Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Kapolri Jenderal (Pol.) Rusdihardjo akhirnya membuka kesaksiannya tentang pemberian cek Bulog oleh Presiden Abdurrahman Wahid kepada Siti Farikha, wanita pengusaha asal Semarang. ?Itu pengakuan beliau sendiri kepada saya. Saat itu, Gus Dur juga sempat mengaku bersalah,? kata Rusdihardjo. Kisah itu ia sampaikan kepada wartawan pada Rabu silam, seusai menjalani pemeriksaan di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan. Mantan Kapolri itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus penggelapan dana Yayasan Bina Sejahtera Bulog, oleh jaksa Tarwo Hadi Sadjuri dan I Made Yassa.
Rusdihardjo pernah membeberkan kasus Buloggate senilai Rp 35 miliar?yang melibatkan nama Presiden?di hadapan Panitia Khusus DPR, awal tahun ini. Pertemuan tertutup itu bisa ?dibobol? wartawan, dan pengakuan mantan Kapolri itu menyebar cepat seperti wabah. Sejak itu, Rusdihardjo melakukan aksi tutup mulut, hingga ia membukanya kepada publik pekan silam.
***
Aneka bahan peledak ditemukan di lima tempat di Jakarta dan Tangerang, sepanjang pekan lalu. Berawal pada Selasa, polisi menemukan 357 bom molotov di dalam sebuah metromini P-10. Sebelumnya, dua buah granat nanas aktif ditemukan oleh Suryanto, 48 tahun, pegawai perawatan medis di Bangsal Semar Rumah Sakit Saint Carolus, Jalan Salemba, Jakarta Pusat. Granat di dekat instalasi oksigen itu tidak sempat meledak.
Sehari kemudian, Kantor Departemen Dalam Negeri di Jalan Merdeka Utara geger oleh sebuah ledakan keras. Sumbernya adalah sebuah petasan besar di dekat tangga darurat. Menyusul peristiwa ini, Tim Gegana Polri mengamankan sebuah benda yang diduga bom. Benda itu ditemukan di tengah massa pro dan anti-Presiden dalam demo di Istana. Dalam pekan yang sama, lima bocah menemukan granat berbentuk manggis di belakang Gereja Maria Ratu Perdamaian di Jalan Jamrud, Jakarta Pusat.
Sabtu silam, sebuah bom meledak di jembatan yang menghubungkan Cisauk dan Serpong?sekitar 300 meter dari stasiun kereta api Serpong, Tangerang. Peristiwa itu tidak membawa korban jiwa. Namun, tiga gerbong barang yang mengangkut koil gulungan kabel listrik dari Cilegon rusak. Dalam keterangannya kepada pers, Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Mulyono Sulaeman, menyatakan penggunaan bahan peledak itu sebagai upaya teror.
***
Nama Presiden Abdurrahman Wahid disangkutkan dalam kasus penitipan uang US$ 300 ribu (Rp 3 miliar pada kurs Rp 10 ribu) kepada awak perusahaan penerbangan Garuda Airways. Dalam sebuah lembaran fotokopi yang beredar pekan lalu, disebutkan bahwa Sekretariat Presiden menitipkan uang tersebut untuk keperluan very-very important person (VVIP) selama Presiden dan rombongan berada di Arab Saudi dalam rangka ibadah haji selama sepekan lebih, awal Maret lalu.
Lembaran fotokopi tersebut tersebar luas di kalangan mahasiswa dan politisi anti-Presiden Abdurrahman Wahid. Peristiwa ini membuat kumpulan politisi lintas fraksi?dipelopori oleh M.S. Ka?ban dari Partai Bulan Bintang?meminta Presiden mengklarifikasikan masalah itu. Sekretaris Presiden Abdul Mudjib Manan kemudian menjelaskan soal ini kepada para wartawan di Bina Graha, Rabu lalu. ?Surat itu betul ada, dan uang US$ 300 ribu itu berasal dari Sekretariat Presiden, bukan uang Garuda,? ujarnya.
Surat yang menimbulkan pertanyaan itu dikirim oleh Deputi Bidang Kerumahtanggaan dan Pengelolaan Banpres Sekretaris Presiden, dr. Bambang Irawan, kepada General Manager Garuda. Dalam surat itu, Bambang meminta bantuan agar boleh menitipkan uang itu kepada para awak Garuda yang akan berangkat ke Jeddah?untuk kemudian diteruskan Protokol Sekretariat Presiden.
***
Pimpinan daerah etnis Madura dan Dayak mulai mengupayakan perdamaian. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Surjadi Soedirdja, serta pimpinan daerah se-Kalimantan dan Jawa Timur berkumpul di Kantor Menteri Dalam Negeri, Rabu silam. Pertemuan itu adalah upaya rekonsiliasi pertikaian berdarah etnis Madura-Dayak yang belum kunjung selesai. Hadir dalam pertemuan itu Gubernur Kalimantan Tengah Asmawi A. Gani, Gubernur Kalimantan Barat Aspar Aswin, Gubernur Kalimantan Timur Suwarna Abdul Fatah, dan Gubernur Kalimantan Selatan Syahriel Darham. Mereka mewakili etnis Dayak. Gubernur Jawa Timur, Imam Utomo, mewakili pihak Madura.
Pertemuan itu menyepakati bahwa langkah-langkah perdamaian akan dilakukan melalui dialog kedua pimpinan etnis yang berseteru. Konflik yang pecah di Sampit sejak pertengahan Februari lalu itu menelan korban 400 orang lebih. Pertemuan itu juga mengusulkan bahwa langkah pertama dari rekonsiliasi adalah meminta jaminan pemerintah untuk mengembalikan warga Madura ke Sampit.
***
Ke-14 perempuan Aceh yang mengaku ke Komnas HAM Aceh telah diperkosa oleh polisi dari kesatuan Brigade Mobil (Brimob) ternyata hanya akal-akalan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Polisi menyimpulkan hal ini pekan lalu, setelah mengecek silang baik pada para anggota Brimob yang dituduh ataupun korban. Dari 14 orang yang mengaku diperkosa, lima di antaranya adalah Nur (19 tahun), Nu (17 tahun), Fr (17 tahun), Ac (17 tahun), dan Ah (17 tahun). Berita pemerkosaan itu merebak dua pekan lalu setelah 14 perempuan asal Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara mengadu telah diperkosa.
Menurut Kaditserse Polda Aceh, Komisaris Besar Polisi Drs. Manahan Daulay, GAM berupaya menyebarkan berita bohong itu dengan maksud mendiskreditkan Brimob, yang bertugas di bawah kendali operasi (BKO) Polres Aceh Selatan. ?Para wanita ini sebelumnya diculik oleh anggota GAM Kluet Utara dari keluarganya, dan disekap hingga beberapa minggu. Mereka dan keluarganya diminta agar mau mengaku diperkosa oleh anggota Brimob,? ujar Manahan. Ia menambahkan, saat ini masih ada lima korban lagi yang disandera oleh GAM, yakni Ju (17 tahun), Na (14 tahun), Az (14 tahun), Es (17 tahun), dan Ry (14 tahun).
Juru bicara Gerakan Aceh Merdeka untuk Damai Melalui Dialog, Tengku Amni Bin Ahmad Marzuki, membantah tudingan ini. ?Perempuan Aceh itu amat menjunjung kehormatan. Apakah logis ia mau mengaku diperkosa jika tidak terjadi?? ujarnya kepada TEMPO.
***
Mantan Panglima Milisi Aitarak Dili, Eurico Guterres, menolak diperiksa UNTAET (United Nations Transitional Administration on East Timor) sebagai tersangka kasus pelanggaran hak asasi manusia di Tim-Tim. Pemeriksaan itu berlangsung di Kejaksaan Agung, Selasa pekan silam. Guterres mengaku kecewa telah memenuhi panggilan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum M.A. Rachman. Mengapa? Menurut Guterres, undangan itu untuk melakukan pertemuan. Ternyata, pertemuan itu telah dimanfaatkan oleh jaksa penuntut umum UNTAET, Mohamed Othman, dan Kepala Perwakilan UNTAET di Indonesia, Lakhan Mehrotra, untuk mengajukan 300 pertanyaan kepada Guterres.
Padahal, menurut Guterres, penyidikan kasus pelanggaran hak asasi pascajajak pendapat di Tim-Tim oleh Kejaksaan Agung sudah selesai. Dan ia tinggal menunggu proses persidangan. Pihak Kejaksaan Agung mengakui ada kesalahpahaman antara pihaknya dan UNTAET. Saat ini, Guterres sedang menghadapi tuduhan telah melakukan penghasutan untuk merampas senjata dari tangan aparat kepolisian di Belu, Nusatenggara Timur. Kasusnya masih disidangkan di Pengadilan Jakarta Utara.
***
Mantan Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Pol. Hamami Nata, mengungkapkan dugaan adanya penembak jitu dalam kasus penembakan empat mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998. Bersama mantan Kapolres Jakarta Barat, Komisaris Besar Timur Pradopo, Hamami menyatakan hal itu kepada Panitia Khusus Trisakti dan Semanggi I dan II DPR RI, Rabu 14 Maret pekan lalu.
Hamami Nata merujuk pada fakta adanya satu peluru dengan tembakan di daerah yang mematikan: dada korban. Ia menekankan, tembakan jitu seperti itu hanya mungkin dilakukan oleh penembak jitu. ?Dan Polri tidak mempunyai penembak jitu,? ia melanjutkan. Karena itulah, Hamami bersikeras melakukan uji balistik dan autopsi korban?mengetahui arah tembakan.
Kamis pekan silam, pansus untuk kasus Trisakti memanggil mantan Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom), Mayjen Syamsu Djalal, dan mantan Komandan Polisi Militer Kodam, Kolonel Hendarji. Kepada TEMPO, Syamsu Djalal mengatakan kasus Trisakti seharusnya sudah selesai. ?Berdasarkan penyidikan Pom, kuat dugaan tembakan itu datang dari pasukan yang berada di jembatan layang Grogol. Saat itu ada sepasukan Brimob di sana. Itu juga diduga dari jenis peluru yang berasal dari senjata stayer, yang banyak dipakai kesatuan Brimob. Jadi, jangan mengada-adalah,? katanya.
***
Dari tersangka menjadi saksi. Itulah status terakhir Akbar Tandjung dalam kasus pemalsuan sertifikat tanah di Srengseng, Kebonjeruk, Jakarta Barat. Ralat itu disampaikan Mabes Polri kepada Kejaksaan Agung pada Senin pekan lalu. Wakil Kepala Korps Reserse Mabes Polri, Brigjen Pol. Sudirman Ali, yang meneken surat ralat itu. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Mulyohardjo, mengatakan pihak kepolisian tidak merinci secara jelas alasan bergantinya status hukum Akbar Tandjung.
Mulyohardjo menambahkan, surat izin Presiden terhadap pemeriksaan Akbar selaku Ketua DPR RI juga tidak menyebutkan posisi Akbar sebagai saksi atau tersangka. Surat izin itu, menurut Mulyohardjo, hanya menyatakan Presiden mengizinkan tindakan kepolisian dalam kasus hukum yang melibatkan Ketua DPR RI itu. Menyusul izin Presiden, Kepala Pusat Penerangan Mabes Polri, Inspektur Jenderal Didi Widayadi, telah melayangkan surat panggilan kepada Akbar Tandjung. Ketua DPR RI ini sudah menyatakan akan memenuhi panggilan itu. Pemeriksaan tersebut kemungkinan dilangsungkan pekan ini. Dan hasilnya akan menentukan status hukum Akbar lebih lanjut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo