FRUSTRASI di kalangan mahasiswa, kata Menteri Kisel Prof
Sumitro pekan lalu sering "hanya mode". Minggu yang lalu pula
sejumlah mahasiswa Bandung menyampaikan protes. Di bawah ini
laporan Abdullah Mustapa dari Bandung.
1 Oktober, tiga DM di Bandung, Unpad, IKIp dan Unisba
(Universitas Islam Bandung) mengadakan pertemuan untuk
"memancing" respons mahasiswa terhadap beberapa masalah dewasa
ini. Dari sana kemudian berlangsung pertemuan kedua, 7 Oktober,
di kampus IKIP. Dari pertemuan kedua ini diambil keputusan
untuk mengirim delegasi ke Jakarta. Tujuannya untuk dialog,
bertanya dan diskusi dengan DPR, DPA dan Kejaksaan Agung.
Kepada DPR sudah dirancang untuk ditanyakan beberapa masalah.
Pertama sampai di mana digunakannya hak angket oleh lembaga
tersebut. Kedua, bagaimana dengan hak untuk menyelidiki
persoalan aktuil yang timbul di masyarakat dewasa ini, seperti
busung lapar misalnya. Demikian kata Iskadir Chottob, Ketua DM
Unpad di rumahnya.
Selain itu mahasiswa Bandung ingin juga mendiskusikan masalah
yang berupa pertanyaan dalam kasus Sawito. Yang lainnya, juga
penyelesaian Pertamina.
Selain ke DPR, mahasiswa Bandung juga punya niat untuk menemui
DPA yang sedang sidang. Adapun ke alamat Kejaksaan Agung,
mahasiswa Bandung ingin mendapatkan kejelasan mengenai ramainya
larangan komersialisasi jabatan. Seperti yang dikhawatirkan oleh
Iskadir Chottob sendiri, jangan-jangan komersialisasi jabatan
itu hanya sekedar "konsumsi politik" saja.
Tiga Kendaraan
Merasa bahwa hal-hal yang akan diajukan tersebut "bukan
tendensius", maka dari pertemuan kedua itu diputuskanlah: 13
Oktober mahasiswa Bandung akan berangkat ke Jakarta.
"Kami kerangkat dari kampus Unpad pukul 5 pagi", kata Iskadir.
Rombongan seluruhnya terdiri 28 orang dari 13 Perguruan Tinggi.
Mereka naik tiga buah kendaraan, dua colt dan sebuah jip. Para
mahasiswa tak membawa memorandum atau petisi dan semacamnya.
"Malahan beberapa kawan sudah rapi memakai dasi", tambah
Iskadir.
Di Cipanas, mereka turun untuk sekedar sarapan. Hujan turun
cukup basah. Sehabis sarapan, mereka terus ke Jakarta. Sampai di
Ciputat, jam 09.40 dekat IAIN kendaraan mereka dicegat oleh dua
kendaraan patroli kota dan sebuah patroli jalan raya. "Kendaraan
kami diperiksa surat-suratnya oleh seorang letnan yang masih
muda dan simpatik" kata Iskadir.
Mulanya memang hanya bolak-balik surat saja. Walaupun tak urung
curiga juga, sebab kendaraan lain tak ada yang distop. Jadi
hanya kami saja yang dirazzia" kata Iskadir. Melihat gelagat
itu, seorang mahasiswa ada yang nyeletuk: "Kok ada pemeriksan
surat-surat kendaraan bukan oleh polisi lalu-lintas?" Akhirnya
sang letnan itu buka kartu juga. "Kami ditugasi untuk tidak
mengijinkan saudara masuk ke ibu kota!" katanya, serta mengaku
dirinya dari Laksus. Selain itu dia juga menanyakan mana surat
ijin dari rektor dan Laksusda Jawa Barat.
"Sejak kapan ada tata tertib bahwa beberapa warganegara yang
ingin memasuki daerah ibukotanya sendiri harus ada ijin dari
Laksus?" tanya mahasiswa. Tentang ijin dari rektor, memang
pernah ada ketentuan, mahasiswa dari sebuah universitas yang
akan melakukan kegiatan di luar kampus harus ada ijin rektor.
"Tapi kami kan datang dari semua perguruan tinggi yang ada di
Bandung. Rektor mana yang harus kami minta ijinnya?" tanya
Iskadir. Letnan dari Laksus itu kata Iskadir hanya menjawab:
"Saya mengerti, tapi kami diperintahkan!"
Akhirnya lskadir Chottob bicara dengan komandan pasukan yang
menghadangnya, yang ada di kantor, lewat waikie-talkie. Jawaban
yang datang: jika mahasiswa bersikeras, akan datang bala
bantuan. Tak lama kemudian, benar juga: datang sebuah truk yang
penuh dengan pasukan anti huru-hara dengan pakaian dan alat-alat
lengkap yang seperti pemain rugby itu.
Para mahasiswa masih juga mencoba hubungan dengan Laksus Jaya.
ri sini datang perkenan: dari 28 orang mahasiswa yang jadi
rombongan waktu itu, 5 orang di antaranya boleh datang ke
Laksus. Mendapat tawaran ini, mahasiswa berunding, sampai
akhirnya diperoleh kesepakatan, tawaran Laksus itu ditolak.
"Jika tawaran Laksus ini kami terima, akan menjadi preseden lain
kali", kata Iskadir Chottob.
Dan rombongan itupun kembali. Surat-surat kendaraan mereka tetap
ditahan. Mereka dikawal dua buah mobil patroli jalan raya,
malahan di atas mereka melayang-layang sebuah helikopter
kepolisian. Mungkin itu heli yahg baru diterima Kepolisian --
dan saat itu ada kesempatan mencobanya.
Sampai di Bogor, rombongan mahasiswa ini oleh pengawal
diserah-terimakan kepada penggantinya, patroli jalan raya
setempat.
Jajan Bakso
"Di Bogor kami sengaja mampir ke IPB", tutur Iskadir. Mulanya
para pengawalnya ikut juga masuk ke kampus, malah ada yang jajan
bakso segala. Tapi tak lama kemudian mereka keluar agak menjauh.
Kepada DM IPB Iskadir Chottob banyak berterima kasih atas segala
fasilitas yang diberikan. Di sini mereka membuat pernyataan
protes yang ditandatangani oleh semua DM yang ikut. Ketika
rombongan mahasiswa yang lain melanjutkan pulang ke Bandung,
seorang di antaranya sengaja menghilang. Naik bus, terus
berangkat ke Jakarta untuk menyampaikan protes mereka ke
koran-koran. Paginya protes mereka sudah dipublisir.
Di antara kalimat protes itu ada pertanyaan besar: "Mekanisme
sosial macam manakah yang masih diperkenankan di Republik ini?"
Kedengarannya mereka frustrasi. Apa juga "mode'?.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini