Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Perebutan kuasa

Stalin menang dalam perebutan kekuasaan di uni soviet melawan zinoviev dan trotsky, setelah lenin meninggal. kompetisi antara kalangan atas penguasa selalu menimbulkan berbagai bentuk konspirasi. (fk)

23 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LENIN pernah bertanya kepada seorang rekannya: "Tahukah kau kebusukan terbesar?". Rekannya, Krzhizhanovsky, tak tahu. Maka jawab Lenin: "Yaitu berumur lebih dari 55 tahun". Lenin sendiri tak sampai mencapai "kebusukan" itu. Ia mati umur 54. Tapi sesuatu yang lebih busuk toh mulai merusak, beberapa saat setelah jasadnya dibalsem di mousoleum: para wakilnya berebut kuasa untuk jadi orang No. 1 di Uni Soviet yang baru berumur 7 tahun itu. Persaingan bengis itu terjadi antara Zinoviev, Trotsky dan Stalin. Dalam salah satu "surat wasiat"-nya Lenin memang menyatakan bahwa "Stalin terlalu kasar", dan agar diganti dari jabatan kuat Sekjen Partai. Namun sejarah membuktikan lain. Stalin-lah yang menang. Ia membuang Trotsky ke luar negeri dan kemudian membunuhnya. Ia menyeret Zinoviev ke pengadilan, bersama seluruh bekas pimpinan teras Partai Komunis semasa Lenin. Mereka dipaksa mengaku jadi spion asing, berkomplit membunuh para tokoh. Dan rakyat pun dikerahkan untuk berseru: "Tembak saja anjing-anjing gila itu!". Maka bila kini di RRT para demonstran mengutuk kaum radikal sebagai pengkhianat, kita boleh ingat akan sejarah. Baru sebulan setelah Mao mati, jandanya yang ambisius dituduh berkomplot. Mungkin benar. Tapi bisakah kita percaya bahwa kasak-kusuk, intrik, fitnah dan persengkongkolan rahasia hanya dilakukan oleh kaum radikal? "Jangan berkomplot", begitu nasihat Mao sebelum meninggal. Mungkin ia percaya bahwa partai komunisnya punya mekanisme untuk mengatur peralihan kepemimpinan. Mekanisme itu memang ada: dalam pemerintahan komunis, sang partai memang menyediakan kesempatan bagi sejumlah pemimpin teras untuk bebas mengritik, memilih dan dipilih. Mereka bukan bawahan si pemimpin yang sedang berkuasa. Itulah sebabnya tokoh No. 1 seperti Khruschev di Uni Soviet bisa diturunkan tanpa kekerasan. Di Vietnam, Ho Chi-minh juga bisa digantikan sonder heboh. Tapi, betapapun juga, kompetisi yang tertutup antara kalangan atas penguasa, seperti di Peking kini, selalu melahirkan pelbagai bentuk konspirasi. Suasana bisik-bisik serta awas-mengawasi pun berkecamuk. Bila bicara terus-terang bisa berbahaya, orang memang akan memilih bungkam atau dusta. Dan bila bungkam serta dusta jadi bentuk "komunikasi politik" keserbacurigaan pun menjangkiti para pemimpin. Suara bersin di sini bisa dianggap bersekongkol dengan suara bersin di sana. Bahkan mendung pun bisa dianggap sabotase. Di hari-hari terakhirnya. Stalin makin parah dengan penyakit itu. Kepada bawahannya yang berkunjung (begitulah kisah Khruschev kemudian), ia suka bertanya menyelidik: "Kenapa hari ini kau selalu menghindari pandanganku?". Yang ditanya esok harinya bisa masuk bui, menggigil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus