PERKARA ditahannya tanker-tanker samudera yang disewa beli
Pertamina semasa zaman Dr Ibnu Sutowo berekor panjang. Di
Singapura pemerintah setempat telah menahan tiga tanker, atas
gugatan perusahaan Matropico Naviera SA dan International
Maritime Management (IMM). Tanker Permina Samudera XII berikut
muatannya 375.78 barrel minyak mentah kemudian juga ditahan di
pelabuhan Guam atas gugatan dari perusahaan Fair World Tanker SA
di Panama juga. Muatan Samudera XII yang sedianya akan dikirim
ke Jepang, menurut bulanan Petroleum News telah dilelang 22
Seplember lalu.
Tapi Sinar Harapan pekan lalu memberitakan bahwa pengadilan
negeri di Guam, wilayah otonomi AS di Pasifik, baru melelang
minyak residu ringan yang berkwalitas tinggi itu 19 Oktober
lalu. Sementara itu sebuah sumber TEMPO di Singapura mengatakan
dalam seminggu ini tanker Permina 10 dan Perulina Samudera XIV
yang digugat Matropico (Panama) sudah akan diajukan ke
pengadilan negeri Singapura.
Kisah perburuan tanker-tanker Indonesia itu mudah diduga akan
terus berlangsung, selama belum dicapai kesepakatan antara para
penggugat dan terugat. Bruce Rappaport, pemilik dari Perusahaan
Rasu Maritima SA dan IMM dan kelompok perusahaan tanker lainnya
dalam suatu wawancara dengan The Asian Wall Street Journal yang
terbit di Hongkong itu, baru-baru ini mengancam "akan terus
melakukan kampanye untuk menahan semua tanker dari Indonesia,
selama belum tercapai persetujuan". Kejengkelan Bruce Rappaport
-- yang pernah dikabarkan (tapi membantah) sebagai partner Ibnu
Sutowo dalam bisnis tanker internasional itu -- agaknya
disebabkan karena pemerintah Indonesia merasa tak berkewajiban
untuk melunasi sepenuhnya hutang puluhan tanker yang
diperkirakan mencapai AS$ 2,7 milyar itu. Sedang Rappaport
sendiri beranggapan hutang Pertamina pada perusahaannya
berjumlah AS$ 350 juta.
Mengulur
Pengusaha tanker yang berkantor pusat di Jenewa itu selanjutnya
menuduh Menteri PAN Sumarlin dan Menteri Perdagangan Radius
Prawiro telah mempersulit jalannya perundingan. "Kedua menteri
itu dengan sengaja telah mengulur-ngulur jalannya perundingan",
katanya. Sebagaimana diketahui kedua Menteri tersebut, telah
ditunjuk Presiden Soeharto sebagai pelaksana dari Inpres
17/1975, untuk mengurus masalah perundingan kembali tentang
hutang tanker itu.
Dalam hubungan ini para pelaksana Inpres tersebut kabarnya
tetap bertolak dari UU tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
(Per- tamina) pasal 27. Sesuai dengan pasal tersebut,
kontrak-kontrak tanker yang terjadi itu dianggap tak punya
kekuatan hukum, karena bekas dirut Pertamina dianggap telah
bertindak ultra vires -- melampaui wewenang yang termaktub dalam
pasal undang-undang itu (lihat TEMPO 25 September).
Tapi sampai sekarang, baik Menteri Sumarlin maupun Radius
Prawiro yang disebut-sebut oleh Bruce Rappaport itu, lebih suka
dia. Merasa tak perlu melayani serangan Rappaport, kepada TEMPO
Sumarlin berkata: "Ah, itu kan hanya psy-war para pemilik
tanker supaya kita mengalah". Dia sendiri tak bersedia bicara
lebih jauh. "Nanti pada waktunya akan kita kemukakan semua",
katanya .
Keterlaluan
Namun begitu berita penahanan dan pelelangan muatan tanker
Samudera XII itu tak urung membuat Menteri Radius selama
beberapa hari jadi mundar-mandir ke Bappenas untuk
berbincang-bincang dengan Menteri Sumarlin. Sedang Menteri Ekuin
Widjojo Nitisastro ketika ditanya TEMPO tentang soal ini
tampaknya ingin tetap berpegang pada pelimpalan penugasan oleh
Presiden. "Itu soal pak Radius dan Sumarlin", katanya.
Kapan kedua Menteri yang mengurus musibah tanker itu akan
menerangkan duduk perkara sebenarnya, kini ditunggu orang di
luaran. Tapi seorang pejabat tinggi yang sedikit banyak
mengetahui perihal kontrak sewa beli tanker itu beranggapan
"Indonesia sesungguhnya tak terlalu perlu punya tanker
samudera". Menurut pejabat itu, "selain harga kontrak sewa beli
tanker-tanker itu umumnya dinilai terlalu tinggi, semua tanker
samudera itu sesungguhnya bisa dihapuskan semua".
Barangkali itu sebabnya bekas dirut Pertamina -- yang terjun
dalam bisnis tanker internasional sewaktu pecahnya krisis bahan
bakar di tahun 1973 dianggap telah bertindak "di luar wewenang"
yang ada padanya.
Akan halnya tentang harga tanker itu sendiri, seorang pejabat
lain mengatakan itu adalah permainan yang memang sudah
keterlaluan. Menurutnya, sebuah tanker samudera yang disewa beli
oleh Pertamina dari perusahaan Rasu punya Bruce Rappaport
"sampai ada yang berharga $AS 400 juta". Sedang pasaran sewa
beli sewaktu terjadinya kontrak lepas perang Oktober 1973 lalu,
"berada jauh di bawah $AS 100 juta".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini