Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Langkah standstill Asia Pulp & Paper (APP) Singapura, yang 12 Maret silam menghentikan pembayaran semua bunga dan utangnya, pada akhir pekan silam diikuti oleh Asia Pulp & Paper yang berlokasi di RRC. Gelagat terakhir menunjukkan bahwa penerbit surat utang yang terbesar di pasar emerging market ini sudah menyerah. Kini, kerja besar menangani restrukturisasi utang APP ada di tangan Credit Suisse First Boston. Kerja besar yang lain tampaknya dipercayakan pada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yang pekan lalu membuat banyak orang terheran-heran. Soalnya, seorang petinggi BPPN dengan gagah mempermaklumkan bahwa lembaga itu siap membayar utang APP yang jatuh tempo.
Sejauh ini, belum jelas benar BPPN mau membayar dengan apa dan caranya bagaimana. Satu-satunya rujukan petinggi BPPN itu adalah bahwa BPPN telah menerbitkan penjaminan atas utang-utang APP. Kalau statement ini benar, apakah itu berarti BPPN harus membayar utang APP, yang nilainya mencapai US$ 12 miliar, padahal utang Grup Sinar Mas ke BII?yang ditalangi BPPN?paling banyak US$ 1,2 miliar?
Sejak kasus Grup Sinar Mas gagal bayar (default) di Bank Internasional Indonesia (BII), masyarakat telah mencium aroma menusuk seputar kebijakan pemerintah?dalam hal ini BPPN?menangani BII. Sejak itu pula, muncul teka-teki besar mengenai apa yang disebut sebagai "kredit terafiliasi" Grup Sinar Mas. Belum lagi keputusan pemerintah menalangi utang Sinar Mas (ke BII) senilai US$ 1,2 miliar itu bisa diterima berikut alasan-alasannya?mengenai ini, DPR tampaknya kurang cerewet?sudah menyusul kebijakan mengenai apa yang disebut kredit terafiliasi. Nah, kalau kita tidak salah tafsir tentang pernyataan petinggi BPPN itu, yang dimaksud dengan kredit terafiliasi adalah termasuk sebagian dari utang APP sebesar US$ 12 miliar yang dibekukan pembayarannya awal pekan lalu itu.
Katakanlah BPPN mahakaya-raya sehingga mampu menjamin sebagian utang APP, tapi masalah prosedur dan transparansi adalah dua hal yang perlu lebih dulu dicermati dan dipatuhi. Bagaimana BPPN bisa menyetujui penjaminan buat APP, padahal sebagian kredit dibuat di luar wilayah hukum Republik Indonesia, dengan sejumlah agunan yang berada di luar wilayah negara ini (ingat: pabrik APP berlokasi di Cina dan India) serta melibatkan banyak kreditor mancanegara? Selain itu, mengapa BPPN tidak menuntaskan dulu saja tugasnya yang utama, yakni melakukan due diligence atas 40 perusahaan yang diagunkan Sinar Mas ke BPPN, mencari penyelesaian yang secepat-cepatnya dari utang Sinar Mas yang US$ 1,2 miliar?pemerintah menuntut pelunasan dalam satu tahun, Sinar Mas menawar delapan tahun?dan kemudian menjelaskannya dengan lengkap ke DPR? Akal sehat mengatakan, beban ini harus segera dicarikan penyelesaiannya sebelum BPPN terperangkap dalam beban yang jauh lebih besar.
Sangat disesalkan bahwa akal sehat itu tampaknya kurang berperan dalam upaya merumuskan formula penyelesaian utang Sinar Mas. Dalam kasus ini, personal guarantee juga tak pernah disebut-sebut lagi. Kelalaian seperti ini?atau kesengajaan (?)?justru terjadi ketika seantero dunia mengetahui bahwa prospek bisnis Sinar Mas, termasuk APP, benar-benar suram untuk beberapa tahun ke depan.
Yang juga patut disesalkan adalah bahwa kredit terafiliasi yang sarat dengan cross guarantee itu juga otomatis berpeluang untuk cross default. Apakah BPPN sudah benar-benar memperhitungkan risiko raksasa yang kelak harus dihadapi? Juga, apakah BPPN mewaspadai kemungkinan bahwa pemerintah Republik Indonesia akan berebutan aset yang diagunkan (oleh Sinar Mas dan APP) dengan sejumlah kreditor asing dari mancanegara? Paling tidak, apakah BPPN sudah akan menyita aset-aset itu agar kelak tidak sampai gigit jari?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo