Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hampir empat bulan Rico Rustombi puasa berkicau di jejaring sosial Twitter. Namun, sejak awal Juli lalu, juru bicara Partai Demokrat itu mendadak cerewet melemparkan cuitan. Topik yang paling sering dia bagikan seputar isu pelemahan ekonomi, penurunan daya beli, hingga utang pemerintah Joko Widodo. "Masyarakat perlu tahu bahaya apabila ekonomi kita shutdown karena salah urus," kata Rico, Jumat pekan lalu.
Bukan cuma Rico. Pada saat hampir berbarengan, jagat Twitter juga ramai oleh cuitan sejumlah politikus Partai Demokrat. Ada Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat Rachland Nashidik lewat akun @ranabaja, M. Husni Thamrin (@monethamrin), dan Cipta Panca Laksana (@panca66). Seperti orkestra, kicauan mereka berfokus soal utang pemerintah dan kondisi ekonomi. "Dua hal itu berakibat serius pada kesejahteraan rakyat dan keprihatinan utama kami, lebih dari sebelumnya," tutur Rachland.
Digempur lewat media sosial, Presiden Joko Widodo tak tinggal diam. Pada saat bertemu dengan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Senin pekan lalu, Jokowi bercerita detail perihal utang pemerintah yang jumlah totalnya sudah sebesar Rp 3.667,4 triliun. Menurut Sekretaris Umum PGI Pendeta Gomar Gultom, dalam pertemuan itu Jokowi menegaskan bahwa utang yang dipikul Indonesia merupakan warisan pemerintah sebelumnya. Utang membengkak karena ditambah bunga yang mesti dibayar. Penambahan utang di era Jokowi terjadi karena pemerintah menggenjot proyek infrastruktur. "Sehingga sebetulnya tidak terlalu mengkhawatirkan, tidak seperti yang digambarkan media sosial," kata Gultom.
Di dunia maya, utang sebenarnya bukan isu yang paling sering dibicarakan warganet. Selama sebulan terakhir, kuantitas pembicaraan tentang utang kalah jauh dibandingkan dengan pembicaraan mengenai dana haji dan impor garam. Analis media sosial, Ismail Fahmi, sempat memantau tren percakapan di dunia maya lewat aplikasi miliknya, Drone Emprit. Hasilnya, topik soal utang pemerintah hanya diramaikan 1.811 cuitan di Twitter. Angka ini jauh lebih rendah ketimbang isu haji, yang diperbincangkan hingga 77 ribu cuitan, atau bahkan isu impor garam, yang dipercakapkan 57 ribu cuitan.
Di media online setali tiga uang. Hanya ada 703 penyebutan ihwal utang dalam berita online, jauh lebih sedikit dibanding isu garam, yakni 12.016 ribu penyebutan, dan isu dana haji, sebanyak 4.732 penyebutan. "Artinya, perbincangan soal utang di media sosial sebenarnya tak terlalu masif," ujar Ismail. Yang membuatnya mencolok adalah pemilik akun yang menyoroti isu ini rata-rata berasal dari partai yang beroposisi dengan pemerintah.
Ketika bertandang ke kantor Tempo, Selasa pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati secara khusus mempertanyakan motif politik mereka yang mempersoalkan utang pemerintah. "Saya rasa sih karena tidak ada isu lain. Lalu dibikin isu utang," kata Sri Mulyani enteng.
WAKIL Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon termasuk politikus pertama yang mengangkat isu utang pemerintah di media sosial. Sesaat setelah menerima nota anggaran perubahan 2017 dari pemerintah, dia berkicau lewat akun Twitternya, @fadlizon. ¡±Persoalan tata kelola anggaran menyebabkan utang semakin menggunung karena tak ada tata kelola yang terukur,¡± Fadli menulis dua pekan lalu.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu membuat total 28 seri kicauan mengenai utang pemerintah. Isinya niscaya membuat kuping pendukung Jokowi memerah. Menurut Fadli, besarnya utang itu karena pemerintah gagal mengelola dan membuat prioritas anggaran. "Kami kritis karena awalnya pemerintah bilang tak mau berutang. Mau berdikari tetapi kok utang terus," tutur Fadli, Kamis pekan lalu.
Fadli lalu membandingkan jumlah utang di era mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan masa Jokowi. Selama dua setengah tahun Jokowi memerintah, kata Fadli, jumlah utangnya sudah melampaui dua periode pemerintahan Yudhoyono. Sementara utang di pemerintahan Yudhoyono disebabkan oleh aneka subsidi yang diberikan pemerintah kepada rakyat, kini, "Agak lucu, sesudah pemerintah mencabut berbagai subsidi kita masih saja harus menambah utang," tulis Fadli.
Sri Mulyani menampik penjelasan Fadli. Menurut dia, cara membandingkan seperti itu tak tepat. Sebab, ada perbedaan jumlah total anggaran antara era Yudhoyono dan era Jokowi. Faktor yang juga mesti dihitung adalah gross domestic product atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang juga makin besar. Sepanjang defisit anggaran tidak melebihi tiga persen dari PDB, pemerintah tidak melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Apalagi, kata Sri, rasio total utang Indonesia masih 27 persen terhadap PDB. "Kalau mau membandingkan secara teknis, lihat persentase utang terhadap total GDP," ujarnya.
Kritik Fadli datang hampir bersamaan dengan gelombang agresif cuitan Twitter barisan politikus Demokrat. Temanya serupa: kondisi ekonomi dan utang pemerintah. Sembari melontarkan kritik ke arah Istana, para politikus partai biru membagikan keberhasilan Yudhoyono menjaga daya beli masyarakat selama 10 tahun memerintah. Rico Rustombi memuji strategi Yudhoyono saat memberikan bantuan langsung tunai. "Terbukti, cash transfer menjaga daya beli masyarakat. Tak salah untuk diteruskan," kata Rico lewat akun Twitternya, @r_rustombi.
Serangan kader Partai Demokrat belakangan dibalas sejumlah akun anonim pendukung pemerintah Jokowi. Akun @LaskarCikeas membuat serial kicauan yang menyatakan raja utang Indonesia sesungguhnya bukan Jokowi, melainkan Yudhoyono. Untuk menguatkan tudingan itu, akun ini merujuk pada berita yang dimuat di portal seruu.com pada 2016. Situs seruu.com sendiri tidak mencantumkan alamat dan kontak redaksi. Namun isinya sebagian besar memuji kinerja pemerintah Jokowi. Diserang balik seperti itu, Rachland Nashidik berang. "Mereka itu amoral," ujarnya.
Menyadari peluru bakal diarahkan ke Cikeas, politikus Demokrat merapatkan barisan. Mereka membentuk tim khusus untuk menganalisis situasi ekonomi. Daftar proyek yang dikerjakan dengan sukses di era pemerintahan Yudhoyono juga dikumpulkan. Hasil kajian inilah yang didengungkan di media sosial oleh para politikus Demokrat.
Wakil Ketua Umum Demokrat Sjarifuddin Hasan mengakui hal itu. Dia menuding pendukung Jokowi yang memulai konflik karena cenderung menyalahkan Yudhoyono atas situasi sulit pemerintahan hari ini. "Utang di era SBY disebut berakhir menjadi proyek mangkrak," kata Sjarifuddin. Pendukung Jokowi, menurut mantan Menteri Koperasi ini, seperti tak pernah menghargai apa yang dilakukan Yudhoyono selama sepuluh tahun. "Bahwa ada kekurangan, itu yang semestinya menjadi fokus pemerintah," ujarnya.
Analisis tim Demokrat berfokus membedah proyeksi anggaran pemerintah Jokowi. Sjarifuddin menuturkan, pemerintah kini menaruh proyeksi defisit pada anggaran perubahan 2017 sebesar 2,92 persen. Angka ini amat mepet dengan ruang toleransi yang ditetapkan undang-undang, yakni tiga persen dari produk domestik bruto. Sjarifuddin khawatir batas itu bakal terlampaui karena penerimaan pajak tak pernah mencapai target. "Artinya, anggaran negara dalam keadaan bahaya," katanya.
Demokrat juga gencar menyerang belanja infrastruktur. Menurut Rico Rustombi, pembangunan infrastruktur tidak bisa dihentikan begitu dimulai. Persoalannya, kata dia, negara memiliki keterbatasan anggaran. Menggelontorkan uang untuk infrastruktur, menurut Rico, tak disarankan jika pemerintah ingin menjaga batas aman defisit anggaran. "Kontraksi jangka pendek bisa memicu kesuraman ekonomi jangka panjang," ujarnya.
Seperti barisan pendukung Jokowi, poros Demokrat disokong berbagai akun Twitter anonim. Dua yang paling aktif adalah @RonaVioleta dan @MerdekaUtara. Berdasarkan penelusuran Ismail Fahmi, kicauan dua akun ini diteruskan paling banyak oleh pengikut mereka di Twitter. Cuitan paling populer @RonaVioleta muncul pada awal Juli lalu. Bunyinya begini: "Innalillahi. Utang-utang ini siapa yg bayar Pak @jokowi? Bukankah waktu nyapres Anda bilang ogah utang luar negeri?" Pesan itu diteruskan hingga 277 kali.
Ismail Fahmi menuturkan, riuhnya kicauan mengenai utang juga bersumber dari akun @MerdekaUtara. Dua kicauannya pada 26 Juli 2017 memperoleh lebih dari 100 retweet dari pengikutnya di Twitter. Sumber Tempo di lingkaran Demokrat menyatakan akun ini dipegang Raden Nuh, yang dulu terkenal sebagai salah satu admin @triomacan. Menjelang pemilihan presiden 2014, akun dengan ratusan ribu follower itu rajin menyebarkan kabar politik. Kiprahnya terhenti setelah Nuh ditangkap polisi dengan tuduhan pemerasan.
Sayangnya, Nuh belum merespons permintaan konfirmasi. Dia baru bebas bersyarat pada Juni lalu. Politikus Demokrat, Andi Arief, yang dikabarkan sempat menemui Nuh di Kemang, membantah merekrut Nuh ke tim komunikasi partai itu. Pertemuannya dengan Nuh, menurut Andi, hanya karena simpati kepada mereka yang pernah ditahan di era Jokowi. Tidak cuma oleh Raden Nuh, kata Andi, pertemuan tersebut dihadiri pula oleh beberapa orang yang ditangkap setelah aksi bela Islam pada 2 Desember tahun lalu. "Kami memiliki 26 anggota tim komunikator dengan akun terang," ujar Andi.
Menurut Ismail Fahmi, @RonaVioleta dan @MerdekaUtara mendominasi percakapan di media sosial mengenai utang. Sebaliknya, upaya klarifikasi dari akun resmi milik pemerintah, seperti Kementerian Keuangan, tak terlalu bersambut. Kepala Biro Komunikasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti mengatakan mereka sudah berupaya menangkis isu utang ini. Misalnya dengan mengimbau 75 ribu pegawai Kementerian Keuangan membantu sosialisasi utang. "Buzzer ada, tapi dari internal," ujar Nufransa.
Selain Demokrat, Partai Gerindra gencar menggoreng isu utang pemerintah. Awalnya adalah rapat kerja Menteri Sri Mulyani dengan Komisi Keuangan DPR pada Selasa dua pekan lalu. Kala itu, politikus Gerindra, Haerul Saleh, menanyakan sumber utang pemerintah dan alokasi penggunaannya. Dalam rapat itu, Sri Mulyani tak menjawab secara tegas ke mana utang pemerintah digunakan. Setelah rapat, ramai beredar olok-olok di media sosial bahwa Menteri Keuangan pun tak tahu ke mana utang Indonesia dialirkan.
Kepada Tempo, Sri Mulyani meluruskan kabar yang beredar itu. Ketika ditanyai soal alokasi utang di Senayan, Sri mengaku sedang menerangkan konsep pemasukan dan pinjaman dalam bentuk surat utang negara. Ketika itu, dia menjelaskan perbedaan surat utang negara dengan pinjaman untuk membangun proyek. Menurut Sri, penjelasannya dipotong sehingga dia tak bisa menerangkan secara utuh. "Kalau yang tidak senang sama saya, disebutkan Sri Mulyani tak tahu (utangnya ke mana)," katanya.
Dua hari setelah rapat itu, Yudhoyono bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Cikeas. Menu utama pertemuan dua tokoh politik ini memang soal presidential threshold. Namun, menurut Sjarifuddin Hasan, kondisi ekonomi juga diperbincangkan. "Tapi tidak spesifik membahas utang pemerintah," ujarnya.
Tak lama setelah pertemuan Yudhoyono-Prabowo berakhir, akun resmi Partai Gerindra, @Gerindra, langsung berkicau di Twitter. Lewat serial 20 cuitan, akun ini menuding pemerintah Jokowi berutang hingga Rp 1.062 triliun, tapi justru gagal menyejahterakan rakyat. Akun ini juga menyebutkan, kini rakyat makin miskin, penganggur makin banyak, dan kesenjangan ekonomi makin melebar. Gerindra bahkan menuding ada kepentingan asing di balik pinjaman pemerintah. "Utang ini tidak gratis, ada kepentingan tertentu di baliknya."
Ditanyai soal ini, Fadli Zon menegaskan bahwa cuitan akun Gerindra memang bagian dari komunikasi politik partainya. Namun Fadli membantah anggapan bahwa seri kicauan ini merupakan bentuk serangan kepada pemerintah. Jika tak ada yang mengkritik, kata Fadli, seluruh rakyat Indonesia bakal menanggung beban utang. Lagi pula, menurut Fadli, isu utang merupakan fakta yang tak bisa dibantah. "Kalau ada orang mau masuk jurang, masak tidak kami ingatkan?" ujarnya.
Wayan Agus Purnomo, Aditya Budiman, Ayu Prima Sandi, Ahmad Faiz
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo