Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Peristiwa

11 Juni 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


HUBUNGAN pemerintah Indonesia dan Australia yang sempat membeku mulai mencair kembali. Kamis pekan silam, Presiden Abdurrahman Wahid bertemu Perdana Menteri John Howard di Guesthouse Akasaka. Dalam dialog yang berlangsung 45 menit itu, Presiden Wahid mengingatkan perlunya kerja sama antara Indonesia, Australia, dan Timor-Timur untuk mewujudkan stabilitas dan perdamaian.

Usulan pertemuan antara ketiga pemimpin tersebut, Presiden Wahid menuturkan, datang dari Presiden Dewan Pertahanan Nasional Rakyat Timor, Xanana Gusmao. Howard tidak menampik gagasan ini tapi mengimbau agar Indonesia-Australia sebaiknya mengadakan pertemuan bilateral lebih dahulu. Tawaran Howard ini agaknya tidak lepas dari hubungan Indonesia-Australia yang sempat terganggu menyusul pelaksanaan jajak pendapat di Timor-Timur, akhir Agustus 1999.

***

DUA-kosong untuk Kejaksaan Agung. Begitulah hasil sementara ''pertandingan" tim kuasa hukum Soeharto melawan pemerintah Republik Indonesia. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jumat silam menolak gugatan praperadilan Soeharto terhadap pencabutan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dan penetapan status tahanan rumah untuk mantan presiden Indonesia tersebut.

Seolah melengkapi keberhasilan ini, Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Ris Pandapotan Sihombing, pada hari yang sama melayangkan surat keputusan perpanjangan status tahanan rumah untuk Soeharto. Walhasil, dengan keluarnya beleid baru ini, orang kuat di masa Orde Baru yang tengah merayakan ulang tahunnya ke-79 pada Kamis silam itu tidak bisa meninggalkan kediamannya di Jalan Cendana, Jakarta, hingga 11 Juli mendatang. Masalahnya, apakah kado untuk Soeharto ini dapat membawa si Jenderal Besar tersebut ke meja hijau?

***

BAU penyimpangan dana di tubuh polisi kian menyengat. Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Roesdihardjo, di sela-sela acara serah-terima Komandan Korps Brimob, Rabu pekan lalu, melansir rencana penyelidikan terhadap sejumlah petinggi polisi, termasuk para mantan Kapolri, yang diduga terlibat penyalahgunaan dana korps penegak hukum tersebut.

Sejauh ini, Roesdihardjo menolak membeberkan nama-nama rekan sejawatnya yang masuk dalam penyelidikan tim gabungan Mabes Polri dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dipimpin oleh Gubernur PTIK, Mayjen Alwi Luthan. Sumber TEMPO membisikkan, hasil pelacakan sementara tim gabungan itu baru menemukan dugaan penyimpangan dana operasional SIM sebesar Rp 96 miliar.

Sebagaimana diketahui, kasus penyimpangan dana di polisi ini merebak setelah beredarnya laporan Irjen Departemen Pertahanan, Februari silam. Dalam laporan ini, tim Irjen menemukan dugaan penyimpangan dana operasional SIM hingga Rp 300 miliar.

***

Dalam upacara yang disorot televisi, para penerima dana Bulog mendatangi polisi untuk mengembalikan uang yang mereka terima. Setoran pertama datang dari Teti Nursetiati, istri tersangka Soewondo, yang menyerahkan Rp 10 miliar uang ''titipan" suaminya kepada Polda Metro Jaya, Rabu silam. Esok harinya giliran Siti Farikha, pengusaha ekspor-impor kayu yang mengaku kenalan Presiden Abdurrahman Wahid, turut menyetorkan Rp 5 miliar.

Selain dalam bentuk uang tunai, kucuran dana juga bakal mengalir dari 128 sertifikat tanah milik Soewondo yang diserahkan oleh rekan bisnisnya, Hendrie Arioseno. Polda Metro Jaya, melalui keputusan Pengadilan Negeri Cianjur, telah menyita ratusan surat tanah seluas seratus hektare di Desa Sirnagalih, Cianjur Selatan, yang ditaksir senilai Rp 15 miliar tersebut. Hingga kini tinggal Leo Purnomo, salah seorang penerima aliran dana Rp 5 miliar dari Soewondo, yang tak kunjung tampak batang hidungnya.

Uang ini dikembalikan setelah skandal Bulog terkuak ke publik. Dalam pengakuan kepada pers sebelumnya, Farikha menyebut uang itu merupakan hasil bisnis dengan Soewondo.

Tapi, masalahnya, apakah soal lalu selesai? Bukankah pengembalian uang itu sekaligus merupakan pengakuan tak langsung bahwa mereka telah terlibat sebagai penadah?

***

GAGASAN pembentukan Fraksi Utusan Daerah di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bergulir dari Kota Kembang. Dalam pertemuan Forum Utusan Daerah yang berlangsung di Gedung Merdeka, Bandung, Jumat kemarin, sejumlah utusan mengingatkan pentingnya keberadaan fraksi yang mewakili berbagai daerah di Indonesia pada tubuh lembaga tertinggi negara tersebut.

Ketua MPR, Amien Rais, yang membuka pertemuan ini, menyambut gembira usulan tersebut. Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengingatkan, jika kelak benar-benar terbentuk, hendaknya Fraksi Utusan Daerah mampu berperan sebagai perekat bangsa yang rentan terhadap bahaya disintegrasi. Melalui fraksi ini, Amien melanjutkan, aspirasi dari masyarakat di belahan Papua, Aceh, dan daerah lainnya akan tetap tersalurkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum