Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"Perang Urat Syaraf" Rappaport

Bruce rappaport mengancam akan terus melakukan kampanye menahan tanker indonesia, selama belum tercapai persetujuan. menurut sumarlin, itu hanya psy-war para pemilik tanker, supaya kita mengalah. (nas)

23 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERKARA ditahannya tanker-tanker samudera yang disewa beli Pertamina semasa zaman Dr Ibnu Sutowo berekor panjang. Di Singapura pemerintah setempat telah menahan tiga tanker, atas gugatan perusahaan Matropico Naviera SA dan International Maritime Management (IMM). Tanker Permina Samudera XII berikut muatannya 375.78 barrel minyak mentah kemudian juga ditahan di pelabuhan Guam atas gugatan dari perusahaan Fair World Tanker SA di Panama juga. Muatan Samudera XII yang sedianya akan dikirim ke Jepang, menurut bulanan Petroleum News telah dilelang 22 Seplember lalu. Tapi Sinar Harapan pekan lalu memberitakan bahwa pengadilan negeri di Guam, wilayah otonomi AS di Pasifik, baru melelang minyak residu ringan yang berkwalitas tinggi itu 19 Oktober lalu. Sementara itu sebuah sumber TEMPO di Singapura mengatakan dalam seminggu ini tanker Permina 10 dan Perulina Samudera XIV yang digugat Matropico (Panama) sudah akan diajukan ke pengadilan negeri Singapura. Kisah perburuan tanker-tanker Indonesia itu mudah diduga akan terus berlangsung, selama belum dicapai kesepakatan antara para penggugat dan terugat. Bruce Rappaport, pemilik dari Perusahaan Rasu Maritima SA dan IMM dan kelompok perusahaan tanker lainnya dalam suatu wawancara dengan The Asian Wall Street Journal yang terbit di Hongkong itu, baru-baru ini mengancam "akan terus melakukan kampanye untuk menahan semua tanker dari Indonesia, selama belum tercapai persetujuan". Kejengkelan Bruce Rappaport -- yang pernah dikabarkan (tapi membantah) sebagai partner Ibnu Sutowo dalam bisnis tanker internasional itu -- agaknya disebabkan karena pemerintah Indonesia merasa tak berkewajiban untuk melunasi sepenuhnya hutang puluhan tanker yang diperkirakan mencapai AS$ 2,7 milyar itu. Sedang Rappaport sendiri beranggapan hutang Pertamina pada perusahaannya berjumlah AS$ 350 juta. Mengulur Pengusaha tanker yang berkantor pusat di Jenewa itu selanjutnya menuduh Menteri PAN Sumarlin dan Menteri Perdagangan Radius Prawiro telah mempersulit jalannya perundingan. "Kedua menteri itu dengan sengaja telah mengulur-ngulur jalannya perundingan", katanya. Sebagaimana diketahui kedua Menteri tersebut, telah ditunjuk Presiden Soeharto sebagai pelaksana dari Inpres 17/1975, untuk mengurus masalah perundingan kembali tentang hutang tanker itu. Dalam hubungan ini para pelaksana Inpres tersebut kabarnya tetap bertolak dari UU tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Per- tamina) pasal 27. Sesuai dengan pasal tersebut, kontrak-kontrak tanker yang terjadi itu dianggap tak punya kekuatan hukum, karena bekas dirut Pertamina dianggap telah bertindak ultra vires -- melampaui wewenang yang termaktub dalam pasal undang-undang itu (lihat TEMPO 25 September). Tapi sampai sekarang, baik Menteri Sumarlin maupun Radius Prawiro yang disebut-sebut oleh Bruce Rappaport itu, lebih suka dia. Merasa tak perlu melayani serangan Rappaport, kepada TEMPO Sumarlin berkata: "Ah, itu kan hanya psy-war para pemilik tanker supaya kita mengalah". Dia sendiri tak bersedia bicara lebih jauh. "Nanti pada waktunya akan kita kemukakan semua", katanya . Keterlaluan Namun begitu berita penahanan dan pelelangan muatan tanker Samudera XII itu tak urung membuat Menteri Radius selama beberapa hari jadi mundar-mandir ke Bappenas untuk berbincang-bincang dengan Menteri Sumarlin. Sedang Menteri Ekuin Widjojo Nitisastro ketika ditanya TEMPO tentang soal ini tampaknya ingin tetap berpegang pada pelimpalan penugasan oleh Presiden. "Itu soal pak Radius dan Sumarlin", katanya. Kapan kedua Menteri yang mengurus musibah tanker itu akan menerangkan duduk perkara sebenarnya, kini ditunggu orang di luaran. Tapi seorang pejabat tinggi yang sedikit banyak mengetahui perihal kontrak sewa beli tanker itu beranggapan "Indonesia sesungguhnya tak terlalu perlu punya tanker samudera". Menurut pejabat itu, "selain harga kontrak sewa beli tanker-tanker itu umumnya dinilai terlalu tinggi, semua tanker samudera itu sesungguhnya bisa dihapuskan semua". Barangkali itu sebabnya bekas dirut Pertamina -- yang terjun dalam bisnis tanker internasional sewaktu pecahnya krisis bahan bakar di tahun 1973 dianggap telah bertindak "di luar wewenang" yang ada padanya. Akan halnya tentang harga tanker itu sendiri, seorang pejabat lain mengatakan itu adalah permainan yang memang sudah keterlaluan. Menurutnya, sebuah tanker samudera yang disewa beli oleh Pertamina dari perusahaan Rasu punya Bruce Rappaport "sampai ada yang berharga $AS 400 juta". Sedang pasaran sewa beli sewaktu terjadinya kontrak lepas perang Oktober 1973 lalu, "berada jauh di bawah $AS 100 juta".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus