit Albert Rice, pemuda kulit hitam berwajah buruk; Hangten Wong, pria paruh baya pemilik panti asuhan; dan wanita gemuk yang dominan bernama Rasputia Latimore.
Dalam dunia batu bara, Samin Tan boleh dikata menyaingi Murphy: satu wajah dengan banyak peran. Dalam enam bulan terakhir, bos perusahaan pengelola investasi PT Renaissance Capital Asia ini mendadak punya banyak jabatan baru di industri batu bara. Dia Chairman Bumi Plc, Komisaris PT Berau Coal Energy Tbk, Direktur Utama PT Bumi Resources Minerals Tbk, dan posisi terbarunya, Presiden Komisaris PT Bumi Resources Tbk. "Sekarang harus hati-hati kalau ngomong," katanya kepada Tempo seusai rapat umum pemegang saham luar biasa Bumi Resources, Mei lalu.
Samin Tan, 48 tahun, pria kelahiran Teluk Pinang, Riau, bukan orang baru di bisnis emas hitam. Selain memimpin Renaissance Capital, dia mendirikan PT Republik Energi & Metal. Lewat perusahaan terakhir inilah Samin Tan menguasai mayoritas saham PT Borneo Lumbung Energi Tbk.
BORN—kode emiten Borneo—merupakan induk PT Asmin Koalindo Tuhup, kontraktor batu bara berkalori tinggi (coking coal) Blok Kohong dan Blok Telakon di Murung Raya, Kalimantan Selatan. Total cadangan terbukti dan terduga di dua area tambang seluas 21,6 ribu hektare tersebut mencapai 138 juta ton. Berkat bisnisnya ini, Samin Tan masuk daftar 40 orang paling tajir di Indonesia versi Forbes 2011 dan langsung merangsek di urutan ke-28 dengan total kekayaan US$ 940 juta (sekitar Rp 9,4 triliun).
Jumlah kekayaan Samin Tan sekarang boleh jadi kian bertambah, mengingat dia kini adalah aktor utama bisnis tambang Grup Bakrie. Semua jabatan baru di atas dia emban dalam korporasi-korporasi tambang milik keluarga Bakrie serta yang terafiliasi dengan bisnis famili ini.
Bumi Plc. merupakan transformasi Vallar Plc. Perusahaan investasi pertambangan yang terdaftar di London Stock Exchange itu berdiri dua tahun lalu lewat tukar guling saham Bumi Resources milik Bakrie, Berau Coal milik Grup Recapital (Rosan Perkasa Roeslani), dan Vallar milik baron bisnis asal Inggris, Nathaniel Rothschild.
Berbagai peran baru Samin Tan tadi tak datang cuma-cuma. Semuanya bermula pada Sabtu pertama Oktober 2011. Malam itu, Nirwan D. Bakrie—anak ketiga Achmad Bakrie, pendiri Kelompok Usaha Bakrie–bertandang ke rumah Samin Tan di daerah Simprug, Jakarta Selatan, membawa tawaran yang tak mungkin ditolak: separuh saham Bakrie di Bumi Plc.
Saat itu Nirwan, yang dikenal sebagai otak bisnis Grup Bakrie, sedang giat mengupayakan dana segar. Utang Grup Bakrie kepada Credit Suisse senilai US$ 1,34 miliar terancam gagal bayar. Pinjaman tersebut memakai saham Bumi Plc sebagai jaminan.
Samin Tan tidak menolak. Kepada Tempo, dia mengaku tawaran tersebut merupakan kesempatan emas yang tak mungkin datang tiga kali. Dia masih ingat bagaimana kekecewaannya setelah niat Borneo membeli tiga aset tambang Bumi Resources, yakni PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin Indonesia, dan Indocoal Resources Limited, tujuh tahun lalu "terpaksa" batal. Proses jual-beli yang memakan waktu hampir setahun saat itu berantakan. Padahal Samin Tan telanjur ngalor-ngidul mencari dana US$ 3,2 miliar yang dibutuhkan.
Tak mau mengulang pengalaman tersebut, malam itu juga Samin Tan dan Nirwan bersepakat. Borneo bersedia membeli 23,8 persen atau separuh saham milik Grup Bakrie di Bumi Plc. Tiga pekan kemudian, Samin Tan membayar tunai US$ 1 miliar hasil meminjam dari Standard Chartered Bank.
Ditemui Tempo pada Maret lalu, Samin Tan tak bisa menyembunyikan kegirangannya. Dengan mengantongi saham Bumi Plc, dia tak hanya ikut menguasai aset Bumi Resources, tapi juga Berau Coal. Dari kedua aset ini saja, Bumi Plc menguasai konsesi tambang 306 ribu hektare dengan cadangan lebih dari 2,8 miliar ton batu bara. "Suka atau tidak, ini adalah aset batu bara terbaik di bumi, bukan hanya di Indonesia," kata Samin Tan.
SEKETIKA transaksi tersebut membuka lagi dugaan "hubungan gelap" antara Samin Tan dan Bakrie, yang selama ini menjadi rahasia umum pelaku pasar modal. Khalayak dibikin bingung karena Borneo membeli saham Bumi Plc pada harga premium, yakni 10,91 pound sterling, padahal harga pasarnya hanya 7,05–7,50 per lembar. Rumor di pasar menyebut Samin Tan hanya "alat" Bakrie melawan Rothschild.
Sebelum transaksi tersebut, media ramai memberitakan perseteruan antara Bakrie dan Rothschild. Rothschild diduga berada di balik bocornya berbagai borok Bumi. Spekulasi berembus bahwa Rothschild kepincut hendak menambah kekuasaannya di Bumi Plc, sehingga dia membuka aib perseroan agar harga Bumi di pasar merosot. Adapun Bakrie, yang memang butuh duit, memagari bisnisnya dengan memunculkan investor baru: Samin Tan.
Samin Tan bukan orang baru di lingkungan keluarga Bakrie. Begitu pula sebaliknya. Kedekatan mereka dimulai sejak awal 1990-an ketika Samin Tan masih menjadi mitra KPMG Hanadi Sudjendro & Rekan, ikut membantu PT Energi Mega Persada Tbk—anak perusahaan Grup Bakrie—mengakuisisi Kondur Petroleum, operator Blok Malacca Strait PSC.
Keduanya kembali berhubungan setelah reformasi, ketika Samin Tan berkiprah sebagai mitra auditor di Deloitte Touche Tohmatsu, konsultan restrukturisasi aset yang ikut membantu Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Setelah krisis keuangan 1998, utang triliunan rupiah Grup Bakrie melar, terimbas rontoknya nilai tukar rupiah, sehingga memaksa Bank Nusa Nasional milik mereka menjadi pasien BPPN.
Samin Tan pula, lewat Renaissance Capital, menjadi arranger fasilitas pinjaman US$ 404 juta kepada Grup Bakrie ketika Bumi Resources mengakuisisi KPC dari Rio Tinto dan BP Plc pada 2003. Itu sebabnya rencana Samin Tan membeli aset Bumi Resources tujuh tahun lalu—yang akhirnya batal—disebut-sebut hanya "cara Bakrie menggoreng saham".
Kepada Tempo, Samin Tan dan Indra Usmansjah Bakrie—adik Nirwan yang kini Co-Chairman Bumi Plc—membantah segala tudingan tak sedap tersebut. Keduanya memastikan transaksi Borneo dan Bakrie tahun lalu itu murni kerja sama bisnis. Samin menolak anggapan bahwa dia hanya boneka Bakrie. "Enggak selamat seribu keturunan kalau kami cuma jadi mainannya Bakrie," ujarnya dengan wajah serius.
Menurut Indra, Samin Tan dipilih untuk membentuk Indonesia Incorporate. "Dari semua penawar, saat itu tak ada satu pun perusahaan Indonesia," kata Indra. Selain Borneo, raksasa komoditas asal Swiss, Glencore International Plc, tertarik membeli saham Bumi Plc milik Bakrie dengan tawaran US$ 900 juta.
Toh, Samin Tan tak menampik pertemanannya dengan keluarga Bakrie, terutama Nirwan, ikut mempermulus transaksi. "Tanpa itu, tak mungkin bisa secepat itu kesepakatannya." Bagi Samin Tan, persahabatannya dengan Nirwan tak berbeda dengan kedekatannya dengan Indra Widjaja. Anak kelima pendiri Sinar Mas Group, Eka Tjipta Widjaja, ini meminjaminya duit US$ 47 juta ketika dia membeli Borneo, empat tahun lalu.
Samin mengaku hakulyakin persahabatan tersebut akan menyukseskan Bumi Plc kelak. "Kami percaya kami dapat bekerja sama dalam situasi apa pun untuk mencari solusi bersama," katanya.
Masuk ke pusaran bisnis, Bakrie langsung menghadapkan Samin Tan pada persoalan klise keluarga tersebut: utang besar. Data Bumi Plc menunjukkan, pada Juni lalu, utang Bumi Resources mencapai US$ 3,84 miliar atau Rp 34,6 triliun (kurs Rp 9.000/dolar AS). Dampaknya sudah tampak. Pada Mei lalu, lembaga pemeringkat Standard & Poor’s menurunkan rating Bumi Resources dari stabil ke negatif karena tak menunjukkan kemampuan membayar utang.
Alhasil, Samin Tan mungkin perlu berhati-hati agar nasibnya tak mengulang Eddie Murphy. Aktor kawakan ini dinobatkan sebagai pemeran utama dan pembantu terburuk atas ketiga perannya dalam film tersebut oleh Golden Raspberry Award 2007, ajang anugerah film terjelek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo